Descargar la aplicación
2.18% Gadis Bodoh, sang Istri Konglomerat / Chapter 6: Apakah Kamu Gay?

Capítulo 6: Apakah Kamu Gay?

"Tapi saya memiliki satu syarat!" ucap Tama, dengan gelagat tenang.

Suara tawa Ady pun langsung menghilang saat mendengar perkataan dari putra sulungnya.

Ia menelan ludahnya susah dan memikirkan berbagai macam alasan yang bisa di gunakan oleh anaknya saat ini.

'Ah ... Tama adalah anak yang ambisius. Sekarang apa yang akan kamu lakukan? Awas saja jika kamu membuat ulah. Aku akan menghajarmu ketika sampai di rumah. Tidak peduli kamu sudah besar atau tidak,' batin Ady, menatap wajah Tama dengan sorot mata tajam.

Tama yang melihat itu hanya berdehem dan memalingkan wajahnya.

'Ugh ... anak sial!' celetuk Ady, merasa geram di dalam hati.

"Apa itu?" tanya Azran, dengan menaikkan sebelah alisnya bingung.

Mina dan Hera yang berada di sebelahnya juga senantiasa memandangi wajah tampan maskulin lelaki bertubuh jangkung dengan proporsi tubuh yang baik itu.

Tama mengulas senyuman licik dan menatap wajah Mina yang seketika mengerutkan keningnya dalam.

'Lelaki ini berbahaya!' batin Mina, mulai waspada terhadap Tama.

"Saya meminta, melakukan pernikahannya besok atau jika tidak, saya tidak akan melakukan perjodohan ini dan tuangkan saja Zhair dengan putri Anda," celetuk Tama, dengan santai.

Namun yang mendengarnya sama sekali tidak bisa santai.

Semua orang terdiam dengan menatap Tama dengan kedua mata yang membulat lebar karena saking terkejutnya dengan apa yang di katakan oleh lelaki berusia 25 tahun itu, barusan.

"A-apa?! Tidak. Jika besok–"

"Saya tahu jika pernikahan ini terjadi karena keinginan tetua Adytama dengan tetua Kinza Grup dulu. Jadi mau tidak mau, pernikahan ini harus dilakukan agar memenuhi janji, bukan?" sergah Tama, dengan tenang.

Mina yang perkataannya dipotong hanya bisa menatap wajah lelaki itu dengan tatapan kesal dan jengkel.

Sedangkan Zhair yang dari tadi hanya diam, langsung menghampiri Kakak lelakinya dan menarik kerah bajunya dengan melancarkan sebuah tinju ke arah wajahnya.

Tap ...

Mina menangkis serangan Zhair dengan kecepatan yang tidak dapat diprediksi. Yang jelas, tangan Mina sudah berada di depan mata Tama dengan menggenggam tangan Zhair yang hendak melancarkan aksinya di wajah mulus sang Kakak.

"Apa yang kamu lakukan? Jangan membuat keributan!" ucap Mina, menatap wajah lelaki itu dengan sorot mata yang tajam.

Sementara Tama yang baru saja mengalami semua kejadian itu hanya bisa membeku di hadapan kedua anak remaja yang terlihat menyeramkan ini.

Hera yang melihat tubuh Tama yang kaku tanpa berani bergerak sedikit pun dari posisinya langsung berusaha melerai Zhair dan Mina yang saling bertukar pandang dengan sorot mata yang cukup mengerikan.

"A-ah ... tunggu anak-anak. Sepertinya Tuan Tama terlihat sangat terkejut dengan tingkah kalian. Tidak bisakah kalian berhenti?" ucap Hera, tergagap.

Namun kedua tangan wanita paruh baya itu sudah singgah di telinga Mina dan Zhair dan menarik pelan telinga mereka.

"Wah ... ampun. Ampun, Tante. Sakit!" pekik Zhair, dengan heboh.

Sementara Mina hanya bisa terdiam dengan menahan air matanya yang hendak keluar karen jeweran maut sang Ibunda.

