Descargar la aplicación
0.54% ARKALA / Chapter 2: ARSENA

Capítulo 2: ARSENA

"Sena, cepat turun, Sayang!"

"Iya, Bu. Bentar lagi!"

Gadis bernama Arsena itu menyisir rambutnya buru-buru. Dia bangun kesiangan hari ini, tidak ada waktu untuk menata atau memoleskan bedak padat di wajahnya yang sudah mulus sejak bayi.

"Tuh kan, Ibu bilang juga apa, kalau malem itu jangan keseringan bergadang. Kamu itu ngapain aja, sih?"

"Ibu kayak nggak tahu aja. Akhir-akhir ini kan si Kakak lagi nontonin drama Korea."

"Drama China," ucap Arsena membenarkan.

"Jangan keseringan nonton begituan, Kak. Nanti malah iri. Kakak kan jomblo."

Arsena mendelikkan matanya kesal. Adik laki-lakinya memang selalu membuat masalah dan gemar sekali memancing emosi Arsena yang mudah naik.

"Bobi, jangan bikin kesel Kakak kamu. Cepat habiskan sarapannya dan berangkat ke sekolah."

"Tahu, lo. Anak kecil pake sibuk ngurusin orang gede."

"Sena...."

Arsena, atau yang lebih akrab dipanggil Sena itu langsung terdiam. Hal yang paling ditakuti di rumah mereka adalah membuat sang ibu murka.

Amira, ibunda tercinta Arsena dan Bobi. Wanita yang usianya sudah tidak lagi muda itu sangat menyayangi kedua anaknya. Namun dia tidak pernah memanjakan keduanya secara berlebihan.

"Bu, Sena berangkat dulu, ya. Udah telat soalnya."

"Naik apa, Na? Mau Ibu antar?"

"Nggak usah. Sena bisa naik taksi. Dah, Ibu!"

Amira menggelengkan kepala takjub melihat anak gadisnya yang tidak memiliki sifat feminim seperti anak gadis lainnya.

"Bu, kenapa sih Kak Sena beda dari perempuan lain?"

"Hust! Habisin makanan kamu."

***

Arsena sudah berada di dalam taksi dan sedang menuju sekolah barunya. Ya, gadis itu memang baru saja pindah dari Kota Bandung yang sejuk nan indah ke Jakarta Selatan yang penuh dengan polusi dan kendaraan yang merayap.

Gadis yang sebentar lagi berusia tujuh belas tahun itu memang tidak sama seperti gadis lainnya.

"Neng, kenapa baru berangkat sekolah sekarang?"

"Hah?" Arsena melepas earphone yang sedari tadi menutup kedua lubang telinganya. "Bapak ngomong sama saya?"

"Iya. Kenapa si Neng baru berangkat sekolah sekarang? Bukannya udah telat, ya?"

"Saya siswa baru, Pak. Baru pindah kemarin. Harusnya nggak akan dihukum, sih."

"Pindahan, ya? Pindahan dari mana, Neng?"

"Dari Bandung, Pak." Arsena tersenyum ramah. Meski sikapnya tidak selembut para gadis lainnya, namun Amira selalu mengajarkan Arsena untuk bersikap sopan kepada orang yang lebih tua darinya.

"Wah... saya juga dari Bandung, Neng. Di Lembang. Si Neng dari mana?"

"Saya dari Soreang, Pak. Wah... ternyata banyak orang Bandung yang merantau ke sini ya, Pak." Arsena terkekeh. Dia memang mudah akrab dengan siapa pun, selagi orang itu tidak menyinggung kepribadian dirinya.

"Saya nikah sama orang sini, Neng. Makanya pindah. Semoga betah ya Neng di sini."

Taksi tersebut berhenti di tempat tujuan. Arsena segera memakai tas punggungnya dan keluar dari mobil itu.

Setelah membayar dan mengucapkan terima kasih, gadis itu melangkah menuju gerbang utama SMA Panca Sunshine Satria.

Namun langkahnya terhenti ketika mendengar keributan dari arah timur. Dia menoleh ke tempat terjadinya keributan tersebut.

"Mereka lagi tawuran, ya?" gumam Arsena. Gadis itu membuka bungkus permen lolipop dan memasukkan permen tersebut ke dalam mulut.

Perlahan namun pasti langkahnya menghampiri kerumunan itu dengan santai. Semua yang berada di sana masih mengenakan seragam putih abu dengan label SMA Panca, yang berarti siswa di mana Arsena akan bersekolah.

"Permisi." Arsena menerobos kerumunan dan nekat berdiri di barisan paling depan.

"Pak, ini ada apa, ya?" tanya Arsena pada seorang satpam dengan perut buncit yang menjadi ciri khasnya.

"Tawuran, Neng. Biasa, anak-anak sekolah lain nyerang sekolah kita."

Arsena menganggukkan kepala berulang kali. Di depannya saat ini, terlihat lima orang laki-laki yang berasal dari SMA Panca yang tengah berhadapan dengan siswa sekolah musuh.

