"Kamu kenapa? Marah? Aku minta maaf soal waktu itu, kamu enggak marah, kan?" tanya Logan yang sengaja main ke lokasi syuting, iseng-iseng untuk bertemu dengan Rachel dan mencoba untuk meminta maaf atas kejadian beberapa hari yang lalu di restoran.
Memang salahnya sih padahal Rachel menginginkan untuk makan di rumahnya, tapi ia malah membawanya ke restoran. Tapi Logan melakukannya bukan bukan tanpa alasan, melainkan ingin menghindari hal-hal yang tidak diinginkan ketika mereka kerap sekali berduaan di dalam rumahnya.
"Marah, kenapa? Tidak ada urusannya sama aku," ketus Rachel membuat Logan terkekeh.
"Ya sudah kalau begitu semangat kerjanya dan jangan lupa makan yang teratur, kalau makanannya tidak cocok nanti akan aku order kan makanan dari restoran," ujar Logan yang berniat untuk pergi dari area shooting dan hendak kembali ke ruangannya, namun lebih dulu suara Rachel menahan langkah kakinya.
"Ish dasar enggak peka, udah tahu aku lagi ngambek bukannya dibujuk malah cuek aja. Ish dasar semua laki-laki sama aja," gerutu Rachel sembari memukul-mukul tas yang ada di pangkuannya.
Logan membalikkan badannya dan kembali menghampiri wanita yang sedang marah padanya, ia mengeluarkan sesuatu dari dalam saku blazernya kemudian diberikannya kepada Rachel.
"Apa ini? Coklat? Ngapain kamu kasih aku coklat? Aku bukan anak kecil yang kalau marah bisa dibujuk begitu saja dengan dikasih coklat," ketus Rachel.
"Terus kamunya dibujuk dengan pakai apa? Berlian? Emas? Silver? Atau apa katakan saja? Silakan kamu bisa membelinya sendiri di mall," ujar Logan yang sedikit kesal karena pemberiannya tidak dihargai sama sekali, padahal tadi pagi sebelum berangkat ke kantor ia menyempatkan waktu, untuk mampir ke supermarket terlebih dahulu dan membeli coklat tersebut.
Logan menaruh coklat tersebut di salah satu kursi yang berada di sampingnya Rachel, tanpa peduli siapa nanti yang akan memakan coklat tersebut. Mau diterima atau enggak, yang penting ia sudah punya niatan untuk meminta maaf.
Drrrtt drrtt drrtt!!
"Milea"
Is calling....
"Halo?"
"Halo, Gan? Kamu lagi ada di mana sekarang? Gimana soal permintaan aku untuk kamu mencarikan rumah selama aku berada di Indonesia?"
"Astaga, aku lupa mencarikannya. Maaf banget ya, beberapa hari ini aku sibuk banget di kantor. Maaf ya, aku lupa coba nanti aku tanyakan pemilik komplek."
"Kalau bisa tolong carikan secepatnya ya, soalnya lusa aku udah berangkat ke Indonesia."
"Siap, nanti abis ini aku carikan. Jangan lupa bawain oleh-oleh buat aku dan juga buat orang-orang di rumah, masa kamu jauh-jauh dari Singapura cuma bawa baju sama koper doang. Nanti apa kata Andi kalau melihat tantenya pulang tapi tidak membawa apa-apa?"
"Ish bawel ah, kalau untuk Andi aku sudah membelikannya dari jauh-jauh hari jadi kamu tidak perlu khawatir, tapi kalau untuk kamu aku bingung mau ngasih apa karena kamu udah punya semuanya di sana. Ya udah nanti aja gampang kalau udah nyampe di Indonesia aku traktir kamu makan sepuasnya."
"Wahh asikk, sekalian traktir liburan juga, dong hehe?"
"Ish malu sama black card di dompet, bisa-bisanya minta ditraktir liburan sama cewe?"
"Memangnya kenapa? Aku tidak minta ditraktir liburan sama cewek lain tapi aku mintanya sama kamu, yang jelas-jelas kamu adalah sahabatku sendiri jadi tidak masalah kalau aku minta sama kamu, toh uang kamu juga banyak di bank jadi sayang kalau enggak digunain."
