Descargar la aplicación
43.33% GHOST HOUSES / Chapter 13: Manusia

Capítulo 13: Manusia

"Bawa siapa Ar?"

Arka dan Venus menoleh secara bersamaan, dengan cepat gadis itu beranjak kemudian mencium punggung tangan pria tua itu dengan sopan, "Salam kenal Pak, saya Venus temennya Arka," ucapnya.

"Venus Kek, temen baru Arka yang sering banget Arka omongin loh Kek. Tetangga baru kita," Arka mulai bersuara setelah beranjak, dia memberikan senyum pada Venus yang menatapnya kesal, "Kebetulan hari ini Venus mau numpang ke sekolah sama Arka, jadi Arka suruh buat sarapan dulu."

"Engga gitu Pak, tadi Arka bilang kalau sarapan sendirian terus saya di paksa ikut-"

"Jangan panggil Pak, panggil kakek aja!" potongnya kemudian ikut duduk di dekat kursi Arka, "Ayo, duduk Venus!"

Venus yang tadinya hanya berdiam diri segera ikut duduk. Dia duduk berseberangan dengan kakek Arka, dan juga Arka. Mereka berdua tengah menikmati nasi goreng yang masih panas, sementara Venus sendiri mencoba untuk menikmati kerupuk beserta potongan timun.

Suasananya terasa canggung, ada aura yang tidak mengenakan untuk Venus ketika melihat manik mata kakek Arka. Seperti ada aura mengintimidasi, dan aura yang tak bisa dia jelaskan. Venus menghembuskan napas samar, dia kembali mengunyah timun tanpa menatap keluarga kecil di depannya.

"Venus beneran gak mau makan? Nasi goreng buatan mamanya Arka enak loh Ven," ucap

Venus mengangguk dengan senyum tipis, dan kembali menatap wajah pria paruh baya itu lagi. Namun, untuk sekarang keningnya sedikit bertaut dengan ekspresi sedikit terkejut. Pria itu memiliki mata yang begitu sipit dengan kulit yang sangat putih, dan karena tubuhnya yang cukup kurus membuatnya nampak lebih tuas dari umur yang sebenarnya karena banyak rambut yang masih hitam.

Venus menggeleng secara tiba-tiba, dia kebingungan dengan rasa penasaran. Ini kebiasaannya yang seharusnya bisa dia buang, sayang sekali kebiasaan ini sangat jelek, dan sulit untuk di singkirkan dengan cepat, "Kakek bukan orang Indonesia asli ya?"

Pria paruh baya itu mengangguk sambil tertawa kecil, "Iya, kamu benar. Saya orang Jepang, tapi kebetulan pekerjaan saya ada di sini waktu itu. Kalau gak salah saya tinggal di sini di tahun dua ribuan, atau mungkin sebelum tahun dua ribu. Tempat ini seperti hutan dulu, hanya ada satu atau dua rumah, saya tidak punya tetangga."

Kening Venus mengerut, dia mulai tertarik dengan pembicaraan kali ini, "Oh ya? Kakek ke sini sendirian?"

"Tentu saja, saya sendiri di sini. Kemudian bertemu dengan istri saya yang asli orang Jawa, kemudian kami memiliki dua anak, dan mereka memiliki anak salah satunya Arka." Tomo menepuk punggung Arka dengan begitu bangga, "Mama sama papanya Arka tinggal di sini, cuman keduanya sibuk bekerja. Jadi mereka pergi pagi-pagi sekali, dan pulang larut malam. Jarang ada waktu untuk makan bersama di rumah, tapi kadang mereka meluangkan waktu untuk Arka."

Venus mengangguk-anggukkan kepalanya, dia mulai menatap Arka. Cowok itu sibuk menikmati makanannya, terlihat jelas jika Arka tidak begitu suka membahas kedua orang tuanya, Venus tidak tahu apa alasannya, tapi dia memilih untuk tidak bertanya lebih jauh lagi, "Jadi nama Kakek siapa?"

"Keigo Tomo, panggilnya jangan kakek Keigo ya, tapi kakek tomo!"

"Ah! Oke-oke, karena terlalu lama tinggal disini jadinya kakek udah gak punya logat bahasa Jepang ya?"

"Oh aksen ya?" tanya Tomo setelah berpikir sebentar, "Ketika menggunakan bahasa Indonesia aksen saya seperti ini, banyak yang bilang sudah bagus, tapi kalau pake bahasa Jepang ya... masih jelas ada."

"Hm, gitu. Ngomong-ngomong Kakek Tomo tadi bilang kalau tinggal di sini udah lama banget, kenapa rumah Kakek gak di buat kaya orang Jepang?"

