Descargar la aplicación
4.78% Noktah Merah Muda Pernikahan / Chapter 19: Pilihan Sulit

Capítulo 19: Pilihan Sulit

Pagi menjelang, tanpa di sadari Fabio memeluk erat istrinya itu. Dia tak ingat bagaimana dia bisa lepas dari pikiran rumitnya semalam hingga dia bisa terlelap.

Amanda membuka matanya. Lelah yang mengelayuti tubuhnya tak membuatnya terbangun sekalipun dari semalam. Dia tak tahu apapun yang terjadi hingga dia sudah terbangun dalam pelukan suaminya itu.

"Kau memang tampan. Kau juga sangat baik dan bisa melakukan apa saja yang membuatku jatuh hati seperti saat ini," batin Amanda.

Jemari lentik gadis itu mengusap lembut pipi suaminya.

"Maafkan aku, Sayang. Aku pulang terlambat semalam. Kolega menyetujui kerjasama sehingga aku harus langsung menyusun rencana proyek," jelas Fabio.

"Tak masalah, kau pasti melewatkan makan malam?" tanya Amanda penuh perhatian.

Mata Fabio langsung terbuka lebar. Dia melihat paras cantik istrinya itu.

"Apa aku terlihat kurus hanya karena tak makan malam?" tanya Fabio bercanda.

Amanda memukul lembut dada suaminya itu.

"Aish, ternyata benar kau melewatkan makan malam. Aku akan turun dan siapkan sarapan," kata Amanda.

Fabio tak membiarkan begitu saja istrinya turun dari ranjang. Dia memeluk erat pinggang ramping istrinya itu.

"Ini bukan di rumah, mau masak di mana? Hentikan sifatmu yang terlalu perhatian dan khawatir itu," kata Fabio.

"Aish, kau benar. Bagaimana aku bisa lupa seperti sekarang," balas Amanda.

Fabio mengusap lembut punggung istrinya.

"Kau tidur nyenyak tadi malam, sehingga aku tak berani menagih janji padamu," bisik Fabio mengoda.

"Mengapa tak menagih sekarang? Bukankah ini masih pagi?" canda Amanda.

Fabio melirik jam dinding. Jarum jam menunjukkan pukul 08.00 pagi. Dia ada jadwal meeting pagi hari ini. Sehingga dengan terpaksa dia tak bisa menagih janji itu.

"Sayang sekali, kau selamat lagi kali ini, Sayang. Aku akan pulang siang ini. Aku akan membawamu keluar," kata Fabio.

"Ada jadwal pagi?" tanya Amanda.

"Benar. Aku ada meeting pagi ini dan meeting ini sangat penting," jawab Fabio.

"Biar aku siapkan air hangat dan pakaianmu," kata Amanda.

Fabio memberikan kecupan singkat di bibir ranum gadis itu. Rasa cintanya begitu dalam pada Amanda. Kemudian Fabio melepaskan pelukannya dan membiarkan istrinya melakukan apa yang ingin dia lakukan.

"Haruskah aku menariknya masuk bathup dan melakukannya di sana?" pikiran kotor Fabio membuatnya sedikit bergidik.

Pandangannya teralih saat Amanda kembali ke kamar dan mengatakan jika air hangatnya sudah siap.

"Mau ... ah ... apa kau ... kau," ucap Fabio terbata.

"Apa yang ingin kau katakan? Mengapa ragu?" tanya Amanda.

Fabio tersenyum, dia merasa sangat malu. Fabio menggaruk kepalanya yang sama sekali tak gatal itu. Dia merasa sudah salah mengatakan hal ambigu pada istrinya itu.

Dia berlalu menuju kamar mandi sedang Amanda menyiapkan baju yang akan Fabio gunakan. Dia membuka koper dan mengeluarkan satu setel jas untuk di gunakan suaminya.

Ponsel Fabio berdering, Amanda mendekati ponsel itu dan melihat nama Yoona di sana. Istri pertama Fabio menelpon suaminya. Merasa tak berhak bicara Amanda membiarkan ponsel itu terus berdering.

"Dia menyadari jika nomornya ku blokir?" lirihnya.

Benar sekali tebakan Fabio. Amanda lah yang memblokir nomor Yoona.

Di ujung telepon Yoona kembali merasa kesal karena panggilannya tak dijawab. Dia membanting ponselnya ke ranjang.

"Apa yang Bibi katakan pada Fabio semalam? Dia pasti menelpon nomor rumah semalam?" tanya Yoona dengan nada tinggi melengking khas orang yang sedang marah.

"Ah, saya mengatakan jika Nyonya Besar mabuk dan sedang tidur lelap," jawab pembantu jujur.

"Aish," umpat Yoona.

"Tuan Tommy mengantar Anda pulang dalam keadaan mabuk berat, Nyonya. Saya menanyakan apa yang harus saya katakan jika tuan menelpon tapi Anda tak menjawab. Dan saat tuan menelpon saya tak bisa berbohong lagi," jelas pembantu.

"Keluar sekarang, bawa juga obat itu. Aku sudah tak mabuk lagi, jangan khawatir," omel Yoona.

