Alexa menatap, kemudian menghela nafasnya. Aku yakin bahwa dia begitu karena merasa lelah dengan sikapku, yang tidak pernah mau menganggap dirinya. Mungkin dia ingin marah dan menamparku, akan tetapi dia berusaha untuk menahannya. Dia tidak mau mengotori tangannya, dengan bersikap kasar terhadap wanita.
Alexa membuat tubuhku menghadap dirinya, menatapku dengan intens seakan membungkam mulutku yang tadi mengeluarkan ocehan tak jelas.
"Saya tahu kamu bekerja disini untuk kebutuhan keluargamu, termasuk adik kandung saya Ara. Sebenarnya saya merasa malu terhadapmu, karena tidak bisa melakukan apa yang seharusnya saya lakukan untuk Ara. Saya salut dengan pribadimu yang sangat baik ini, bahkan saya pun tidak bisa membalas perbuatanmu pada Ara. Tapi, biarkanlah saya membalas kebaikanmu ini dengan sesuatu yang lebih baik lagi. Meski ini bukan yang terbaik untukmu, setidaknya untuk kedua orang tuamu." Pekik Alexa dengan suara yang begitu bergetar.