Descargar la aplicación
15.88% Women Killer and Doctor / Chapter 17: Bab 17

Capítulo 17: Bab 17

Mereka telah sampai di depan gedung Apartement, di depan gedung itu sudah ada Raihan yang tengah menunggu Dyanra dengan khawatir. Setlah melihat mobil Dewa telah sampai di depan gedung. Pria itu pun segera menghampiri mobil itu.

Dyanra yang melihat Raihan menghampirinya pun segera keluar dari mobil, di ikuti Dewa yang berdiri di sampingnya

"Kalian kemana saja, kenapa baru pulang jam segini?" tanya Raihan, yang telah berdiri di depan Dyanra dan Dewa.

"Kami ke asikan main mas, jadi lupa waktu, hehehe," ucap Dyanra terkekeh pelan, sementara Dewa hanya diam sedari tadi. Tidak berniat menimpali obrolan mereka.

"Terus ke dua teman kamu di mana?" tanya Raihan saat tidak melihat Bella dan Rio keluar dari mobil.

"Mereka ada di mobil, lagi tidur, mungkin mereka kecapean mas."

"Ya sudah kalau begitu kita masuk sekarang ya, udara di luar semakin dingin," ucap Raihan, merangkul punggung Dynara. "Terima kasih ya Dewa, sudah mengantar Dyanra pulang dengan selamat."

"Sama-sama dok, kalau begitu saya pulang dulu, permisi," ucap Dewa, setelah itu masuk kembali ke dalam mobilnya, dan pergi dari hadapan Raihan dan Dyanra.

"Ayo sayang kita masuk juga," ucap Raihan, merangkul Dyanra, masuk ke gedung Apartement.

Hubungan Raihan dan Dyanra semakin membaik, setelah meniggalnya Leon, gadis itu seakan lupa kemarahannya pada Raihan, dan itu membuat Raihan sangat senang.

"Mas sudah makan malam?" tanya Dyanra, pada saat mereka telah masuk ke dalam Apartement.

"Belum, mas terlalu khawatir sama kamu tadi, jadi mas lupa makan deh," ucap Raihan.

"Maaf ya mas, sudah buat mas khawatir, kalau begitu aku masakin ya, mas mau makan apa?" tanya Dyanra yang saat ini berdiri di hadapan Raihan.

"Terserah kamu," ucap Raihan.

"Rumput liar mau?" tanya Dyanra, menggoda Raihan.

"Kok, lumpur liar sih sayang, memang aku sapi," rengek Raihan seperti anak kecil.

"Katanya terserah, aku tawarin lumpur liar nggak mau," ucap Dyanra lagi, yang membuat pria itu kesal.

"Sayang!"

"Iya! Aku masakin sekarang, mas tunggu saja di meja makan ya," ucap Dyanra, berlalu dari sana dan menuju dapur untuk memasak.

20 menit kemudian Dyanra telah selesai dengan acara memasaknya. Sekarang gadis itu, tengah menyajikan makanannya di hadapan Raihan, dengan telaten Dyanra, mengambilkan nasi dan beberapa lauk pauk di piring Raihan.

Mereka sudah seperti suami-istri asli. Namun masih tidak ada kejelasan dalam hubungan mereka.

"Wahh....enaknya masakan istri aku, pintar banget sih masaknya," ucap Raihan, memuji masakan Dyanra.

"Terima kasih, ingat ya mas, kita bukan suami istri, jadi jangan panggil aku istri, hubungan kita belum ada kejelasan," ucap Dyanra dingin, yang membuat Raihan tersenyum miris.

Pria itu lupa, bahwa sekarang mereka tidak memiliki hubungan apa-apa, hubungan di antara mereka tidak ada kejelasan, sebenarnya Raihan ingin memeperjelas hubungan mereka semenjak dua hari yang lalu, namun karena melihat Dyanra yang masih bersedih dengan kepergian Leon, pria itu akhirnya mengurungkan niatnya, dan menunggu gadis itu kembali pulih dari kesedihanya.

Raihan berdiri dari duduknya, meninggalkan makanan yang sudah tersaji di depannya, kemudian menghampiri Dyanra dan berlutut di hadapan gadis itu.

"Mungkin ini tidak terlihat romantis untuk kamu, karena aku tidak ada persiapan apapun, tapi izinkan aku bilang, bahwa Dyanra mauka kamu menjadi teman hidupku," ucap Raihan, yang kini berlutut di hadapan Dyanra, dengan perasaan menggebu-gebu dan menatap Dyanra penuh cinta.

"Mas berdiri jangan seperti ini," ucap Dyanra membantu pria itu berdiri, setelah itu memeluk tubuh prianya dengan erat, kemudian melepasnya kembali setelah itu menatap Raihan dengan serius

"Aku nggak perlu lamaran romantis mas, yang aku perlukan hanya kepastian dan kejelasan hubungan dari mas, dan malam ini aku sangat bahagia, karena mas memperjelas itu semua, jadi aku menerima mas, menjadi teman hidupku," ucap Dyanra dengan senyum tulusnya.