"Di daerah sini, tapi bukan rumah ini. Saya dulu tinggal di sekitar rumah kamu, deket sama pohon bambu kuning yang ada di belakang. Terus karena rumahnya begitu kecil, saya memiliki dua anak, dan sudah punya cukup uang, akhirnya saya dan istri sepakat untuk membeli rumah ini," jelas Tomo, memperhatikan bangunan rumahnya dengan kenangan indah bersama sang istri, "Istri saya suka gaya rumah Jawa kuno seperti ini, jadi saya gak punya keinginan untuk mengubah gaya rumahnya. Tapi bukan berarti gak ada ruangan khusus yang membuat saya bisa mengingat Jepang."

"Ruangan apa Kek?"

"Di dekat kamar saya ada ruangan tatami, di sana biasa di pakai untuk kumpul keluarga. Ruangannya cukup indah, tapi kalau kamu yang melihat akan terkesan kuno."

"Ruang tatami?" kening Venus bertaut kebingungan.

"Jangan banyak nanya Venus, kamu punya ponsel, dan benda itu sangat pintar. Kamu bisa bertanya pada asistenmu soal ruangan tatami, sudah pukul tujuh, cepat pergi ke sekolah!" sahut Tomo sebelum akhirnya beranjak menuju ruang cuci yang tak begitu jauh dari meja makan.

Venus terdiam sejenak, dia merasa tak enak dengan Arka yang sudah menunggu sejak tadi. Namun, cowok itu tidak memberikan protes, bahkan sekarang dia sedang menggunakan sepatu di ruang tamu. Venus melangkah pergi, ikut duduk di samping Arka, dan berkata, "Kita pergi sekarang Ar?"

"Bentar gue ambil tas dulu ya!" sahut Arka, melenggang pergi menuju kamar melalui anak tangga kayu di dekat ruang makan. Suara langkahnya terdengar begitu jelas dari bawah sini. Venus memperhatikan langit-langit rumah dengan kening bertaut, dia penasaran dengan ruang kamar Arka, apakah akan terlihat seperti ruangan orang Jepang atau mungkin tidak.

Venus menghembuskan napas panjangnya secara perlahan, jarum jam mulai berpindah tempat dengan begitu cepat. Untungnya jam masuk masih cukup lama, tapi di pikir-pikir lagi dia merasa keluarganya sedang mencari alasan untuk tidak mengantar padahal jaraknya tak begitu jauh, dan tidak pula menghabiskan waktu selama satu jam. Hanya lima belas menit, dan tidak akan membuat rencana ayah, dan kakaknya gagal. Venus kembali kesal sambil meremas rok sekolahnya.

"Ayo, berangkat Ven!" ucap Arka setengah berteriak, langkahnya begitu cepat menuruni anak tangga. Tak lupa dia mencium punggung tangan kakeknya kemudian menggeret Venus untuk segera keluar.

Gadis itu duduk di belakang tanpa menggunakan helm. Arka sendiri yang bilang kalau tidak akan ada polisi karena jarang ada polisi yang mau patroli di dalam gang sempit.

Cowok itu mengendarai motor dengan kecepatan yang cukup tinggi, dan membuat Venus harus berpegangan pada kedua pinggang Arka, "Ar, boleh nanya gak?" teriak Venus.

"Nanya apa?"

"Kenapa lo tadi kaya gak suka pas kakek lo cerita soal keluarga?"

"Hm, soal itu. Gak suka aja sih, lagian ngapain sih cerita? Lo temen gue, bukan berarti harus tau semua tentang gue kan?"

Venus terdiam sejenak, itu benar, "Iya, lo bener, tapi kalau kaya gitu harusnya lo gak ngajak gue sarapan!"

"Kalau lo di luar atau di ruang tamu nanti yang ada lo bilang gue jahat, lo bilang gue sombong."

"Ih! Engga gitu, jangan mikir yang aneh-aneh dulu!"

"Hm, iya-iya."


Load failed, please RETRY

Estado de energía semanal

Rank -- Ranking de Poder
Stone -- Piedra de Poder

Desbloqueo caps por lotes

Tabla de contenidos

Opciones de visualización

Fondo

Fuente

Tamaño

Gestión de comentarios de capítulos

Escribe una reseña Estado de lectura: C13
No se puede publicar. Por favor, inténtelo de nuevo
  • Calidad de escritura
  • Estabilidad de las actualizaciones
  • Desarrollo de la Historia
  • Diseño de Personajes
  • Antecedentes del mundo

La puntuación total 0.0

¡Reseña publicada con éxito! Leer más reseñas
Votar con Piedra de Poder
Rank NO.-- Clasificación PS
Stone -- Piedra de Poder
Denunciar contenido inapropiado
sugerencia de error

Reportar abuso

Comentarios de párrafo

Iniciar sesión