Tyra keluar dari ruangan usai memimpin rapat bersama Levin dan juga Eric. Project besar awal tahun itu akhirnya difinalisasi hari ini usai diuji sedemikian lupa oleh Eric dan Alsy. Ya setidaknya Tyra bisa menenangkan pikirannya barang sehari, tidak ditagih ini itu oleh Eric yang sama-sama perfeksionis dengan dirinya.
"Tyra!" panggil Eric, setengah berlari menyusul Tyra yang sama-sama menuju lift. Gadis itu tersenyum simpul, "Tentu saja makan siang. Mau makan bersama?" tawarnya.
"Oh ya tentu saja. Ayo," lanjut Eric menggandeng tangan Tyra. Pasangan itu bukan tipikal yang takut mengekspos hubungan pribadi, semua orang di kantor iri pada mereka. "Kau tidur nyenyak tadi malam?"
Tyra melirik kekasihnya itu malu-malu, "Bukankah Kau yang menjagaku semalaman? Kenapa bertanya?"
"Aku hanya ingin mengkonfirmasi bahwa Aku memberi pelayanan terbaik padamu, Nona Elleanor," ujar Eric seperti petugas pelayanan hotel.
"Ya, kupikir Aku akan memberimu bintang lima untuk itu."
"Luar biasa. Sering-seringlah menginap, lama-lama kubuatkan Kau kamar khusus di lantai tiga nanti," ujar Eric, merangkul Tyra begitu pintu lift terbuka. Tyra disampingnya hanya tertawa, lanjut mereka mengambil makan siang di kafetaria yang juga tengah ramai.
"Wah, pasangan ideal ini kembali terlihat rupanya. Kemana saja kalian? Kami kekurangan bahan gosip, tau?" Sean, rekan satu kantor mereka tiba-tiba muncul.
Eric berdecak sebal, "Dasar penggosip, menyingkir Kau jauh-jauh sana," usirnya. Tyra hanya geleng-geleng kepala, mengambil alih antrian makan untuk Eric, "Lebih baik Kau tunggu disana saja Ric, Aku ambilkan," ujarnya.
"Oh, lihatlah, istri idaman ini ... benar benar mengangumkan."
"Menyingkir Se, jangan dekat-dekat dengan Tyra, Kau meracuninya nanti," usir Eric lagi, benar benar menarik Sean ke belakang menjauh. Para karyawan di kafetaria itu sudah bisa melihat Eric bercanda dengan yang lain, dan beberapa mereka yang wanita tersipu-sipu sendiri melihat sisi lain Direktur Operasional yang akan segera menjadi Direktur Utama itu.
"Astaga ..." gumam Tyra begitu berbalik. "Ric, ayo makan," ajaknya kemudian, sudah memabawa dua porsi makan siang untuk mereka berdua.
"Oh? Sudah? Baiklah, terimakasih Sayang."
Tyra mendelikkan matanya cepat, "Apa Kau bilang?" tanyanya seolah tak percaya.
"Yang mana? Aku memanggilmu Sayang? Kau tak suka?" tanya Eric seraya melepas balutan tissue dari sendok dan garpu. Tyra hanya menggeleng cepat salah tingkah, "Tidak. Makanlah, Kita harus kembali bekerja," ujarnya.
Eric tersenyum simpul, menatap gerak gerik gadisnya itu, "Tyra, kenapa Kau selalu seperti ini?" tanyanya, memberikan beberapa potong daging tambahan ke piring Tyra.
"Seperti ... apa?"
"Kau tidak terbiasa dengan ... kebiasaan romantisku. Aku kecewa," jujur Eric, matanya tak bisa berbohong, membuat Tyra agak tidak enak.
"Ah ... ya, Aku tidak terbiasa, tapi ... Kau sangat manis, Aku menyukainya. Sudahlah Ric, makan saja!" kesal Tyra akibat terus digodai, membuat Eric tergelak pelan, "Ya, selamat makan Sayang."
"Eric!"
"Iya iya maaf."
Hening kemudian, keduanya sibuk dengan makanan masing-masing, hingga Eric teringat akan sesuatu, "Aku lupa, ada yang lupa kusampaikan padamu," ujarnya.
Tyra menoleh penasaran, "Apa itu?" tanyanya dengan mulut penuh makanan.
"Habiskan dulu makanmu." Eric dengan sederhana mengusap bibir Tyra dengan tissue. Memang kebiasannya seperti itu, Tyra tak perlu lagi terkejut. "Aku akan pergi ke luar negeri satu bulan, banyak sekali urusan menggantikan Papa," ujarnya terdengar kecewa sendiri.
"Satu bulan? Kenapa lama sekali? Aku bagaimana?" tanya Tyra beruntun.