Mereka pun kembali berpelukan, menyelami perasaan masing-masing, yang menggelamkan mereka ke dasar samudra yang bernama cinta.

"Terima kasih sayang, telah menerimaku kembali, meskipun banyak kebohongan yang telah aku lakukan padamu," ucap Raihan, yang kini melepas pelukannya, kemudian menatap Dyanra kembali, menyelami mata masing-masing.

Namun entah siapa yang memulai kini bibir mereka bertemu dan saling mengecap rasa manis di bibir masing-masing.

Di tengan ciuman itu Dyanra bergumam dalam hati, maafkan aku mas, jika aku juga akan mengecewakanmu nanti, aku pun begitu banyak melakukan kebohongan, tapi biarkan aku menikmati kebahagiaan ini dulu, sebelum kamu membenciku nanti.

............

Ke esokan paginya, Dyanra telah kembali beraktivitas di sekolah, saat ini gadis itu tengah berjalan di koridor sekolah. Namun tanpa sengaja gadis itu melihat kerumunan di depan mading. Dia pun menghampiri kerumunan siswa itu, dan melihat apa yang tengah di lihat oleh siswa itu.

"Kasihan sekali ya Dyanra, dia di celakai oleh sahabatnya sendiri, pasti gara- gara itu Leon bunuh diri, dia pasti menyesalah, telah membuat Dyanra celaka dan lebih memilih membunuh dirinya sendiri," ucap salah satu siswa yang melihat berita itu.

"Eh! Dyanra," Keget siswa itu , saat baru memperhatikan keberadaan Dyanra. Karena melihat keberadaan Dyanra, para siswa yang berkerumun tadi segera memisahkan diri dan berlalu dari sana.

Sedangkan Dyanra yang melihat berita di mading hanya menyeringai, setelah itu pergi dari sana. tanpa melihat bahwa ada seseorang yang telah mengamati tingkahnya. "Apa yang kamu lakukan sebenarnya Dyanra?" gumam orang itu.

Di dalam kelas, terlihat Dewa yang sedang berdiam diri, para siswa di dalam kelas itu di buat heran, tidak biasanya Dewa hanya duduk diam di kelas, pria itukan kalau belum ada guru lebih memilih tidur, tapi baru kali ini mereka melihat Dewa tidak tidur.

Dewa melihat Dyanra yang baru saja datang, dan duduk di sampingnya. "Lo kenapa liatin gue kayak gitu?" tanya Dyanra. "Kalau lo masih penasaran, tentang kejadian kemarin, nanti gue jelasin setelah pulang sekolah, lo ikut gue, biar lo nggak penasaran lagi," ucap Dyanra, kemudia mengalihkan pandangannya kembali ke arah depan.

..........

"Sial! Kenapa bisa anak itu mati di sekolah, siapa yang membunuhnya?"

"Selly, nggak tau pa, tapi tiba-tiba aja, Leon meninggal dalam keadaan mengenaskan di UKS, pergelangan tangannya di iris oleh benda tajam, maka dari itu pihak sekolah menganggap ini sebagai aksi bunuh diri, tapi tidak mungkin Leon bunuh diri, sementara dia masih memiliki ibu yang harus dia rawat. Tidak mungkinkan dia bunuh diri dan meninggalkan ibunya sendiri," jelas Selly. "Yang aku khawatirin pa, orang ini ada hubungannya dengan Dyanra, karena tidak mungkin dia membunuh Leon tanpa sebab, dia pasti tau bahwa Leon ada salah satu orang yang mecelakai Dyanra di perpustakaan, dan bisa jadi aku target selanjutnya pa, jadi Selly mohon bantu Selly pa, aku tidak mau mati sama seperti Leon.

"Kamu tenang saja sayang, papa akan terus melindungi kamu, kalau perlu papa akan menyuruh bodyguard untuk menjaga kamu," ucapa Joni mengelus pundak anaknya.

"Tapi bagaimana dengan penyelidikan kamu, apakah kamu sudah menemukan bukti, siapa yang membantu Dyanra selama ini?" tanya Joni.

"Belum pa, orang ini sangat susah di lacak, tau nggak pa, di sekolah aku ketemu tuan Raihan, kolega papa, ternyata dia juga seorang dokter, aku jadi tambah mencintanya. Bantu aku dong pa, bujuk dia agar mau berhubungan denganku."

"Iya papa akan membantu, agar mendapatkan pria kaya itu, agar kekayaan kita semakin melimpah, hahahaha...?" tawa Joni.

Sepulang sekolah sesuai dengan janji Dyanra, gadis itu akan membawa Dewa ke suatu tempat, untuk menjelaskan keadaan sebenarnya. Saat ini mereka sudah berada di tempat yang di bilang oleh Dyanra sebuah gedung tinggi yang sudah tidak terpakai, tepatnya di ruangan lantai paling atas gedung itu.

