Descargar la aplicación
58.62% The President's Baby / Chapter 17: Kenapa Aku Selalu Membayangkan Seseorang?

Capítulo 17: Kenapa Aku Selalu Membayangkan Seseorang?

Kensington, London.

Udara kota London malam ini dingin dengan suhu hampir 11°. Tampak di sana seorang gadis muda menggosokkan kedua telapak tangan dan ditempelkannya di pipi, guna mengurangi rasa dingin yang membuatnya bergidik.

Wanita itu bahkan sampai melihat uap mengepul yang keluar dari belah bibirnya, sambil memandangi jalanan kota dimana ia saat ini berada untuk menaiki bus kota, menuju rumah sakit dimana sang kakak menunggunya.

Wanita muda itu—Noel tepatnya baru saja menyelesaikan kerja paruh waktunya agak malam, karena ia harus menghadiri ujian yang dilaksanakan siang hari. Tapi tidak apa, karena ini adalah hari terakhirnya ujian dan ia bisa lebih awal bekerja untuk esok harinya.

Noel kini berdiri bersama beberapa orang lainnya, mengingat jika kursi yang ada di belakangnya sudah penuh dan ia sendiri sempat membagi kursi itu untuk seorang wanita lanjut usia.

Masih dengan tangan memegangi pipinya yang terasa dingin, Noel melirik ke sekitar dimana sebuah restoran bergengsi tampak ramai dengan mobil yang berhenti dan di sambut oleh para pelayan.

Ia menelan saliva, berpikir suatu hari nanti bisa kembali menjejaki kakinya di restoran mewah seperti dulu, seperti saat ia masih bersama keluargnya yang masih utuh.

Ia berpikir, mungkin saja nanti ketika sang kakak bangun dan mulai menjalani hari baru, ia bisa pergi bersama sang kakak untuk makan malam mewah di sana juga.

Ya, siapa yang tahu, tapi saat ini ia harus fokus untuk kesembuhan satu-satunya orang yang dimilikinya di dunia ini.

"Kenapa lama sekali busnya datang," gumamnya dengan bibir mencebil, menundukkan wajah dan menendangi kerikil yang ada di dekatnya.

Sementara di sebrang halte itu, tepatnya sebuah restoran yang diperhatikan oleh Noel tampak sebuah mobil keluaran terbaru parkir, dengan seorang pria berpakaian rapi keluar dari sana.

Pria itu memberikan kontak kepada salah satu bawahnnya yang lebih dulu sampai, kemudian membiarkan saat mobilnya dibawa untuk diparkirkan.

Ia berdiri sambil memandangi area jalan raya dengan lalu lalang kendaraan yang tidak pernah sepi. Bukan hanya kendaraan, tapi juga pejalan kaki dan beberapa orang yang berdiri di sebuah halte, dengan satu titik yang membuatnya memicingkan mata.

Tunggu dulu, kenapa akhir-akhir ini ia selalu seperti mengenali seseorang hanya karena postur tubuhnya?

Terlebih saat ini, ketika seseorang dengan coat panjang tampak berdiri sambil menendang sesuatu dan kepala itu sendiri menunduk.

Ya, seakan ia sedang membayangkan seseorang pada sosok yang dilihatnya di halte bus sebrang sana.

Ia hampir saja ingin melangkah, tapi baru juga sebelah kakinya akan terangkat di depannya berhenti sebuah mobil yang memblok pandangan. Ia bahkan sampai berjinjit, tapi sayang di depan sana juga ada sebuah bus yang berhenti dengan beberapa orang yang tampak berdiri di dalam bus.

Dan bus itu melaju meninggalkan halte, bersamaan dengan seseorang yang tiba-tiba memanggilnya dari arah samping.

"Gael! Kamu kok di sini sih?"

Sret!

Ia menoleh segera dan mendapati seorang wanita cantik berdiri bersama dengan wanita lainnya, wanita yang lebih cantik apalagi dengan senyum yang turut diulas untuknya.

"Mom, Feya," gumamnya memanggil dua wanita itu, dengan satu yang segera protes mendengar panggilan kurang ajar itu.

"Panggil aku Kakak, bodoh!"

"Hn."

Ya, ia adalah Gael yang saat ini sedang berdiri di hadapan ibu dan kakaknya, seorang wanita berparas menawan yang senang berkeliling dunia, apalagi kalau sudah membicarakan fashion.

Dan ia hanya bergumam, dengan sang kakak yang mendengkus mendapati sikap cuek adiknya.

"Ck! Menyebalkanmu semakin parah. Mom, sekali-kali kenalkan Gael dengan seorang gadis agar berkencan."

