Descargar la aplicación
15.46% Last Boss / Chapter 28: Chapter 28 - Pelatihan (Bagian 4)

Capítulo 28: Chapter 28 - Pelatihan (Bagian 4)

Pagi hari di benteng Drachen.

Seperti apa yang diminta oleh Void kepada Belial, seluruh kadet di benteng itu diberitahu jika sosok Edward mendapat hukuman yaitu tidak boleh berlatih selama 3 hari dan dikirim ke luar benteng. Beragam reaksi Belial lihat, hanya satu hari Edward dibenci dan dianggap remeh oleh kadet lain karena keterlambatannya, lalu dalam satu hari separuh dari total jumlah kadet berubah pandangan saat Edward melakukan teknik milik Belial dengan baik walau membuat beberapa prajurit disekitarnya terhempas akibat hentakan kuat dan mereka mengalami cidera ringan.

"Bagaimana menurutmu?"

"Apanya?"

"Bocah bermasalah kemarin, dia hebat bisa meniru gerakan Tuan Belial."

"Ah ... begitu."

"Kau tidak tertarik?"

"Tidak juga."

Dua anak laki-laki berdiri bersebelahan saling berbisik membicarakan kadet yang sedang dihukum, salah satu dari mereka memiliki berambut hitam, wajahnya datar dan sedikit berbicara sedangkan satunya lagi dengan berambut merah, tampak selalu yang bersemangat dalam segala hal, sikapnya berkebalikan dengan sikap temannya yang pendiam.

"Baik semuanya, cukup untuk pemberitahuannya. Aku harap Kalian mendapat pelajaran setelah apa yang terjadi kemarin, mengerti!"

"Ya pak!"

Latihan dimulai kembali, dua anak itu berpasangan. Anak berambut hitam dengan wajah datar bernama Ivaldi menyerang rekannya dengan tepat sasaran, rekannya berambut merah bernama Retto kewalahan menahan semua serangan yang diarahkan ke titik fatal–bagian terlemah Iblis, seperti leher dan dada bagian kiri.

Ivaldi mengayunkan pedangnya tanpa henti, leher Retto menjadi target utama.

"Sialan!"

Bersamaan dengan erangannya, Retto menangkis dan mendorong dengan kuat pedang Ivaldi ke langit. Kesempatan terbuka lebar, ia melihat celah yang jelas untuk melumpuhkan rekannya, namun Ivaldi juga melihat celah dari posisi Retto.

"Kena!" Retto berteriak dengan percaya diri, mengayunkan pedangnya sekuat tenaga ke arah leher Ivaldi.

"Ah …," Namun, serangannya meleset. Ivaldi menarik pundak dan kaki kanannya kebelakang, kemudian ia berputar penuh sambil mengayunkan pedangnya ke leher atas pundak kanan Retto, ia berhenti disaat pedangnya nyaris menyentuh leher Retto.

Kesal, Retto mendengus kasar dan mendorong pelan pedang Ivaldi dengan tangannya. Dikalahkan oleh temannya tidak begitu membuatnya kesal, tetapi ekspresi Ivaldi yang nampak tidak puas itu membuat dirinya naik darah.

"Kau itu senang sedikit dong, wajahmu datar sekali."

Meski mendengar keluhan itu, Ivaldi hanya memiringkan kepalanya tanda bingung tanpa mengubah ekspresinya sama sekali. Mereka menjaga jarak kembali, lalu berganti peran. Ivaldi yang mengambil posisi bertahan sedangkan Retto akan menyerang Ivaldi, mereka akan terus berganti peran jika salah satu dari mereka berhasil dikalahkan.

Belial yang membuat pelatihan seperti itu dan akan terus berlangsung sampai minggu depan, tujuannya untuk menilai secara keseluruhan kemampuan kadet di Benteng Drachen.

"Sepertinya tahun ini banyak prajurit yang memiliki potensi ya, Tuan Belial."

Pria dengan dua tanduk di kepalanya dan mengenakan zirah berat berwarna hitam, berjalan mendekati Belial yang tengah mengamati para kadet. Pria itu adalah orang yang bertanggung jawab atas penjagaan Benteng Drachen sebelum pelatihan ini dimulai, pria itu bernama Klein.

"Ya, hanya beberapa hari mereka sudah mengalami peningkatan," Ucap Belial.

"Mungkin karena pria bernama Edward itu, ya anda juga tahu kalau pria itu bisa melakukan teknik milik anda."

Belial memberikan tatapan sinis dalam sekejap kepada pria itu, ia tidak menerima ketika seseorang menyebut sang Kaisar tanpa rasa hormat. Tetapi, ia menahan emosinya. Kaisar pastinya akan sangat marah kepadanya jika identitas Edward yang sebenarnya diketahui oleh orang lain.