"Akhirnya lo dateng juga. Ke mana aja lo, hah? Habis makan cireng di kantin?"

"Ngapain lo nyari gue? Bukannya ada temen-temen gue yang handel?"

Arsena masih sibuk menyimak. Dia sebenarnya sedikit bingung dengan judul tawuran yang sedang berlangsung.

"Kenapa lo malah ngandelin temen-temen lo? Lo takut sama kita?"

"Gue nggak pernah takut sama siapa pun. Kalau lo mau, kita bisa baku hantam sekarang."

"STOP!"

Semua mata tertuju pada Arsena, termasuk para petarung yang berdiri di tengah-tengah para penonton.

Gadis itu mengeluarkan permen lolipop dari mulutnya dan berjalan menghampiri dua kubu yang tengah bersitegang.

"Siapa lo?" tanya seorang laki-laki yang mengenakan jaket hitam pekat.

"Lo semua masih sekolah, kan? Kenapa malah tawuran? Udah ngerasa hebat, lo?"

Iqbaal yang masih memegang pengki menggeleng takjub dengan kedatangan Arsena yang berani menghentikan aksi mereka.

"Lo siapa?"

"Ar Ka La. Nama lo Arkala?" tanya Arsena, mengeja papan nama Arkala yang ada di sebelah dada kirinya.

"Mending lo pergi dari sini, sebelum lo kena pukul."

Bukannya takut mendengar ancaman Arkala, Arsena justru cengengesan sambil mengemut kembali permennya.

"Siapa yang berani pukul gue? Lo? Atau lo?" tanya gadis itu, menunjuk wajah Arkala dan laki-laki yang ia taksir adalah musuh Arkala.

"Kalau kalian berani pukul gue, mending besok-besok pake rok aja, deh. Mana ada cowok mukul cewek."

Gavin dan Iqbaal tertawa, sebelum Matteo memukul perut mereka satu per satu.

"Pergi lo," usir Arkala sekali lagi.

Arsena tidak menggubris ucapan Arkala. Gadis itu mengeluarkan ponsel dari dalam saku bajunya di depan Arkala. Membuat semua orang menatap Arsena dengan bingung.

"Halo, kantor polisi."

Seketika semuanya menjadi panik. Apalagi Raka yang merupakan tim musuh.

"Saya ingin melaporkan, bahwa ada aksi tawuran di depan sekolah saya."

"Pengecut lo!" hardik Raka dan pergi membawa anak buahnya.

Setelah memastikan kelompok musuh pergi tanpa sisa, Arsena memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku.

"Lo beneran telepon polisi?" tanya Gavin memberanikan diri.

"Emang nomor telepon kantor polisi berapa?"

***

Seluruh siswa sudah kembali ke dalam kelas masing-masing. Keributan hari ini berakhir, setelah seorang gadis berpura-pura menghubungi pihak kepolisian yang menyebabkan kelompok musuh pergi begitu saja.

"Vin, cewek tadi siapa, ya?" tanya Iqbaal, yang letak kursinya berada di belakang Gavin.

"Seumur-umur gue jadi playboy kelas kakap di sekolah ini, gue belum pernah liat dia, sih. Apa jangan-jangan, dia anaknya Pak Bowo?"

Iqbaal menggeplak kepala Gavin tanpa sungkan. "Gila lo, ya? Masa anak Pak Bowo cantik begitu. Lo lupa tampang bapaknya kayak gimana?"

Gavin menyengir lebar sembari mengacungkan dua jari tanda perdamaian.

"Pengumuman semuanya, hari ini kita akan kedatangan murid baru. Bentar lagi orangnya masuk." Itu Eriko. Dia merupakan ketua kelas yang paling multitalent di seluruh perhimpunan ketua kelas SMA PASUTRI.

"Siapa, Ko?"

"Cewek atau cowok?" tanya Gavin dengan suara paling lantang.

"Katanya sih, cewek. Tapi liat aja nanti."

"Baal, berani taruhan sama gue, nggak?"


Load failed, please RETRY

Regalos

Regalo -- Regalo recibido

    Estado de energía semanal

    Rank -- Ranking de Poder
    Stone -- Piedra de Poder

    Desbloqueo caps por lotes

    Tabla de contenidos

    Opciones de visualización

    Fondo

    Fuente

    Tamaño

    Gestión de comentarios de capítulos

    Escribe una reseña Estado de lectura: C2
    No se puede publicar. Por favor, inténtelo de nuevo
    • Calidad de escritura
    • Estabilidad de las actualizaciones
    • Desarrollo de la Historia
    • Diseño de Personajes
    • Antecedentes del mundo

    La puntuación total 0.0

    ¡Reseña publicada con éxito! Leer más reseñas
    Votar con Piedra de Poder
    Rank NO.-- Clasificación PS
    Stone -- Piedra de Poder
    Denunciar contenido inapropiado
    sugerencia de error

    Reportar abuso

    Comentarios de párrafo

    Iniciar sesión