Melihat pesan teks dari Mia, Petra pun mengangkat bibir tipisnya, tatapannya berubah gelap….
Petra tidak menyadarinya, tetapi para eksekutif di ruang rapat merasa seperti musuh Petra…. Kapan mereka pernah melihat Petra tersenyum seperti ini?
Ini pasti berbahaya, apalagi kalau Petra akan memberhentikan karyawan, atau akan mengumpat!
Diam-diam, mereka menelan air liur tanpa sadar. Mereka tahu Petra memasang ekspresi seperti itu karena melihat sesuatu di ponselnya, tapi mereka masih merasa bahwa mungkin bahaya akan datang bagi sang general manager.
Petra tidak menjawab Mia lagi, dan setelah dia mematikan ponselnya, dia kembali menoleh ke arah para eksekutif. "Belum ada rencana?"
Berbeda dari senyum jahatnya tadi, wajah Petra kini serius. Tidak ada ekspresi di wajahnya yang bak ukiran patung.
"Pak, boleh saya minta satu hari lagi?" Sang general manager merasakan keringat dingin mengalir di punggungnya. "Saya pasti akan menemukan cara besok."
Bibir tipis Petra terangkat pelan. "Satu hari?"
Sang general manager menelan air liur. "Setengah, setengah hari.... Sebelum selesai bekerja hari ini, saya pasti akan menemukan solusinya."
"Bagus!" jawab Petra. "Saya harap tidak akan mengecewakan…. Rapat selesai." Dia baru saja melontarkan kata-kata itu dari mulutnya, dan dia sudah meninggalkan ruangan dengan satu tangan di dalam saku celana.
Setelah Petra Ardian pergi, barulah para peserta rapat itu menghela napas pelan; mereka semua sudah gugup dengan punggung berkeringat.
Mia menopang kepalanya dengan satu tangan dan menatap ponselnya lurus-lurus. Setelah pesan teks barusan terkirim, Petra tidak menjawab lagi, dan dia tidak tahu apa maksud pria itu.
"Hah…." Mia menghela napas dan bergumam pada diri sendiri, "Aku tidak suka sikapnya yang seperti itu. Kasar!"
Marah pada dirinya sendiri, dia membanting ponsel ke atas meja dan memutuskan untuk pergi.
Karena belakangan ada banyak proyek real estate yang direncanakan, perusahaan konstruksi dalam segala skala terjebak dalam jadwal yang sibuk. Akan tetapi, sesibuk apa pun mereka, akan selalu ada gunjingan di mana-mana bagi perempuan!
"Menurutku, hanya ada dua hal yang mencurigakan soal Maya Liana saat ini!" Andini mengangkat guntingnya dan memainkannya di tangannya. "Yang pertama, apakah ada ketentuan rahasia di film barunya? Kedua… ada apa dengan skandalnya bersama Petra Ardian? Apa skandal itu benar adanya? Atau hanya untuk menaikkan film barunya?"
" ... " Mia memandang semua orang yang jelas sedang menggosip itu, membicarakan Petra lagi, Petra lagi. Dia berkata dengan lelah, "Tolong jangan menyebut-nyebut Petra. Bagiku, semuanya tidak akan baik-baik saja."
Fira menyeringai, "Jangan-jangan, Kak Mia…. Kakak tidak bisa hanya memikirkan tekanan dari direktur, Kakak juga harus berpikir, kalau Kakak bisa mendapatkan pesanan desain ini, Berlian akan menjadi mendapat sorotan dan kesempatan emas." Dia memainkan alisnya. "Jadi Kakak sudah mendapat motivasi?"
Mia mengedikkan bahu dan melihat ke arah Fira. Dia mengeluh, "Belum…."
"Mia, jangan terlalu dipikirkan...." Layla mengerutkan dahi dan menatapnya. "Kalau mau dibicarakan, bagus, tapi kalau tidak bisa, bukan berarti kita akan kalah, 'kan?"
Mia mengerutkan bibirnya dan mengangguk, lalu bangkit dan pergi ke dapur untuk menyeduh kopi.
Para wanita di ruangan itu masih membicarakan sang "suami bersama", Petra Ardian. Mia bersandar di meja, mendengarkan gurauan semua orang, dan berpikir dengan lebih serius….
Setelah pulang kerja, Mia menyeret tubuhnya yang lelah kembali ke Taman Dewata, seperti biasa. Sebuah rumah yang kosong tanpa siapapun selain dirinya.
Mia hanya memasak makan malam dan makan, lalu mandi dan pergi tidur.
Ketika duduk di tempat tidur, dia menimbang-nimbang apakah dia harus mengirim pesan lagi ke Petra untuk bertanya….
Tapi, melihat waktu, dia tidak tahu Petra sedang melakukan hal lain, atau sudah kembali ke rumahnya di utara Jakarta. Siapa tahu Petra tidak mau diganggu?
Lupakan saja!
Mia bosan sendirian. Dia pun membuka The Jakarta Forum untuk melihat topik-topik mengenai desain arsitektur.