"Termotivasi, mungkin kata yang tepat untuk mereka sekarang," Lanjut Klein berbicara.

"Ya … Sepertinya, kemampuan Edward mendorong mereka semua untuk berlatih lebih keras lagi."

"Kalau begitu kenapa Anda menghukumnya?"

Belial terdiam untuk sesaat, bergumam karena bukan keinginannya jika Edward harus berhenti berlatih di Benteng Drachen.

"Karena dia melakukan hal yang berbahaya, meskipun kemampuannya hebat tetapi peraturan tetaplah peraturan. Jika tidak seperti itu, Edward pastinya akan dibenci kadet lain," Ucap Belial memberi alasan yang lain

"Ah begitu, masuk akal," Balas Klein "Ya sepertinya tahun ini Kekaisaran mendapat prajurit-prajurit yang kuat ya hahaha."

Klein tertawa lepas meskipun disampingnya berdiri seorang Jenderal Iblis terhormat, ia tertawa seakan melupakan perbedaan antara mereka berdua.

"Ya … Kekaisaran akan semakin kuat jika mereka terus meningkatkan kemampuan mereka seperti ini."

"Uwah, Belial. Kalau kau berbicara seperti itu jadinya terdengar menyeramkan, apa Kau tidak bisa santai sedikit?" Klein membuang kata 'Tuan' saat memanggilnya, itu tidak masalah untuknya karena ia memiliki hubungan dekat dengan Belial. Teman masa kecil, Klein memiliki hubungan seperti itu dengan Belial namun takdir mereka berbeda, Belial berhasil menjadi Jenderal Iblis sedangkan Klein menjadi kepala penjaga Benteng terbesar yang dimiliki Kekaisaran. Walaupun begitu, tidak ada rasa iri dalam diri mereka, saling mendukung disaat kesulitan adalah cara mereka untuk terus memperkuat hubungan itu.

"Tidak ada waktu untuk itu," Jawab Belial ketus 

"Kau ini sejak dulu tidak pernah berubah ya …," Ucap Klein terdengar sedikit kecewa.

Matahari mencapai titik tertingginya, pelatihan dihentikan dan memulai jam istirahat para kadet. Setelah makan siang, mereka bebas melakukan apapun kecuali berlatih dan masuk ke ruangan-ruangan tertentu di dalam bangunan benteng, seperti ruangan Belial atau ruangan penanggung jawab benteng yang lain, juga sangat dilarang keras masuk ke gudang senjata. Meski ada larangan seperti itu, prajurit tetap menjaga area-area terlarang dengan sangat ketat.

Ivaldi sendirian bersandar di dinding timur di dalam benteng, memejamkan matanya meski sinar matahari terus menyoroti wajahnya. Ia menyelesaikan makan siangnya lebih dulu, meninggalkan Retto yang masih berada di kantin bersama kadet-kadet lainnya. Retto tau jika Ivaldi tidak bermaksud meninggalkannya, tetapi Ivaldi hanya tidak betah jika berada di tempat yang ramai. Menyendiri dan menikmati waktunya adalah hal paling favorit yang sering Ivaldi lakukan, sejak dulu ia selalu seperti itu.

"Hey, teman mu itu. Kenapa dia tidak bergabung dengan kita … Apa dia tidak menyukai kami ya?" Tanya salah satu kadet yang duduk di sebelah Retto.

"Eh? Ah Ivaldi ya … Tidak, dia hanya tidak menyukai tempat yang ramai. Sejak dulu dia selalu menyukai tempat yang sepi, meski begitu dia anak yang ramah … Ya walau dia jarang sekali berbicara, tapi dia bisa menjadi teman bicara yang baik," Balas Retto, sangat membanggakan teman masa kecilnya yang memiliki kebiasaan buruk itu.

"Eh benarkah? Entah kenapa Aku merasa dia sulit untuk didekati," Ucap kadet yang lain.

Retto tertawa mendengar itu kemudian menyangkal ucapan orang itu dan berkata sebaliknya.

Setelah Retto selesai makan siang, ia mencari Ivaldi yang ia sendiri tidak tahu kemana pria berwajah datar itu pergi. Mencari ke kamar mereka, namun tidak ada disana. Akhirnya Retto kembali ke permukaan, ke lapangan latihan mereka dan ia menemukan pria itu tengah tertidur di dekat tembok benteng sebelah timur. Meski cukup jauh dari tempatnya berdiri dan tidak begitu jelas ia melihat orang yang tengah tertidur itu adalah Ivaldi, tapi ia yakin jika hanya ada satu orang di benteng ini yang tertidur dengan sangat lelap disaat tidak ada siapapun di sekitarnya.

Retto mendekat, menatap sahabatnya yang pulas tertidur dengan tatapan dingin. Terbesit dipikirannya untuk menjahilinya, tetapi ia mengurungkan niatnya karena ia pernah memiliki kenangan buruk saat menjahili Ivaldi, ia tidak ingin merasakannya lagi.