"Kau bagaimana apanya?" Eric balik bertanya heran.
Tyra mendengus kesal, "Ya Aku bagaimana Kau tidak ada? Kau pasti sangat sibuk kan? Bagaimana jika Aku perlu konsultasi denganmu soal pekerjaan, bercerita? Ah, Kau jahat sekali Ric," ujarnya manja.
Eric menepuk dahinya dramatis, "Kukira Kau akan kenapa, Elleanor. Tentu saja Kau bisa menghubungiku kapanpun. Kau juga tahu Aku selalu bisa membalas pesanmu dalam rapat penting sekalipun kan?"
"Hmm tapi ..."
"Hai Eric! Tyra!" Seseorang memotong percakapan mereka. Lalu tiga detik kemudian, Tyra sudah ubah ekspresi jengkel.
Dira, adik tirinya tiba-tiba datang tanpa urusan jelas.
"O-oh, hai. Bagaimana kabarmu?" Eric sampai canggung, lantaran tahu persis bagaimana hubungan Tyra dengan Ibu dan Adik Tirinya sejak dulu; sangat buruk. Lihat saja sekarang, Tyra merespon kehadiran Dira seperti kedatangan musuh, sementara si Adik Tiri hanya senyam-senyum centil pada Eric alih-alih menyapa Kakak Tirinya terlebih dahulu.
"Aku baik, Eric. Bolehkah Aku duduk disini?"
Eric melirik Tyra yang masih masa bodoh, lalu cepat saja kembali tersenyum, "Tentu saja, silakan duduk," ujarnya.
Lalu dengan tidak tahu dirinya Dira duduk disebelah Eric.
Sangat dekat, dengan bahunya yang hampir saja menempel dengan Eric, membuat pria itu tak nyaman plus was-was keributan akan kembali terjadi seperti beberapa waktu lalu.
Ya, apa yang paling menyebalkan dari seorang Dira bagi Tyra selain sikapnya pada Eric? Gadis itu seolah tak tahu bahwa Tyra adalah tunangan pria yang diincarnya itu.
"Kudengar Kau akan naik jabatan menjadi Direktur Utama, Ric? Apa itu benar? Kau hebat sekali," pujinya, berbicara dengan nada riang memuakkan setidaknya di telinga Tyra.
"Aku ..."
"Untuk apa Kau datang kesini?" Tyra memotong ucapan Eric yang masih berusaha sopan pada 'calon adik iparnya' itu. "Kau bahkan bukan karyawan disini, kenapa Kau datang? Apa urusanmu?" lanjutnya mengintimidasi. Suara dipelankannya, tak mau terlalu terdengar.
Tapi jelas, gaya intimidatif Tyra seperti itu membuat Eric merinding sendiri.
"Memangnya kenapa? Aku yang mengatur kemanapun Aku pergi. Lagipula Kau salah jika mengatakan Aku bukan karyawan disini," bantah Dira sombong, membuat Tyra mengerutkan dahinya heran, "Apa maksudmu? Kau ..."
"Ya," potongnya, "Memang Kau saja yang bisa menjadi model?"
"Aku ini cantik, dan berbakat. Benar begitu kan Ric?" lanjutnya, meminta persetujuan Eric dengan tidak tahu malunya.
Tyra melirik Eric penuh curiga, "Kau tahu soal ini?" tanyanya, membuat Dira semakin sombong menaikkan alisnya. Detik berikutnya, Tyra kecewa ...
"Ya, Aku tahu. Dia model baru, yang direkrut Departemen Marketing kemarin. Kau juga ... akan membawahinya dalam fashion week terdekat."
Tyra menghela nafasnya dalam, "Kenapa Kau tidak berbicara padaku dulu? Jelas jelas Aku adalah Art Director, pun designer pakaian pakaian yang akan ditampilkan. Aku berhak menilainya pantas atau tidak ..."
"Tapi Dira memang pantas, dan kenapa Aku tidak berbicara padamu karena ... Kau tidak bisa dihubungi saat itu, saat Kau di Milan," jelas Eric cepat, meluruskan kemungkinan masalah.
Tyra meneguk salivanya sendiri, melirik tajam Dira yang semakin arogan ekspresinya, merasa menang. "Terserah saja ..." ujarnya kemudian beranjak dari kursi.
"Tyra ..." panggil Eric, sayang tak didengar. Pun Ia tak mau menjadi tontonan di kafetaria. Hah, rusak sudah acara makan siangnya kali ini.
"Sudahlah Ric ..."
"Sudahlah apanya? Tolong jaga sikapmu, Dira. Kami itu tunangan, Kau jangan seenaknya saja berdekatan denganku, paham!"