Zhair dan Mina memang tidak suka dijewer. Karena telinga adalah area sensitif bagi mereka berdua.

Lalu Hera yang mengetahui kelemahan mereka langsung menjadikan hal itu sebagai sasaran empuk tangannya saat keduanya bertengkar atau membuat banyak ulah seperti saat ini.

"Siapa suruh membuat keributan di acara penting seperti ini? Kalian memang tidak pernah akur!" pekik Hera, dengan suara omelan yang membuat kedua anak berusia 20 tahun itu meringis kesakitan.

"Tidak, Tante! Kami tidak bertengkar. Kami hanya adu ketangkasan, benarkan, Min?" celetuk Zhair, menyenggol bahu Mina.

Mina langsung menganggukkan kepalanya antusias. "Benar, Ma! Kita cuman aku ketangkasan. Tidak ingin membuat keributan."

"Halah, banyak sekali alasan kalian. Jika seperti ini saja kompaknya minta ampun. Kalau dibiarkan saja, kalian akan terus berkelahi tanpa tahu sakit!"

"TIDAK!!!" jerit keduanya, meraung.

Ady dan Eva menatap kelakuan Hera dan Zhair dengan tatapan tertegun. Mereka kira, hubungan keduanya tidak baik dan tidak mungkin dekat.

Namun apa yang terjadi di hadapan mereka ini? Bahkan Azran sampai tertawa melihat kelakuan istri dan kedua anak itu. Seakan-akan ia sudah sering melihat pertengkaran yang seperti ini.

Clek ...

Daun pintu kembali terbuka. Dua orang lelaki dan perempuan masuk ke dalam sana dengan langkah anggun dan mesra. Di belakangnya, seorang wanita berambut pendek berjalan mengekori langkah kedua Kakaknya.

Baru saja ingin pamer kemesraan. Tapi saat melihat kelakuan Hera, Mina dan Zhair! Ketiga orang itu langsung bengong dan menatap wajah Azran, meminta penjelasan dari lelaki itu.

"Hahaha ... sudah biasa. Seperti tidak pernah melihat bertengkar saja, hahaha ...," tawa lelaki itu, cukup lantang.

Arci, Kakak lelaki Mina! Langsung menepuk jidatnya ampun dan berjalan meninggalkan Arie, istrinya. Untuk pergi melerai Ibu dan kedua adiknya.

"Aduh, Ma. Pertemuan sakral ini jangan di jadikan tempat bertengkar. Malu sama orang tua Zhair," omel Arci, berusaha melepas tangan Hera dari kedua telinga adiknya.

Mina dan Zhair langsung mengambil langkah seribu untuk menjauh dari Hera dengan membawa kursi yang akan mereka gunakan duduk, nantinya.

2 meter dari jarak meja makan. Mina dan Zhair meletakkan kursi mereka dan duduk berjauhan antara satu sama lain.

Melihat itu, Arci hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya ampun dan duduk di meja makan bersama Istri dan Adik Iparnya.

"Maafkan atas keterlambatan kami, Tuan dan Nyonya Adytama," ucap Arci, membukukan badan sopan sebelum akhirnya ia mendudukkan diri di samping Arie.

"Tidak apa Tuan Muda. Kami sedikit terhibur dengan kejadian tadi. Saya tidak tahu jika Zhair dekat dengan Nyonya Hera. Padahal kelakuan anak saya cukup di tidak sopan tadi," ucap Tuan Ady, menampakkan ekspresi wajah masam.

"Hahaha ... Zhair memang seperti itu Tuan. Berandalan sekolah! Wajar jika dia memiliki sikap bar-bar seperti itu. Dan istri saya memaklumi 'attitude' Zhair yang buruk itu," ucap Azran, dengan ramah.

Tapi sepertinya nada bicaranya salah dan membuat kedua orang tua Zhair bingung. Antara haris berterima kasih atau langsung menegur putranya.