Yoona duduk di tapi ranjangnya. Dia memikirkan dan mencoba mengingat apa yang terjadi semalam. Sudut bibirnya terangkat saat dia mengingat Louis memperlakukannya dengan sangat manis. Menghibur dan membuatnya lupa akan masalah yang menjadi beban hidupnya.

"Dia pria yang mengagumkan," lirih Yoona.

Entah apa yang terjadi pada Nyonya Rezer itu. Dia merasa hatinya berbunga saat mengingat sikap manis Louis.

"Lalu kemana dia hingga Tommy yang mengantarku kembali?" batinnya bertanya-tanya.

Ingin memastikan keadaan Louis, Yoona menekan nomor ponsel Louis. Nada penghubung panggilan sudah terdengar. Hatinya menjadi gugup seketika.

"Bagaimana bisa aku merasa seperti ini?" batin Yoona.

Tak berselang lama, Louis menjawab panggilan Yoona dan keduanya terlibat pembicaraan panjang melalui panggilan telepon.

Di sisi lain Fabio berusaha menghubungi istrinya lagi mengingat Yoona meninggalkan beberapa panggil tak terjawab di ponselnya.

"Nomor yang ada tuju, sedang berada dalam panggilan lain," kata operator provider.

"Aish, dia berada dalam panggilan lain," umpat Fabio.

Amanda mendengarkan ocehan kesal Fabio tanpa mengatakan apapun. Dia mengikat dasi suaminya dengan rapi dan segera beranjak. Hatinya sedikit nyeri karena dia sudah terlanjur melabuhkan cintanya pada putra tunggal keluarga Rezer itu.

Fabio masih sibuk dengan ponselnya sembari sesekali mengumpat saat Yoona tak selesai bicara di telepon dengan orang lain.

"Sudah hampir terlambat. Hubungi nanti lagi." Amanda mengingatkan suaminya yang terus sibuk dengan ponselnya.

Fabio tersadar dan kembali pada kehidupan nyata bersama Amanda.

"Maafkan aku, Sayang. Aku lupa jika saat bersamamu aku tak akan memikirkan orang lain," kata Fabio.

"Tak masalah, dia istri pertamamu," jawab Amanda begitu ketus.

Amanda memungut pakaian kotor Fabio yang bertengger di sofa. Dia sudah terbiasa melakukan hal itu sehingga tak masalah di manapun dia berada dia akan melakukan hal itu.

Fabio tak ingin membuat suasana hati Amanda memburuk. Dia segera meletakkan ponselnya ke saku celananya dan menghampiri gadis cantik bermata biru itu.

"Maafkan aku," lirihnya.

Amanda tersenyum manis. Bagaimana pun Amanda juga wanita yang merasa terabaikan saat suaminya menunjukan perhatiannya pada Yoona.

"Aku berjanji, tak akan bahas apapun tentang Yoona saat bersamamu," kata Fabio.

"Bukankah aku sudah mengatakan jika aku baik-baik saja," balas Amanda.

Fabio menghujani istrinya dengan ciuman diseluruh wajahnya. Tak sulit bagi pria tampan itu untuk mencairkan suasana hati istrinya.

"Ku pastikan malam ini, Sayang. Bersiaplah," bisik Fabio.

Amanda memalingkan wajahnya dan memandang lekat suaminya itu. Binar matanya benar-benar penuh cinta dan seakan mengatakan dia sudah siap.

"Aku siap untuk apapun. Hanya saja aku tak siap jika harus kehilangan dirimu," kata Amanda.

"Aish, kau mulai lagi? Mengapa mengatakan jika aku akan meninggalkanmu? Aku tak akan pernah meninggalkanmu, Sayang," balas Fabio.

"Tapi aku juga tak akan pernah bisa bertahan hidup sebagai istri keduamu, Sayang," balas Amanda.

Bagi Amanda hal terberatnya saat ini adalah hidup sebagai istri kontrak dan istri kedua.

"Pasti akan sangat melelahkan," kata Amanda dan meloloskan diri dari kungkungan suaminya.

* * *


Load failed, please RETRY

Regalos

Regalo -- Regalo recibido

    Estado de energía semanal

    Rank -- Ranking de Poder
    Stone -- Piedra de Poder

    Desbloqueo caps por lotes

    Tabla de contenidos

    Opciones de visualización

    Fondo

    Fuente

    Tamaño

    Gestión de comentarios de capítulos

    Escribe una reseña Estado de lectura: C19
    No se puede publicar. Por favor, inténtelo de nuevo
    • Calidad de escritura
    • Estabilidad de las actualizaciones
    • Desarrollo de la Historia
    • Diseño de Personajes
    • Antecedentes del mundo

    La puntuación total 0.0

    ¡Reseña publicada con éxito! Leer más reseñas
    Votar con Piedra de Poder
    Rank NO.-- Clasificación PS
    Stone -- Piedra de Poder
    Denunciar contenido inapropiado
    sugerencia de error

    Reportar abuso

    Comentarios de párrafo

    Iniciar sesión