Descargar la aplicación
5.46% LIKENZO / Chapter 20: Special Chapter 20

Capítulo 20: Special Chapter 20

Chapter 20 : Special Chapter20

_Likenzo_

Keesokan harinya..

Lidia sudah berdiri didepan gang komplek rumahnya, menunggu jemputan dari temannya yang tak lain adalah Hani.

Sedari tadi ia terus melirik Jam, karena banyak sekali jadwal padat untuk ia kerjakan. Pukul 11.20 siang, janji pagi tapi berangkat sebelum dzuhur. Kebiasaan Lidia sekali, tak apa yang penting temannya tidak kesal menunggu.

Satu motor melaju dan menepi didepannya, dia Hani yang baru saja sampai.

"Lama! Ku bilang kan pagi, kenapa dirimu baru siap jam segini?" Omel Hani.

"Hehe.. Maaf, aku ada problem dengan pekerjaanku. Yasudah ayok!" Sahut Lidia.

"Ayuk! Tapi kita ke rumahku lagi ya? Tunggu dzuhur, kita sholat dulu." Ajak Hani.

Lidia terdiam sejenak, kalau sholat dulu di rumahnya, lalu apa bedanya jika sholat di rumah Lidia? Kalau seperti itu lebih baik menunggu saja di rumah masing masing, lalu setelah adzan berkumandang barulah mereka berangkat.

Walaupun ada rasa heran di benaknya, tapi Lidia tak memperdulikan. Bodo amat, terpenting ia jadi keluar rumah. Hitung hitung refresing dari banyaknya tugas dan masalah hidup, ia ingin lari dari kehidupan sejenak.

Tanpa lama Lidia naik di jok motor, di bonceng oleh temannya dengan hati hati menelusuri jalan.

Diperjalanan Lidia berbincang bincang seputar kekasih dari temannya itu, sedikit rasa bahagia tercipta untuk temannya. Dan sisa rasa di dada adalah rasa sesak, karena iri dengan kehidupan temannya yang begitu sempurna.

Meski begitu, Lidia tak pernah menyuarakan isi hatinya, ia lebih banyak diam soal kehidupannya yang buruk. Ia ingin terlihat bahagia walaupun orang banyak tahu hidupnya jauh dari kata sempurna, Lidia selalu ingin bersyukur dengan apa yang jadi miliknya. Namun sesekali, dia ingin semua orang tahu, kalau dirinya juga ingin diperhatikan layaknya orang berharga.

"Nanti di rumahku kita kutekan okay, aku punya kutek warna bening. Kau pasti suka." Ujar Hani.

"Hemm.."

"Btw Ya, nanti kita kesana naik kereta. Kau sudah membawa surat Vaksin?" Tanya Hani sambil mengemudi.

"Bawa, kita ke PVJ ada apa? Meet saja?" Lidia.

"Ya. Kita nonton di XXI sana, sekalian mencuci mata. Teman pacarku juga akan ikut, uhh.. Kau tahu? dia sangat tampan, bahkan menurutku dia lebih tampan dari pacarku saat i-"

"Hust! Ingat kau sudah ada kekasih, syukuri itu." Tegur Lidia.

"Hehe.. Maaf Ya, aku terlalu terbawa suasana. Meskipun teman pacarku itu lebih tampan, tapi tetap yang aku suka adalah pacarku." Jelas Hani.

Lidia tersenyum dan mengangguk. Sesampainya di rumah gadis itu, Lidia mengikuti Hani masuk ke dalam rumah dan tak sengaja bertemu dengan Ibu dan Ayah dari temannya.

"Assalamualaikum Ibuu!" Sapa Lidia pada Ibu dari temannya. Disusul mencium tangan kedua orang tua itu.

"Waalaikumsalam, ayok masuk masuk!" Balasnya mengelus lembut pucuk kepala Lidia.

Aku pun lanjut mengikuti Hani dari belakang menaiki tangga, sesaat sampai di kamar tak sengaja pulak Lidia bertemu dengan saudara perempuan kembaran temannya yang bernama Hana.

"Hi Na!" Sapa Lidia.

"Eh Lidia? Mau kemana kau dan Hani?" Tanya Hana kaget melihat pakaian Lidia yang rapih.

"Entah, coba kau tanyakan pada adikmu." Kata Lidia tersenyum lalu pergi menyusul Hani.

Di dalam kamar, Lidia duduk di ranjang milik temannya. Tanpa basa basi ia langsung menayakan kutek yang Hani janjikan.

"Ni, kuteknya mana?" Tanya Lidia.

"Di atas laci meja, coba kau cari sendiri saja." Sahut Hani berlalu keluar kamar, tak tahu dia akan kemana.

Lidia mengambil kutek yang sudah ada terlihat jelas diatas laci, ia bertanya pada temannya itu sebenarnya hanya untuk basa basi.

"Pay?" Tak sengaja pulak Lidia melihat kue Pay diatas laci yang terlihat begitu menggoda.

"Ni, ini kue Pay siapa?" Tanya Lidia sedikit berteriak.

"Makan saja! Itu aku sengaja sisihkan untukmu!" Balas Hani dari luar kamar.

Aku sumringah, woah kue Pay. Aku mengambil kue Pay itu sambil berucap terimakasih. Karena aku belum makan dari pagi, jadinya gadis ia memakan kue tersebut sekarang.

"Coklat? Umm.. Enak, setidaknya mengganjal perutku sampai disana." Gumam Lidia.

"Kau belum makan?"

Lidia sedikit terkejut dengan kehadiran Hani yang tiba tiba sudah disebelahnya. "Iya," Jawab Lidia.

"Mau makan? Aku bisa ambilkan nasi atau cemilan untukmu," Tawar Hani.