Ada yang kebetulan memasang foto keseluruhan Apartemen Dahlia serta beberapa foto layout unit-unitnya. Di antaranya adalah layout apartemen Maya Liana….
Tidak ada rahasia yang sifatnya abadi di dunia ini, apalagi bagi seorang artis seperti Maya Liana.
Segera setelah foto Apartemen Dahlia diunggah, seseorang mendatangi Maya Liana di apartemennya…. Skandal yang tersebar mencurigai Petra, dan topik itu panas dibicarakan di forum.
Karena skandal antara dua orang ini, beberapa orang yang netral di forum mulai mencari tahu soal istri Petra Ardian….
Rasa ingin tahu manusia memang tinggi. Semakin mereka tidak tahu, semakin mereka merasa penasaran. Semakin mereka merasa penasaran, semakin banyak mereka tidak tahu…. Semakin mereka penasaran, semakin banyak spekulasi yang akan muncul!
Awalnya, Mia melihat-lihat artikel dari topik arsitektur, tetapi pada akhirnya Mia tercengang melihat komentar-komentar yang tidak benar….
Karena Petra sang "suami bersama" terlibat dalam segala hal, penggemar-penggemar wanitanya langsung menghina Maya Liana tanpa alasan.
Di akhir topik, penggemar Maya Liana kembali mengoceh, mengatakan bahwa Petra-lah yang membeli properti mewah untuk Maya Liana. Kekhawatiran pun muncul bahwa status istri Petra akan menjadi tidak aman, dan cepat atau lambat, perceraian pun akan terjadi.
Mia terheran-heran. Orang-orang yang tidak tahu apa-apa ini lebih rajin daripada orang-orang yang sungguh terlibat! Dunia macam apa ini?
Selagi Mia menyaksikan dengan riang, tiba-tiba terdengar suara-suara di rumah yang sunyi.
Dengan kaget, Mia tersentak duduk. Apa itu maling?
Memikirkan hal ini, tanpa sadar Mia pun semakin gugup.
Mia diam-diam menelan air liur, menyibakkan selimutnya, dan turun dari tempat tidur. Dia berjingkat ke arah pintu kamar. Ketika sedang berpikir untuk membuka pintunya saja, pegangan pintu tiba-tiba diputar.... Dengan refleks, Mia mundur selangkah.
Tangan Petra masih memegang gagang pintu. Dia melihat Mia dengan heran, dahinya sedikit mengernyit.
"Kamu…. Kenapa kamu pulang…" tanya Mia.
Petra tidak menjawab, namun kedua matanya yang tajam tampak sedikit menunduk.
Dilihatnya Mia mengenakan piyama sutra. Karena tidak memakai pakaian dalam setelah mandi, dadanya….
Mata Petra berkilat. Menunduk, Mia tiba-tiba menyadari sesuatu. Lengannya refleks melingkari dadanya.
"Jangan lihat yang tidak-tidak. Kau tidak tahu?"
Petra melengkungkan bibir tipisnya dengan licik. "Tidak, aku tidak tahu…. Yang aku tahu hanyalah, aku tidak mungkin melihatnya tanpa alasan." Setelah mengucapkannya, dia mengulurkan lengannya yang panjang, melangkah maju, dan mendorong Mia ke dinding. "Apalagi melihat istriku."
Ketika memejamkan mata dan menghirup udara, Petra merasakan tubuh Mia beraroma sabun mandi seperti biasanya, tapi aromanya tidak kuat. Aroma bunga yang ringan bercampur dengan wangi alami tubuhnya. Aromanya sangat memikat.
Mia merasa detak jantungnya semakin cepat saat Petra mendekat. "Kenapa kamu tidak bilang apa-apa sewaktu sudah masuk ke rumah?"
Senyum Petra semakin lebar. "Tadi, bukannya ada yang bilang mau membalas budi? Bagaimana mungkin aku tidak pulang...."
"..." Begitu Mia mendengarnya, lengan kurusnya yang cerah melingkari leher Petra. Dia mengedipkan mata besarnya yang bundar dan bertanya dengan jeli, "Kalau begitu, kamu… kamu berencana untuk membantuku?"
Petra tidak menjawab. Dia hanya membungkuk, lalu mencium bibir Mia.... Setelah beberapa saat, tubuh Mia terasa lemas berkat ciuman lembut dan dominan dari Petra. Kalau saja Petra tidak menahannya, dia mungkin tidak bisa berdiri tegak.
Tepat ketika Mia sudah tidak bisa bernapas berkat ciuman itu, Petra melepaskannya.
Melihat pipi Mia yang memerah karena kehabisan napas, Petra mendekati telinganya dan berkata dengan suara yang dalam dan magnetis, "Sejak kapan tubuh bisa digunakan sebagai balasan untuk bantuanku? Ini kewajiban suami dan istri…."
Meski mendengar kata-kata itu, Mia tidak melambat. Petra menggendongnya dan berjalan ke tempat tidur mereka yang besar….