"Hilih, udah ah aku mau lanjut beberes. Masih ada beberapa barang yang belum aku masukin ke dalam koper. Udah ya bye, salam buat Andi dan bilang sama dia kalau aku lusa pulang ke Indonesia."
"Iya, nanti aku sampaikan."
Tanpa Logan sadari seorang wanita sedari tadi berdiri di belakangnya dengan kebingungan. Seketika tangannya berkacak pinggang dan memikirkan, siapa yang baru saja ditelepon oleh laki-laki yang disukainya tersebut.
"Sahabat? Siapa, ya? Sahabatnya Logan yang mana?" heran Rachel.
"Rachel? Kenapa kamu ada di sana? Ayo kita kembali syuting," tegur sang asisten.
Sedikit tidak fokus saat pengambilan gambar, membuat sang sutradara yang sedari tadi mengarahkan sedikit kesal karena artisnya kebanyakan melamun hari ini.
"Tolong dong, kalau lagi banyak pikiran jangan dibawa sampai ke kerjaan jadi imbasnya kayak gini, pengambilan gambar jadi lama terus enggak jadi-jadi videonya," omel sang sutradara kepada Rachel.
"Kamu kenapa?" tanya sang asisten.
"Sepertinya aku sedang tidak sehat hari ini, bisa take videonya diundur jadi besok?" pinta Rachel membuat sang sutradara menghela nafasnya.
"Ya sudah kalau begitu, daripada pengambilan gambar diambil terus berulang namun hasilnya tidak ada yang bagus, lebih baik ditunda saja sampai keadaan kamu sembuh dan kembali fit. Ingat pesanku tadi kalau lagi ada banyak masalah jangan sampai dibawa ke kerjaan, kalau kamu mau jadi artis yang profesional kamu harus bisa menyembunyikan masalahmu dan lebih mengutamakan profesional dalam bekerja," tegur sang sutradara kemudian membubarkan para kru dan menyuruh mereka untuk membereskan peralatan syuting hari ini.
Rachel langsung bergegas mengambil tasnya kemudian hendak pulang ke rumah, diikuti oleh asistennya yang berjalan di belakangnya.
"Perasaan tadi kamu baik aja deh, kenapa jadi sekarang tidak fokus kayak, gini? Apa yang membuat kamu tidak fokus? Kamu bisa cerita sama aku kamu lagi ada masalah?" tanya sang asisten.
"Tidak ada, aku hanya capek aja," ujar Rachel.
"Ya sudah kalau kamu tidak mau cerita sekarang tidak papa, tapi nanti kalau kamu butuh teman curhat kamu bisa panggil aku aja." Sang asisten membukakan pintu mobil untuk artisnya tersebut, kalau sudah seperti ini ia paham betul bahwa artisnya menginginkan waktu untuk sendiri. Alhasil sang asisten pulang sendiri ke rumah naik kendaraan umum, karena rumahnya dengan rumah artisnya berbeda arah.
Logan menelpon salah satu pemilik dari komplek perumahannya, sekaligus beberapa komplek di sekitarnya juga. Jadi bisa sekalian nanti pulang dari kantor, langsung ngecek satu persatu rumah yang cocok untuk ditempati sahabatnya.
"Nanti aku ajakin Andi juga deh, biar dia bisa ikut ngasih penilaian," ujar Logan sembari menyelenggarakan pekerjaannya.
Beberapa jam kemudian setelah pekerjaannya selesai, Logan langsung mengemasi barang-barangnya kemudian keluar dari kantor dan berniat pulang ke rumah untuk menjemput adik kesayangannya.
Jarak dari kantor ke rumah tidak perlu memakan waktu hingga berjam-jam untuk sampai, begitu mobilnya sudah memasuki pekarangan rumah Logan melihat sang adik sedang bermain mobil-mobilan di halaman depan bersama dengan omanya.
"Papa? Tumben pulang cepet?" sapa sang adik.
"Hai, Boy. Papa, hari ini sengaja pulang cepat mau menjemput kamu," ujar Logan sembari mengelus kepala adik kesayangannya.
"Memangnya kita mau pergi ke mana? Kita mau jalan-jalan ke mall, ya?" tanya Andi yang begitu antusias.