"Ayo masuk!" ajak Dyanra pada Dewa, untuk memasuki ruangan temaram itu.

"Lo kenapa bawa gue ke sini? Lo nggak berniat bunuh gue kan Dy?" tanya Dewa was-was.

"Hahahaha!" Dyanra tertawa keras, melihat tingkah Dewa. "Kamu tidak perlu takut, jika aku ingin membunuh sudah dari semalam aku membunuhmu," ucap Dyanra dingin. " jadi cepat masuk!" bentak Dyanra.

Mereka pun masuk ke dalam ruangan itu. Dewa tampak mengamati kondisi di dalam ruangan. Ruangan itu sangat luas dan terdapat lorong-lorong kecil yang mencekam, hingga membuat bulu kuduk Dewa berdiri.

"Ayo masuk!" ajak Dyanra, setelah membuka sebuah ruang Rahasia, yang lemari buku sebagai pintu penghubungnya. Dewa terperangah melihat itu dan segera mengikuti Dyanra. Dia ketakutan omong-omong, suasan di ruangan itu benar-benar sangat mencekam, dan sampailah mereka ke tempat tujuan.

Dan Dewa sekali lagi di buat terkejut, ruangan itu berisi banya senjata tajam dan juga buku-buku di dalam lemari kusam, pria itu juga melihat sekitar lima orang yang sedang berdiri berjejer di ruangan itu, seperti sedang menyambut mereka. "Selamat datang nona Dyanra," ucap salah satu dari ke lima orang itu.

"Kalian bisa keluar dari rungan ini dulu, aku ingin bicara berdua dengan orang ini," ucap Dyanra, menyuruh ke lima orang itu untuk keluar.

"Sekarang lo bebas bertanya, apa yang ingin lo tanyakan," ucap Dyanra dengan suara datar dan dinginnya.

Dewa seketika tersentak mendengar suara itu. pria itu merasa orang di depannya, bukan Dyanra yang seperti biasanya. Dyanranya yang manis dan menggemaskan, berubah menjadi Dyanra yang arrogant dan tidak tersentuh.

"Kenapa lo bisa bunuh tiga orang itu semalam dengan sendirinya? sedangkan Dyanra yang gue tau dia itu lemah lembut, dan tidak suka kekerasan, meskipun dia jago bela diri, Dyanra tidak akan mudah membunuh orang ," ucap Dewa masih menatap Dyanra dengan padangan tajam.

"Lo mau tau kenapa?" tanya Dyanra, dan di balas anggukan oleh Dewa.

"Gue punya alter ego, orang yang lo liat kemarin itu Dara, gue yang kasih di nama, alter ego gue yang sangat kejam, dia tidak akan segan-segan membunuh orang, jika orang itu melukai gue. Dara akan muncul saat gue sedang tertekan atau depresi, dia akan muncul saat gue dalam bahaya, dan gue sendirilah yang memunculkan alter ego itu, sebagai tameng dan teman untuk gue." Ucap Dyanra, masih memandang Dewa dengan tajam.

"Gue depresi Wa, semenjak kematian orang tua gue beberapa bulan ya lalu, itulah yang membuat alter ego gue muncul, dan saat ini aku dalam misi aku untuk balas dendam, dengan memanfaatkan dokter Raihan," ucap Dyanra terkekeh pelan.

"Apa maksud lo, bawa dokter Raihan dalam masalah lo?" tanya Dewa penasaran.

"Gue nggak bawa dia dalam masalah gue, tapi dia sendiri yang terjun langsung dalam masalah gue, dia berbohong dan pura-pura jadi suami gue, di saat gue bilang gue nggak ingat apa-apa, dan di saat itulah gue memanfaatkan keadaan," ucap Dyanra menyeringai.

"Lo licik juga ya," ucap Dewa membalas seringaian Dyanra.


Load failed, please RETRY

Regalos

Regalo -- Regalo recibido

    Estado de energía semanal

    Rank -- Ranking de Poder
    Stone -- Piedra de Poder

    Desbloqueo caps por lotes

    Tabla de contenidos

    Opciones de visualización

    Fondo

    Fuente

    Tamaño

    Gestión de comentarios de capítulos

    Escribe una reseña Estado de lectura: C17
    No se puede publicar. Por favor, inténtelo de nuevo
    • Calidad de escritura
    • Estabilidad de las actualizaciones
    • Desarrollo de la Historia
    • Diseño de Personajes
    • Antecedentes del mundo

    La puntuación total 0.0

    ¡Reseña publicada con éxito! Leer más reseñas
    Votar con Piedra de Poder
    Rank NO.-- Clasificación PS
    Stone -- Piedra de Poder
    Denunciar contenido inapropiado
    sugerencia de error

    Reportar abuso

    Comentarios de párrafo

    Iniciar sesión