"Ah, sudahlah Tuan. Tidak perlu memusingkan samalah itu. Sekarang mari kita lanjutkan percakapan tentang pernikahan Zhair dan Mina. Tadi sampai mana?" tanya Arci, menatap bingung raut wajah masam orang-orang yang ada di hadapannya itu.

"Calonnya berubah menjadi anak tertua Adytama Grup! Tuan Tama yang akan menikah dengan Mina karena Mina tidak ingin menikah dengan Zhair. Tapi syaratnya, Tuan Tama meminta pernikahan di langsung besok! Bagaimana menurut pendapatmu, Arc?" tanya Azran, seusai menjelaskan.

"Tentu saja saya tidak setuju. Tidak perlu di tanya! Lagi pula, bukankah Anda berbelok? Saya dengar dari para staf kantor Hacin Grup jika Anda itu gay?"

"Ha? Apa pula ini?"

"Siapa yang mengatakan hal tidak berdasar itu, Tuan?!"

"Tama, kamu ...?"

"Tidak!" pekik Tama, mulai menunjukkan emosinya.


Capítulo 7: Berjalan Lancar?

"Tentu saja saya tidak setuju. Tidak perlu di tanya! Lagi pula, bukankah Anda berbelok? Saya dengar dari para staf kantor Hacin Grup jika Anda itu gay?"

"Hah? Apa pula ini?" seru Ady, memandang wajah Tama yang terlihat tersentak.

"Siapa yang mengatakan hal tidak berdasar itu, Tuan?!" seru Marta, tidak terima.

"Tama, kamu ...?" ucap Eva, terkejut bukan main.

"Tidak!" pekik Tama, mulai menunjukkan emosinya.

***

Tama menundukkan kepalanya dalam seraya semua orang memandangnya dengan tatapan meminta penjelasan.

Sementara Mina yang tidak mengatakan apa pun hanya bisa terdiam dengan menatap wajah Tama dengan gelagat santai.

Tama memandang wajah Mina yang sedang bersantai dengan menikmati tehnya di tengah suasana yang mencekik ini.

'Bisa-bisanya dia begitu tenang walaupun sudah mendengarkan hal yang mengejutkan seperti ini,' batin Tama, mengepalkan tangannya kuat-kuat.

Mina meliriknya sekilas dan kembali memalingkan pandangannya ke arah semula. Mengatakan jika ia tidak peduli dengan hal tersebut.

Tama menatapnya penuh dendam. Tapi Mina masih tidak memedulikan keadaannya itu.

Brak ...

Arie menggebrak meja dan menatapi wajah Tama dengan pandangan murka hingga membuatnya terlihat lebih mengerikan daripada biasanya.

"Apa yang kamu lakukan ha? Kamu mencoba menikahi adik iparku padahal kamu berbelok? Apakah kamu memintaku untuk mencekikmu, hah? Katakan kepadaku," pekik Arie, menunjukkan kepalan tangannya.

Glek ...

Tama menelan ludahnya melihat kelakuan sahabat karibnya. Sepertinya rencana awal untuk tidak saling mengenal yang diusulkan oleh Arie di sms tadi sudah dibatalkan secara sepihak olehnya.

Lihat saja, sekarang ia sudah memiting kepala Tama di ketiaknya dan membuat orang-orang terkejut dengan kelakuan wanita anggun ini.

"Ampun, Nyonya. Kamu juga tahu jika aku tidak benar-benar melakukan itu kan? Aku ini hanya memanfaatkan berita itu untuk menjauhkan para wanita parasit yang mengejar-ngejarku layaknya induk ayam itu, Rie. Kamu kan juga tahu itu dengan benar, hiks ...," pekik Tama, mengangkat kedua tangannya seakan-akan ia sudah di sergap oleh pihak kepolisian.

"Apa ini? Kalian berdua kenal dekat? Kenapa kamu tidak pernah mengatakan itu kepadaku, sayang?" ucap Arci, dengan kening berkerut.

