Descargar la aplicación
16.66% GHOST HOUSES / Chapter 5: ORANG ASING

Capítulo 5: ORANG ASING

Suasana bangunan sekolah ini terasa menyenangkan, tapi bangunan yang terlihat begitu tua dengan konsep jaman dahulu membuat bulu kuduk gadis itu meremang. Gadis berambut panjang itu menghembuskan napas dengan tangan yang memegang tali ransel begitu erat.

Venus masih berdiri di depan gedung, beberapa siswa yang lain menatapnya sambil berjalan memasuki gedung. Dia merasa sendirian, tapi ayahnya tadi menyuruhnya masuk sendiri karena sudah besar. Padahal Venus sekarang merasa malu, tidak percaya diri, dan takut untuk masuk sendirian, tapi apa boleh buat? Dia tidak boleh pulang karena ini hari pertamanya.

Venus memutuskan untuk melangkah maju, semakin masuk ke dalam, semakin mewah isi gedungnya. Ada banyak alat-alat cantik yang terlihat mahal, dan Venus yakin jika semua barangnya ini mereka beli di luar negeri. Venus merasa tinggal di sebuah kerajaan karena interior yang ada di sini, sangat cantik, ini mengingatkannya pada film Harry Potter yang sering Naratama lihat.

"Wah! Pantesan di bilang elit, mahal juga sih pasti, tapi... pasti mama sama papa harus ngeluarin uang lebih," ucapnya yang masih memperhatikan lantai bawah dari atas sana.

"Bella?"

"Eh!" sahut Venus, langkahnya terhenti tepat di depan wanita berumur tiga puluh tahun kurang. Senyumnya mengembang saat itu juga, "Selamat pagi Ibu!"

"Pagi, saya udah nungguin kamu. Saya pikir kamu tersesat, tapi ternyata masih nikmatin perjalanan," ucapnya dengan kekehan, "Oh iya, saya Dwi, biasa di panggil bu dwi."

"Ah! Iya Bu, maaf udah buat Ibu nunggu."

"Gapapa, belum jam masuk juga."

"Sekarang saya harus ke mana Bu? Kantor kepala sekolah atau langsung ke kelas?"

Dwi melihat jam tangannya dengan kening yang tiba-tiba mengernyit, dan kembali menatap Venus, "Sekarang aja ayo, lima menit lagi bel soalnya. Kelas kamu ada di lantai tiga, sekalian saya jelasin."

Venus mengangguk, dan mulai mengikuti Dwi di samping. Wanita itu mulai mengoceh, tidak, lebih tepatnya menjelaskan tentang sejarah gedung yang ternyata gedung peninggalan Belanda, dan sempat di pakai tentara Jepang saat masa penjajahan.

"Lantai satu itu kebanyakan ruang olahraga, kolam juga ada di sana, perpustakaan, tapi setiap lantai ada perpustakaan sama kantin, jadinya kamu gak perlu turun buat ke perpus atau kantin! Terus di lantai dua ini kelas satu sampai Kelas dua C. Di lanjutin kelas dua D di lantai tiga, dan kelas tiga sampai H."

"Sebanyak itu?" kedua netra Venus membulat, dia begitu terkejut karena begitu banyak kelas di setiap lantai, "Kantin cuman ada satu?"

Dwi menggeleng tanpa menatap Venus, "Tentu tidak, ada tiga kantin di setiap lantai supaya gak begitu berkerumun. Kamu juga gak perlu bawa uang saku sebenernya, soalnya orang tua siswa udah bayar uang makan siswa per bulan."

"Jadi langsung ke kantin buat makan gitu ya Bu?"

"Iya, tapi harus sesuai ya kantinnya!"

"Maksudnya?" kening Venus kembali bertaut.

"Sesuai nama yang ada, soalnya setiap kantin udah punya daftar nama siswa yang harus makan di sana. Kalau misalnya kamu bosen di kantin, bisa aja ke kafetaria yang ada di lantai satu, di sana harus bayar."

"Oh sekarang saya paham, berarti nanti setiap jam istirahat ke kantin bawa nampan kaya di sekolah luar negeri gitu?"

Dwi terkekeh mendengar ucapan Venus barusan, "Iya, seperti itu Bella."

"Wah! Keren," gumam Venus.

"Kita sampai, ayo masuk!" Dwi membuka pintu kelasnya, masih belum ada guru yang mengisi kelas, tapi semua siswa sudah duduk dengan tertib di bangku masing-masing, "Selamat pagi anak-anak!"