"Hey, bangun. Mau sampai kapan Kau tidur?" Tanya Retto sembari mengguncang tubuh Ivaldi sangat kuat.

"Mmh?"

Ivaldi membuka matanya, bahkan saat bangun dari tidur pun ekspresinya tetap datar.

"Tidur diluar tidak baik untukmu," Ucap Ivaldi terdengar sedikit khawatir.

"Mataharinya hangat, lebih nyaman tidur diluar," Balas Ivaldi lalu kembali memejamkan matanya.

"Tapi itu tidak baik untukmu."

Retto menarik tangannya memaksa Ivaldi untuk bangun.

"Kau masih ingin tidur?" Tanya Retto merasa tidak tega melihat Ivaldi yang setengah sadar.

Ivaldi hanya bergumam tidak jelas dengan mata yang masih menutup, tidak dapat menjaga keseimbangannya dan berakhir jatuh di atas dada Retto.

"Astaga anak ini … Aku heran kenapa kemampuan berpedang nya sangat baik tapi sikapnya benar-benar buruk. Ivaldi ayo bangun, kuatkan dirimu sedikit lagi, aku akan membawamu ke kamar."

"Mmm … Tolong, Retto."

"Oke oke."

Retto memanggulnya di atas pundak, lalu membawanya kembali ke dalam bangunan utama. Setiap langkahnya menarik perhatian di sekitar benteng, dua penjaga yang berdiri di depan pintu bangunan utama pun sampai terkejut saat melihat Ivaldi di panggul Retto.

"Oy! Apa dia baik-baik saja!?" Tanya salah satu penjaga panik.

"Dia? Ah dia baik-baik saja, dia hanya tertidur diluar dan dia tidak mau pindah, jadi aku membawanya kedalam." Jawab Retto terdengar seperti sudah biasa di tanya seperti itu.

"A--ah begitu ya."

"Saya permisi, saya harus membawanya ke kamar. Akan saya bangunkan anak ini jika jam istirahat berakhir," Ucap Retto lalu pergi ke ruang bawah tanah.

Sesampai di kamar mereka, Retto melempar ke ranjangnya sedikit kasar. Walau begitu Ivaldi sama sekali tidak terganggu, ia masih memejamkan matanya. Retto menarik selimut yang ada di bawah kaki Ivaldi dan memakaikannya kepada Ivaldi, bagai seorang Kakak yang sedang merawat adiknya yang merepotkan. Retto sering kali lebih memperhatikan gaya hidup Ivaldi yang berantakan, Retto merasa jika ia memiliki kewajiban untuk mengawasi Ivaldi yang tidak pernah memikirkan bagaimana gaya hidupnya.

"Kau hanya fokus dengan pedangmu ya."

Ketika Retto berkata seperti itu, Ivaldi tiba-tiba membuka sedikit matanya.

"Ada apa?" Tanya Retto.

"Hey, lima tahun yang lalu kita pernah melihat Kaisar di desa kita bukan?" Tanya balik Ivaldi.

"Ya memang kenapa?"

Ivaldi terdiam sesaat, wajahnya datar dan hanya menatap langit-langit kayu ek, membiarkan Retto kebingungan dengan pertanyaan yang tiba-tiba membahas sang Kasiar.

"Tidak … Mungkin hanya perasaan ku saja," Ivaldi memiringkan tubuhnya, membelakangi Retto.

"Hah?" Retto tidak mengerti apa yang ingin dikatakan oleh temannya itu, wajahnya datar dengan suara yang juga datar membuatnya tidak dapat menebak apa yang sedang di pikirkan oleh Ivaldi. Tetapi, tidak biasanya Ivaldi memulai percakapan dengannya jika itu bukan hal yang penting.

To be continue


Load failed, please RETRY

Regalos

Regalo -- Regalo recibido

    Estado de energía semanal

    Rank -- Ranking de Poder
    Stone -- Piedra de Poder

    Desbloqueo caps por lotes

    Tabla de contenidos

    Opciones de visualización

    Fondo

    Fuente

    Tamaño

    Gestión de comentarios de capítulos

    Escribe una reseña Estado de lectura: C28
    No se puede publicar. Por favor, inténtelo de nuevo
    • Calidad de escritura
    • Estabilidad de las actualizaciones
    • Desarrollo de la Historia
    • Diseño de Personajes
    • Antecedentes del mundo

    La puntuación total 0.0

    ¡Reseña publicada con éxito! Leer más reseñas
    Votar con Piedra de Poder
    Rank NO.-- Clasificación PS
    Stone -- Piedra de Poder
    Denunciar contenido inapropiado
    sugerencia de error

    Reportar abuso

    Comentarios de párrafo

    Iniciar sesión