Arie langsung menolehkan kepalanya dan menatap suaminya dengan deretan gigi yang sudah terlihat dengan sangat jelas di sana. Arie menunjukkan senyuman tengilnya dan menatap wajah Archi dengan gelagat kaku.

Sementara Tama pun melakukan hal yang sama. Ia menunjukkan dua jarinya dengan tersenyum masam kepada lelaki itu dan perlahan-lahan melepaskan tangan Arie dari lehernya.

"Aku tahu kamu sangat cemburuan dan kamu tidak senang jika Arie dekat dengan lelaki mana pun. Jadi aku dan Arie memutuskan untuk menyembunyikan identitas kami. Maaf, kami kira ini yang terbaik untuk menjaga hubungan rumah tangga sahabatku," ucap Tama, dengan menatap wajah Arci yang setia mengerutkan keningnya dalam.

"Maafkan aku sayang. Aku dan Tama adalah sahabat kecil. Dulu aku tinggal di samping rumahnya. Kami bahkan selalu menjadi kakak dan adik kelas semasa sekolah. Sampai akhirnya aku harus pindah rumah, karena itu kami juga jarang bertemu dan kontakkan lagi. Benar kan, Kak?" tanya Arie, memandang wajah Tama.

Tama langsung menganggukkan kepalanya pelan dan membuat Arci menghela napasnya kasar.

"Jika faktanya seperti itu, aku tidak akan menolak untuk menerimanya, sayang. Lagi pula kamu sudah menjadi istriku sekarang. Aku tidak akan lagi melarangmu dekat lelaki lain seperti saat kita berdua berpacaran seperti dulu," ucap Arci, menyesap anggur merah yang ada di gelasnya.

Melihat itu Arie langsung memandangnya dengan tatapan lega dan menepuk-nepuk pundak Tama dengan mengulas senyuman lega saat menatap wajahnya.

"Syukurlah jika seperti itu. Bisa kita kembali ke topik? Bagaimana bisa kamu memiliki gosip mengerikan seperti itu, Nak?" tanya Ady, melemparkan tatapan horor.

Tama hanya mengedikkan bahunya acuh dan menatapi wajah Mina yang terlihat dingin dan kaku di sana dan saat melihat ke bawah, ia melihat tangan adiknya mulai menjalar ke atas tangan Mina dan hendak menggenggamnya dengan erat.

Tama langsung bangkit dari duduknya dan berjalan ke arah kedua orang remaja yang tengah duduk dengan jarak jauh dari meja makan.

Plak ...

Tama memukul tangan adiknya tepat waktu dan membuat Mina menolehkan kepalanya ke arah Tama yang baru saja menyelamatkannya.

"Kamu tidak dengar ya? Mina akan menikah dengan Kakak, adikku sayang!" ucap Tama, tersenyum dengan cara yang mengerikan sambil memandangi wajah adiknya itu.

Zhair langsung menatapnya dengan tatapan dingin dan memalingkan wajahnya dengan mendenguskan napasnya kasar berulang kali.

Sementara Mina hanya bisa memandang tangan Tama yang menggenggam tangannya dengan lembut.

"Bagaimana, Mina? Bukankah aku memenuhi syarat untuk menjadi seorang suami untukmu? Aku bisa memberikan semua yang kamu inginkan tanpa terkecuali," ucap Tama, percaya diri.

Mina menatap wajah Tama yang baru saja melamarnya secara tidak langsung itu dengan tatapan polos dan lekat.

Dalam beberapa detik ia terdiam sebelum akhirnya mengulas senyuman lembut dengan mengangguk-anggukkan kepalanya pelan.

"Sudah memenuhi walaupun ada satu kekurangan fatal. Tapi tidak apa. Aku bisa menahannya seumur hidupku," ucap Mina, beranjak bangkit dari tempat duduknya dengan balas menggenggam tangan Tama.

