Descargar la aplicación
1.19% Anna and The Beast / Chapter 4: Mr Grumpy

Capítulo 4: Mr Grumpy

"Tunggu dulu, Tuan—Pak!" Anna mengejar Malik, berusaha mensejajarkan langkahnya dengan pria tersebut.

"Masuk." Malik lalu membuka pintu mobil.

Tampak ragu, Anna menatap pria tak berekspresi di depannya. Ujung jarinya terasa dingin, entah dengan cara apa dan bagaimana harus menjelaskan pada Malik bahwa Anna tidak ingin menikah. Tidak dengan pria tampan tersebut, atau pun dengan pria tua seperti Erick.

"Masuk," titah Malik dengan suaranya yang berat.

Anna berdiri beberapa detik, kemudian menuruti perintah Malik. Untuk sekarang, Anna akan mengikuti perintah pria itu. Dan di saat yang tepat, dia akan menolak secara resmi pernikahan tersebut.

Malik lantas duduk di sebelah Anna. Keduanya sama-sama hening. Tidak ada percakapan, keduanya sibuk dengan pikiran masing-masing.

Jalanan ibukota yang semakin padat di jam malam, lapak-lapak yang berjejer di pinggiran jalan menjadi pemandangan yang sangat lumrah. Anna menyandarkan kepalanya, memandangi lapak yang paling ramai, juga ada beberapa yang sepi, sampai akhirnya gadis itu terperanjat.

"Pak Malik, kita akan ke mana?" tanyanya tiba-tiba.

Jalanan yang dilewati bukan jalan menuju rumahnya. Apa sekarang Anna tengah diculik, tapi dia tidak sadar?

Gadis itu mendadak panik. Namun berusaha stay calm.

"Ke rumah saya," jawab Malik singkat.

"Ti-tidak bisa, Pak. Ibu saya pasti khawatir kalau saya tidak pulang, saya juga tidak mengatakan apa-apa pada ibu tentang pernikahan itu. Jadi—"

"Masalah itu dipikir besok saja. Saat ini, aku lelah dan ingin pulang," tandas Malik tak ingin berdebat dengan Anna.

"Tapi ...." Ucapan Anna terhenti, tatapan Malik seakan memaksanya untuk menutup mulut.

Anna kembali menatap sisi jalan, apa yang akan terjadi padanya? Malam ini, begitu banyak hal yang terjadi sampai otaknya sendiri lelah dengan kejadian tersebut.

Tanpa tersadar, rasa lelahnya membuat kelopak mata Anna menjadi berat. Anna berusaha terjaga, tetapi beberapa kali, kepalanya terantuk kaca mobil.

Malik memerhatikan Anna, seutas senyum tercetak di wajahnya yang sempurna. Pria itu terus mengamati sampai dia benar-benar yakin bahwa gadis itu tertidur.

Tak lama setelahnya, Malik meraih kepala Anna, menyandarkannya pada bahunya.

"Gadis bodoh," ucapnya seraya menggeleng kepala.

*

Malik menghabiskan hampir sebagian waktunya di ruang kerja, pria itu seorang workaholic yang tidak pernah terlibat asmara dengan wanita mana pun. Hidupnya didedikasikan untuk mencari kekayaan. Bahkan suatu rumor beredar menyatakan bahwa Malik seorang homo, karena intensitas kencan Malik yang sangat minim. Namun, Malik tidak pernah peduli dengan berita yang beredar.

"Saya sudah membawa Nona ke kamarnya, Tuan," kata Erick. Pria itu lalu meletakkan beberapa map ke atas meja.

Malik menatap sekilas, lalu mendesah panjang.

Dia memang ingin menikah, terlebih keinginannya semakin kuat setelah Malik mendapati satu uban di rambutnya. Saat itu, Malik berpikir, dia harus cepat-cepat menikah, dan menitahkan Erick untuk mencari pasangan yang tepat untuk Malik.

Meski begitu, Malik tahu betul bahwa menikah bukan urusan yang gampang. Apalagi wanita yang akan dia nikahi, ternyata tidak ingin menikah. Entah apa yang akan terjadi ke depannya.

"Satu lagi Erick, wanita itu belum memberitahu keluarganya."

"Tuan tidak perlu khawatir, saya sudah meminta anak buah saya untuk mengurus hal itu," ucap Erick.

Dia sudah mengatur pernikahan tuannya dengan sempurna, bahkan dia sendiri yang memilih Anna. Erick sudah memata-matai gadis itu lebih dari dua bulan. Anna, wanita pekerja keras, tidak gengsian, berbudi baik, bertanggung jawab terhadap keluarganya, ditambah satu hal yang membuat Erick semakin yakin. Anna gadis yang cantik, tetapi selalu menjaga diri dari tatapan pria. Padahal jika Anna ingin, gadis itu bisa menggunakan kecantikannya untuk mencari uang, namun Anna tidak melakukannya.

Bukankah gadis seperti itu sangat cocok untuk tuannya yang tidak berpengalaman dalam cinta?