"Hn, sebaiknya kita masuk," sahut Gael cepat, bahkan sebelum sang mama menjawab apa yang dikatakan kakaknya.

Sang kakak—Feya mendengkus, kemudian menggandeng lengan sang mama yang dijemput untuk jalan bersamanya memasuki restoran, meninggalkan sang adik yang mengekori di belakang.

Ketiganya memasuki retoran mewah itu dengan seorang pelayan menyambut, serta mengantar ke meja atas pesanan nama Elizabeth Faye Robinson, seorang disainer yang namanya sudah mendunia dengan fashion show yang sering diadakannya.

Kembali kepada Noel yang saat ini duduk sendiri di dalam bis, meskipun tidak benar-benar sendiri karena pada kenyataanya ia bersama penumpang lain penumpang yang sama-sama naik dari halte di depan restoran.

Ia duduk menghadap penumpang asing, sebelum akhirnya menunduk dan menekuri tangannya yang saling bertaut.

Masih sekitar tiga halte lagi maka ia akan sampai di rumah sakit, itu artinya masih ada sepuluh menit menghabiskan waktu di jalan. Sesekali ia melirik kiri dan kanan dari tempatnya duduk, memperhatikan para penumpang lainnya yang beberapa berbincang dan ada pula yang sudah bersiap untuk turun.

Rasanya ingin segera sampai, agar cepat menemui sang kakak dan mengetahui bagaimana perkembangannya. Pasalnya, ketika ia meninggalkan sang kakak siang ini, ia masih belum mendapatkan kejelasan lainnya selain dari seorang dokter tampan yang bertemu di depan ruang operasi kemarin.

Halte demi halte dilewatinya dalam diam, hingga akhirnya ia sampai di halte dekat rumah sakit dan ia pun berdiri, ikut mengantre di pintu yang kini terbuka dengan beberapa orang yang juga berdiri di luar sana, hendak masuk ke bus.

Ia turun dengan dingin yang kembali menyapa kulit wajah, membuatnya segera merapatkan coat dan memacu langkah agar cepat masuk ke area rumah sakit.

Brr…

Akhirnya sampai juga di lobby rumah sakit yang ramai dengan banyak aktivitas. Ia kembali berjalan dengan tangan yang kini keluar dari masing-masing saku dan kembali digosoknya kemudian ditempelkan di pipi.

Rasa hangat yang nyaman dirasakannya sambil tersenyum, tetap melangkah dengan senyum terulas yang kini semakin lebar ketika sampai di depan pintu kamar inap sang kakak.

Sebelum benar-benar memasuki kamar itu, ia menghembuskan napas dan mengeluarkannya melalui mulut dengan kepulan uap yang kembali telihat.

Ceklek!

Dan membuka pintu sambil menyapa ceria seperti biasa, seseorang yang terbaring dengan alat penopang hidup di ranjang sana.

"Selamat malam, Kakak!"

Sambil menutup pintu dengan membelakangi sang kakak, Noel akhirnya membalik tubuh dan berjalan menuju ranjang seraya membuka coat yang dikenakannya.

Tentu saja, selain karena ingin cepat bertemu sang kakak, hangat dari heater yang ada di ruangan ini juga membuatnya melangkah semangat. Sehingga kini ia tidak takut, saat udara dingin menyerbunya lagi seperti di luar.

Ya…, meskipun nanti pun akan kembali kena karena ia harus pulang menuju kamar sewaannya yang baru.

Ia duduk di kursi samping ranjang setelah meletakan coat dan tasnya di meja, kemudian segera menggenggam tangan kakaknya yang tidak diinfus dan mengusapnya perlahan.

"Kapan Kakak bangun, aku merindukamu, aku ing-

Tok! Tok! Tok!

Bersambung


Load failed, please RETRY

Estado de energía semanal

Rank -- Ranking de Poder
Stone -- Piedra de Poder

Desbloqueo caps por lotes

Tabla de contenidos

Opciones de visualización

Fondo

Fuente

Tamaño

Gestión de comentarios de capítulos

Escribe una reseña Estado de lectura: C17
No se puede publicar. Por favor, inténtelo de nuevo
  • Calidad de escritura
  • Estabilidad de las actualizaciones
  • Desarrollo de la Historia
  • Diseño de Personajes
  • Antecedentes del mundo

La puntuación total 0.0

¡Reseña publicada con éxito! Leer más reseñas
Votar con Piedra de Poder
Rank NO.-- Clasificación PS
Stone -- Piedra de Poder
Denunciar contenido inapropiado
sugerencia de error

Reportar abuso

Comentarios de párrafo

Iniciar sesión