Tama langsung menatap tangan mereka yang sudah terkait dengan erat. Beberapa saat terdiam, ia melihat sosok Mina yang terlihat tidak cocok dengan sebutan gadis bodoh karena wanita itu sangat pandai membaca situasi di sekitarnya.

"Karena besok kami akan melangsungkan pernikahan, saya izin membawa calon suami saya untuk kencan," ucap Mina, mengulas senyuman lebar.

Sementara semua orang memandangnya dengan tatapan bengong. Begitu juga Tama yang tak kalah terkejutnya dengan yang lainnya.

"Mina, kamu serius dengan pilihanmu?" tanya Arci, menatap wajah adiknya dengan sorot mata tajam.

Mina balas menatap pandangan kakaknya dengan tatapan serius dan senyuman lembut yang terlihat cantik di wajahnya.

"Iya. Ini lebih baik dari pada dengannya," tegas Mina, melirik wajah Zhair dengan penuh dendam.

Zhair pun menatapnya dengan tatapan tajam dan penuh dendam. Melihat dirinya yang tengah di permalukan oleh Mina, Zhair benar-benar merasa marah dan kesal dengan perlakuan gadis itu.

"Jangan gila! Dia bahkan lebih tua dariku 2 tahun. Bagaimana kamu akan menikah lelaki tua bangka seperti itu. Kakak tidak setuju!" pekik Arci, membuat Tama dan kedua orang tuanya menatapnya dengan tatapan terkejut.

"Hey! Siapa yang kamu panggil tua bangka? Kakakku yang tampan itu hanya terpaut 5 tahun dari adikmu," marah Marta, menatap penuh kesal ke arah Arci.

Arci langsung memperlihatkan ekspresi wajahnya yang jelek dan itu membuat Arie menutupi wajah suaminya menggunakan serbet makan.

"Hahh ... sudahlah. Apa pun pilihannya, yang terpenting untuk kalian kan hanya pernikahan kedua keluarga ini. Jadi asal Mina mau melakukannya, kenapa harus diributkan?" ucap Arie, membuat suaminya menatapnya murka.

"Apa?" desis Arie, balas menatap horor kepada suaminya.

Arci yang melihat itu langsung menciut dan memilih untuk diam dari pada nanti malam ia harus tidur beralaskan koran di teras rumah.

Mina mengulas senyuman manis dan menatap wajah Kakak Iparnya dengan tatapan senang.

"Baiklah kalau begitu, kami pergi dulu!" ucap Mina, menyeret Tama keluar dari ruangan itu dengan tenang.

Kedua orang tua Tama dan Mina hanya bisa mengulas senyuman manis dengan mengakhiri pertemuan yang berakhir absurd itu dengan berjabat tangan bersamaan dengan ditandatanganinya kontrak kerja antara dua perusahaan milik kedua keluarga.


Load failed, please RETRY

Regalos

Regalo -- Regalo recibido

    Estado de energía semanal

    Desbloqueo caps por lotes

    Tabla de contenidos

    Opciones de visualización

    Fondo

    Fuente

    Tamaño

    Gestión de comentarios de capítulos

    Escribe una reseña Estado de lectura: C6
    No se puede publicar. Por favor, inténtelo de nuevo
    • Calidad de escritura
    • Estabilidad de las actualizaciones
    • Desarrollo de la Historia
    • Diseño de Personajes
    • Antecedentes del mundo

    La puntuación total 0.0

    ¡Reseña publicada con éxito! Leer más reseñas
    Votar con Piedra de Poder
    Rank 200+ Clasificación PS
    Stone 0 Piedra de Poder
    Denunciar contenido inapropiado
    sugerencia de error

    Reportar abuso

    Comentarios de párrafo

    Iniciar sesión

    tip Comentario de párrafo

    ¡La función de comentarios de párrafo ya está en la Web! Mueva el mouse sobre cualquier párrafo y haga clic en el icono para agregar su comentario.

    Además, siempre puedes desactivarlo en Ajustes.

    ENTIENDO