Suara yang pelan itu tak mengandung ekspresi sama sekali. Rasanya seolah suara itu berasal dari dalam neraka.
Ingatan itu, Petra yakin, sudah dilupakannya. Namun sekarang, ketika teringat akan kenangan itu lagi, kepalanya masih terasa sakit.
Petra memejamkan matanya erat-erat dan terus menggelengkan kepalanya, berusaha menghilangkan ingatan yang tak tertahankan itu.
Ketika Petra kembali membuka matanya perlahan-lahan, matanya tampak gelap dan tak berdasar. Tepian matanya merah, tampak nanar seperti monster yang menggila.
Dalam waktu tiga bulan, dia berhasil kabur dari tempat dan orang yang gila itu…. Tak ada yang mampu mengerti kegigihan seperti apa yang dibutuhkannya untuk bisa menghadapi trauma akan tiga bulan itu.
Napasnya perlahan mulai tenang. Terdengar suara samar-samar dari dalam kamar; suara ibunya yang tajam.
Petra menolehkan kepalanya melirik pintu yang tertutup, dan akhirnya, dia menyeret tubuhnya yang lemas dan seberat batu menuju kamarnya.