Lidia menggeleng. "Tidak perlu, aku sedang diet." Bohong, itu hanya alasan Lidia menghindar dari kebaikan temannya. Ia masih punya malu untuk makan di rumah teman sendiri, dirinya terlalu malu.

"Benar?"

"Ya." Yakin Lidia.

"Baiklah, kau kutek sendiri kukumu. Tenang saja, kutek itu halal. Sehabis itu kau wudhu, sebentar lagi adzan dzuhur dan kita harus sholat." Ujar Hani.

"Ayeyey kapten!" Canda Lidia lalu beranjak keluar kamar.

**

Sorenya. Mereka berdua sudah sampai di Stasiun kereta Padalarang menuju Stasiun Bandung. Setelah memarkirkan motor, Lidia dan Hani berjalan memasuki pembatas gapura stasiun.

Sedari turun dari motor Lidia sedikit risih, karena temannya itu sesekali meliriknya. "Kenapa?" Tanya Lidia.

Hani tersenyum. "Tumben sekali kau keren dengan stille mu Ya, daebak!" Puji Hani memberi jempol.

"Terimakasih." Kekeh Lidia.

Mereka berdua masing masing membeli tiket kereta, sambil menunggu kereta datang tiba tiba saja perut Hani begitu lapar.

'Krewewekk'

Suara perut temannya itu berbunyi, Lidia yang mendengarnya jelas spontan tertawa.

"Kau lapar?" Tanya Lidia.

Hani menggaruk kepalanya tak gatal, dia terlalu malu untuk menjawab. "Aku juga belum makan sebenarnya," Ujar Hani.

"Hahah.. Yasudah disana nanti kita beli Roti saja," Sahut Lidia.

Hani mengangguk.

"Nenk pada mau kemana?"

Lidia dan Hani menoleh saat salah seorang staf maskapai kereta bertanya ke arah mereka berdua. "Ya?" Hani.

"Kami mau ke Bandung pak." Jawab Lidia.

"Ouh.. Naik saja langsung ke kereta." Saran Pak Maskapai.

"Ouh bisa?" Tanya Hani.

Maskapai itu tersenyum mengangguk, "Selamat menempuh perjalanan!" Serunya lalu pamit pergi.

Lidia dan Hani saling memandang, dengan terburu buru mereka mengejar kereta dan naik secara berurutan. Di dalam gerbong, Hani mengarahkan Lidia untuk duduk di salah satu kursi kosong disana.

"Sudah kita duduk saja disini." Ucap Hani diangguki Lidia.

"Ouh my god. My first momend, train to Bandung!" Pekik Lidia.

Hani yang mendengarnya melotot dan segera menggeplak lengan gadis itu. "Jangan buat malu di kereta!" Tegurnya.

Lidia cengengesan, jujur momend ini adalah momend pertama dia naik kereta cepat. Biasanya dia hanya naik ojeg, mobil biasa, angkot dan motor saja. Jadi saat menaiki kereta rasanya ia begitu senang, karena kini dia sudah tahu cara bagaimana memesan tiket kereta dan sampai ditujuan dengan waktu yang lebih singkat.

Awal menaiki kereya Lidia merasa takut, takut dia akan mual. Tapi setelah beberapa menit berjalan, dia merasa lega karena ternyata rasa menaiki kereta tidak seperti di angkot atau mobil lainnya.

"Kenapa kau?" Tanya Hani menertawakan temannya.

"Tidak papa." Sahut Lidia.

"Ouh iya Ya, nanti pacarku juga akan membawa temanny-"

"Aku sudah tahu Han." Potong Lidia merasa jengkel.

"Ouh.. Aku sudah memberi tahumu sebelumnya ya?" Tanya Hani.

Lidia tersenyum manis. "Sudah!"

"Biasa saja kali, kau tak perlu ngegas padaku. Lagi pula kau tahu nama temannya? Namanya Ferli. Yang pernah ku ceritakan tadi bahwa dia lebih tampan dari pacarku, ini dia fotonya." Ujar Hani menyodorkan layar handphonenya.

Lidia mengabaikannya, tak perduli dia tampan atau tidak. Terpenting ia ingin hari ini segera berakhir, heol.. Apa kini dia akan merasakan kencan buta? Bahkan membayangkannya saja.. Rasanya mustahil. Ya, Lidia typekal wanita yang sangat sensitif. Ia hanya takut mengecewakan orang orang disekitarnya.

Lidia memandang kaca jendela disampingnya, mata teduh dan bibirnya yang bergumam pelan. "Semoga.. Hariku bisa bahagia seperti mereka, semoga dan aamiin.." Gemercik hujan dari atas langit sepertinya tidak terlalu mendukung.


Load failed, please RETRY

Regalos

Regalo -- Regalo recibido

    Estado de energía semanal

    Rank -- Ranking de Poder
    Stone -- Piedra de Poder

    Desbloqueo caps por lotes

    Tabla de contenidos

    Opciones de visualización

    Fondo

    Fuente

    Tamaño

    Gestión de comentarios de capítulos

    Escribe una reseña Estado de lectura: C20
    No se puede publicar. Por favor, inténtelo de nuevo
    • Calidad de escritura
    • Estabilidad de las actualizaciones
    • Desarrollo de la Historia
    • Diseño de Personajes
    • Antecedentes del mundo

    La puntuación total 0.0

    ¡Reseña publicada con éxito! Leer más reseñas
    Votar con Piedra de Poder
    Rank NO.-- Clasificación PS
    Stone -- Piedra de Poder
    Denunciar contenido inapropiado
    sugerencia de error

    Reportar abuso

    Comentarios de párrafo

    Iniciar sesión