Sesuai perkataan Anti bahwa hari ini Calisa akan datang menjenguk Jaya. Wanita bertubuh jangkung itu muncul tatkala Rubi sedang membantu suaminya untuk minum obat. Calisa hadir ditemani oleh Anti. Sementara Hardi dan Melani tidak berada di ruangan, karena masih memiliki kesibukan lain.
Rubi menyipitkan netra ke arah Calisa. Untuk apa perempuan ini datang? Batinnya. Rubi jadi teringat perkataan Anti kemarin, jika ia akan melakukan berbagai cara untuk memisahkan Rubi dari Jaya.
"Jaya. Bagaimana keadaanmu?" Calisa berdiri di sisi brankar pasien.
Aroma parfum menyeruak di seluruh ruangan. Calisa tampil begitu memesona. Rubi menilik sekujur tubuhnya. Seketika ia jadi minder. Benar kata Anti, bahwa Rubi tak sebanding dengan keluarga mereka dan juga Calisa.
"Lebih baik," balas Jaya singkat.
Sejujurnya Jaya tidak terlalu menyukai Calisa. Namun dia tak mampu juga menolak kedatangan wanita tersebut.
"Ah, iya. Ini ada buah tangan dariku." Calisa meletakkan sebuah parcel di atas nakas.
"Terimakasih." Jaya tersenyum tipis.
"Aku sedih sekali mendengar kabar bahwa kau kecelakaan. Apalagi saat tahu jika istrimu kurang peduli,"
Kepala Rubi sontak menoleh ke arah Calisa. Perempuan itu mulai memancing keributan. Membuat Rubi menjadi risih.
Sedangkan Jaya hanya diam tanpa merespon ucapan Calisa. Sesungguhnya hingga sampai sekarang pun, Jaya masih menaruh kesal pada istrinya sendiri. Anti mengatakan bahwa Rubi sengaja tidur di ruang tunggu dan kembali ke kamar setelah dibangunkan oleh Hardi tadi malam. Rubi baru menemani suaminya beberapa jam terakhir. Sayangnya, semua itu hanyalah akal-akalan Anti saja. Dia berhasil mencuci otak anaknya sendiri.
"Calisa. Kalau kau mau, kau bisa membantu Tante untuk merawat Jaya di sini," imbuh Anti. Ia melirik Rubi dari ekor mata.
"Aku bisa menjaga suamiku," sela Rubi kesal.
"Tante. Sepertinya ada yang sedang terbakar api," sindir Calisa.
Anti dan Calisa terkekeh melihat wajah masam Rubi. Selanjutnya, Calisa menyenggol lengan Anti guna mengisyaratkan sesuatu.
"Ehm! Rubi. Sepertinya tidak air di sini. Bisa kau belikan di luar untuk kami?" Kepala Anti mengitari seantero ruangan. Mencari apa yang tidak ada di dalamnya.
Rubi membenarkan dalam hati. Oleh karena itu, dia langsung keluar ruangan untuk membeli minuman.
"Sebentar ya, Mas," titah Rubi sebelum ia benar-benar pergi.
Rubi menuruni anak tangga dan berjalan di sepanjang koridor rumah sakit. Suasana cukup sepi. Hanya ada satu dua suster yang lewat. Anehnya, Rubi merasa seakan ada yang mengikutinya. Dia mencoba memutar tubuh, tapi tidak menemukan siapapun.
"Mungkin perasaanku saja," batin Rubi.
Kembali wanita bertubuh mungil itu melanjutkan perjalanan. Ketika Rubi tak lagi memikirkan kejanggalan tersebut, tiba-tiba saja ia merasakan pergelangan tangannya dicekal. Rubi berbalik badan dan pemandangan yang terakhir kali dilihatnya adalah sosok tegap tinggi dan menggunakan topeng hitam. Wajah Rubi ditimpuk dengan sarung tangan. Tak lama setelah itu Rubi kehilangan kesadaran.
Sementara itu di ruangan pasien.
"Kurang ajar sekali istrimu itu. Sudah dua jam, tapi dia tidak balik juga," cercah Anti sambil melipat tangan.
"Pasti dia sengaja menghilang, Tante," tambah Calisa. Semangatnya untuk menjelek-jelekkan Rubi semakin berkobar.
Dua jam sudah ketiganya menanti kehadiran Rubi, tapi perempuan itu tak kunjung tampak. Berulang kali juga Jaya bertanya pada Mamanya. Ia merasa bahwa Rubi mendadak aneh semenjak ia sakit.
"Jangan-jangan telah terjadi sesuatu dengan Rubi, Ma," seru Jaya. Pikirannya kalut memikirkan keberadaan sang istri.
"Sesuatu bagaimana? Tidak ada apa-apa di sini, Nak. Lagipula, Rubi kan sudah besar. Mama yakin pasti dia sengaja menghindar,"
"Jangan pikirkan istri seperti dia, Jaya. Masih ada aku yang akan merawatmu." Calisa menampilkan deretan gigi putih nan rapinya.
***
"Masuk!"