"Baiklah kalau begitu, sisanya aku serahkan semuanya padamu, Erick."

Dan seperti biasa, Malik mempercayakan 100 persen pada Erick, pria itu hanya terima beres saja.

"Baik, Tuan." Erick membungkuk hormat.

Di kamar yang sangat luas, Anna mengerjap-ngerjapkan matanya. Gadis itu merasa tempat itu bukanlah kamarnya. Kamarnya terlalu sempit, terlalu kumuh, jauh berbeda dengan tempatnya yang sekarang.

Kasur seempuk kapas, selimut yang lembut dan wangi. Sementara Anna tahu betul bagaimana bau kamarnya yang persis cucian yang tidak kering. Dan, dia tidak mungkin berada di hotel, Anna mana mungkin bisa menyewa hotel sebesar itu.

Plak!

Tiba-tiba, Anna menampar pipinya dengan keras, dan ternyata apa yang dilihatnya bukan mimpi.

"Shitt!" Anna mengumpat, melompat dari ranjang ke atas marmer berwarna cream.

Dia baru ingat kejadian sebelum dia tidur. "Apa ini rumah Pak Malik?" gumamnya.

Dari penampilannya juga mobil mewah yang dipakainya, Anna yakin jika pria itu sangat kaya. Tetapi, menikah?

Bagaimana bisa orang seperti dirinya menikah dengan pria dari kasta yang berbeda? Cerita seperti itu hanya ada dalam dongeng dan sinetron.

Berniat untuk membahas pernikahan, Anna lantas keluar dari kamar. Dia harus segera membicarakan pernikahan itu dengan Malik, syukur-syukur jika ada Erick.

Langkah Anna mendadak memelan setelah melihat koridor panjang yang temaram.

Anna menggeleng, "Rumah ini tidak berhantu, kan?" Bulu rima gadis itu berdiri.

Dengan pelan, Anna berjalan, memandangi sekelilingnya. Rumah Malik sangat sepi, bahkan sepanjang perjalanan, yang Anna dengar hanya detak jantungnya sendiri.

Semakin kaya seseorang, maka dia akan membangun istana yang sangat besar untuk dirinya.

Anna pernah mendengar seseorang pernah berkata seperti itu padanya, dan saat ini dia membenarkan kalimat tersebut.

Tak lama kemudian, Anna melihat celah pintu yang terang. Gadis itu mendekati daun pintu, mendekatkan telinga, memastikan sesuatu.

"Ada orang," monolog Anna. Dia kemudian mendorong pintu yang ternyata tidak dikunci.

Malik dan Erick seketika menatap gadis di pintu.

"Nona Anna," panggil Erick seraya mendekat.

"Apa Nona membutuhkan sesuatu?" tanya pria tersebut.

"Aku tidak ingin menikah," ucap Anna to the point, "sekarang, kembalikan aku ke rumah," pintanya.

Anna tak nyaman berada di rumah yang bukan rumahnya, meski ranjang kamarnya sangat empuk, gadis itu tidak bisa tidur dengan tenang.

Malik memandang datar, nyaris tanpa ekspresi.

"Bawa dia ke kamarnya, Erick," perintah Malik dengan nada seakan marah.

Erick menatap Malik, lalu berkata, "Baik, Tuan."

"Sudah kubilang, aku tidak mau tinggal di sini. Aku juga tidak mau menikah—"

"Dan, aku tidak suka dengan wanita yang tiba-tiba masuk ke ruangan seseorang tanpa permisi, kemudian mengacaukan suasana," sindir Malik tegas.

Anna bungkam, dia memang salah, tetapi bukannya yang paling salah di sini adalah Malik? Kenapa pria itu bersikap seolah Anna mengganggunya, padahal Anna lah yang harusnya marah, karena tiba-tiba di bawa ke tempat asing?

"Erick!" Suara Malik meninggi, dan tanpa kata, Erick paham apa maksud tuannya itu.

"Ayo, Nona. Ikut saya," Erick menggenggam lengan Anna. Membawa gadis itu keluar, sebelum Malik mengucapkan kata-kata kasar lagi.


Load failed, please RETRY

Regalos

Regalo -- Regalo recibido

    Estado de energía semanal

    Rank -- Ranking de Poder
    Stone -- Piedra de Poder

    Desbloqueo caps por lotes

    Tabla de contenidos

    Opciones de visualización

    Fondo

    Fuente

    Tamaño

    Gestión de comentarios de capítulos

    Escribe una reseña Estado de lectura: C4
    No se puede publicar. Por favor, inténtelo de nuevo
    • Calidad de escritura
    • Estabilidad de las actualizaciones
    • Desarrollo de la Historia
    • Diseño de Personajes
    • Antecedentes del mundo

    La puntuación total 0.0

    ¡Reseña publicada con éxito! Leer más reseñas
    Votar con Piedra de Poder
    Rank NO.-- Clasificación PS
    Stone -- Piedra de Poder
    Denunciar contenido inapropiado
    sugerencia de error

    Reportar abuso

    Comentarios de párrafo

    Iniciar sesión