BRAK!!!
Suara pintu dibanting terdengar nyaring.
Rubi spontan siuman seusai telinganya menangkap bariton tersebut. Betapa kagetnya ia ketika tahu bahwa dirinya berada di ruangan asing. Rubi bertanya-tanya dalam benak. Tiga orang pria di hadapannya membuka topeng.
"Siapa kalian?" bentaknya.
Sosok asing itu hanya tertawa lepas. Rubi tidak mengenali satu pun diantara mereka.
"Boris, cepat lakukan!" ujar pria gemuk pada teman di sebelahnya.
Lelaki bernama Boris itu mendekati Rubi yang masih linglung di hamparan kasur. Ia menarik kemeja Rubi dan mulai membuka kancingnya satu per satu.
"Hei, mau apa kalian?"
Rubi yang mendapati perlakuan tidak senonoh spontan emosi. Ia meronta-ronta ingin dilepaskan. Sayangnya, tenaga Rubi tidak sebanding dengan Boris. Sehingga membuat pria itu sukses melucuti pakaiannya lalu memeluk tubuh Rubi.
Konyolnya, Boris dan teman-temannya tidak melakukan apapun selain melucuti pakaian Rubi lalu memeluknya saja. Mereka ngacir dan mengunci Rubi seorang diri.
Cepat-cepat Rubi meraih knock pintu lalu menggedornya. Rubi histeris. Urat lehernya menjegul karena berteriak, tapi tak ada satupun yang mengindahkan.
"Buka pintunya!"
Dor! Dor! Dor!
Rubi menyandarkan tubuhnya di balik pintu. Ia mengusap pipinya yang digenangi air mata. Pikiran Rubi tertuju pada Jaya. Pasti suaminya sudah menanti di sana.
Rubi tidak mengerti dengan semua ini. Jika memang ketiga pria tadi sengaja menculiknya, lalu kenapa mereka tidak melakukan apa-apa selain melucuti pakaian Rubi saja?
Kepala Rubi mendadak berat. Ia tak mampu menyerap semua kejadian ini.
***
Dua hari berlalu. Di keluarga Hardi tengah terjadi huru hara akibat hilangnya Rubi. Wanita itu izin untuk membeli minuman, tapi tak kembali hingga sekarang. Rubi juga tidak memegang ponsel untuk dihubungi.
Hardi sudah menghubungi pihak kepolisian untuk mencari keberadaan menantunya tersebut. Sayangnya, Rubi belum bisa ditemukan.
Saat ini, Hardi dan Jaya sedang berada di ruangan yang sama. Jaya selaku suami Rubi benar-benar tidak menyangka jika istrinya pergi begitu saja. Andai Jaya sehat, pasti dia sendirilah yang akan turun tangan guna mencari perempuan itu.
"Kalian tidak usah repot-repot memikirkan Rubi, karena aku sudah tahu alasan dia menghilang,"
Seketika pintu kamar terbuka dan menampilkan wajah Anti di sana.
Hardi langsung bangkit dari kursi. Ia berjalan ke arah istrinya.
"Apa maksudmu, Anti?" tanya Hardi penasaran.
Kemudian Anti mengeluarkan sesuatu dari tasnya. Ia memberikan benda itu pada Hardi dan Jaya.
Jantung Hardi berdegup kencang tatkala menyaksikan pemandangan yang ada di depan mata. Begitupun dengan Jaya, pria itu langsung meraup wajahnya kasar. Sebuah foto Rubi tidak menggunakan pakaian bersama pria lain di kamar.
"Apa-apaan ini?" Hardi membuang kertas tersebut.
"Aku tidak tahu, Mas. Aku menemukan foto-foto itu di depan pintu rumah kita saat mau pergi ke sini," balas Anti.
"Apa ini bagian dari ulahmu, Anti?" Hardi menyelidiki istrinya sendiri. Bagi Hardi, mustahil Rubi berlaku sekeji itu.
"Mas menuduhku? Untuk apa aku melakukannya?"
"Rubi itu perempuan baik. Tidak mungkin dia mengkhianati Jaya,"
"Jangan terlalu percaya pada dia, Mas. Tampangnya saja yang polos, tapi kelakuannya seperti binatang buas. Semuanya sudah jelas. Rubi sangat menikmati sentuhan pria asing itu,"
Anti meraih kertas yang tercecer di lantai dan menunjuk wajah Rubi yang kelihatan mendongak sambil memejamkan mata.
"Aaaargh! Kenapa tega sekali Rubi mengkhianatiku?"
Tiba-tiba saja Jaya meremas kepalanya sendiri. Ia frustasi setelah melihat gambar tidak senonoh tersebut. Jantungnya serasa ingin meletup.
Dari sinilah kehancuran rumah tangga Jaya dan Rubi terjadi.
***
Bersambung
Penasaran dengan kisah selanjutnya?
Terus pantengi kisah Rubi dan Jaya, ya.
Buat kalian yang mau buka kunci, nih aku kasih kodenya.
ABBHYLDQ2D8EE3TTA