"Pagi Bu Dwi!!!"

"Ada teman baru, pindahan dari kota Jakarta."

"Wah! Jakarta, keren banget!"

Venus hanya tersenyum tipis, wajah teman sekelasnya terlihat sangat terawat. Tas yang mereka gunakan juga terlihat sangat mahal, Venus tidak tahu berapa uang saku yang mereka punya, tapi yang pasti lebih banyak dari uang sakunya.

"Ayo, Bella!"

Venus mengangguk, mengambil posisi yang lebih nyaman, dan kemudian berkata, "Hallo! Namaku Bellarius Git Venus, akrab di sapa Venus. Aku dari Jakarta, pindahan dari SMP Nusand Pelita."

"Udah kenal ya, jadi tolong baik ya sama Venus, jangan ada yang jahatin Venus!" ucap Dwi, dan di jawab dengan kompak semua siswa, "Venus, kamu bisa duduk di kursi kosong itu ya, tunggu guru dateng ya! Saya pamit."

Venus mengangguk, mengucap Terima kasih sebelum Dwi berjalan keluar. Dia segera mendekati mejanya, duduk dengan cowok berponi. Namun, bekas luka di bagian dahi membuat Venus mengernyit, tapi tetap saja cowok di sampingnya ini terlihat tetap tampan.

"Gue arka," ucap cowok itu tiba-tiba, sekarang dia menoleh ke arah Venus, memberikan senyum yang lumayan tipis, "Kita tetanggaan loh, lo udah tau belum?"

"Ha? Seriusan kita tetanggaan?"

Arka mengangguk, "Rumah gue satu lokasi sama rumah lo, cuman beda dua rumah aja sama kebun itu. Jadi kalau jalan ya agak jauh, tapi kalau naik motor engga kok."

Venus mengangguk-angguk mengerti.

"Di sini tuh isinya anak kota sini semuanya, yang rumahnya di dalem desa cuman kita berdua doang. Tapi gapapa, gak ada yang mau bully atau malah gak di temenin. Semuanya baik, semua orang mereka temenin kok, cuman tetep aja mereka punya circle sendiri-sendiri."

"Ah! Gitu, gak sesuai sama apa yang gue pikir waktu pertama kali masuk."

"Emang, tapi karena nama lo awalannya B, jadi kita satu kantin. Kantin tingkat dua, lokasinya lumayan jauh sih."

"Kenapa tingkat dua?"

"Soalnya tingkat satu buat sisa anak kelas delapan, gak campur gitu jadinya. Anak kelas tiga mintanya gitu, kalau di lantai bawah buat anak kelas tujuh sama delapan ada yang di campur juga sih. Dulu tuh juga pernah di campur, tapi pada gak suka, anak kelas delapan banyak tingkah, terus ada yang gak Terima. Gitu deh pokoknya pasti lo paham."

Venus mengangguk-angguk, dia pikir siswa di sekolah tidak suka keributan, tapi ternyata sama saja seperti siswa sekolah negeri atau swasta lainnya, "Kafetaria di lantai satu asik gak?"

"Asik kok, kopinya sih yang menurut gue enak."

"Lo ke kafetarianya suka kapan?"

"Kita full day Ven, cuman dapet makan siang sama sarapan doang di sini mah. Jadinya istirahat kedua tuh kita ke kafetaria buat dapet makan."

"Semua siswa?"

"Kelas tiga doang."

Venus kembali membuka mulutnya sedikit, entah sudah berapa kali bibirnya terbuka seperti ini, tapi sepertinya terlalu sering. Dia baru saja berpikir tentang ramainya kafetaria jika di masuki anak kelas sepuluh sampai kelas tiga, tapi ternyata hanya untuk anak kelas tiga, dan jawaban itu membuatnya bernapas lega.

"Kelas tiga juga yang full day, ini jadwal tambahan supaya bisa masuk SMA yang bagus," ucap Arka.

"Ada yang bagus juga ya?"

Arka mengangguk, "Ada dua golongan, yang pengen lanjut di luar negeri sama di dalam negeri. Di dalam negeri ini mulai kelas A sampai D, terus yang lain buat di luar negeri."


Load failed, please RETRY

Estado de energía semanal

Rank -- Ranking de Poder
Stone -- Piedra de Poder

Desbloqueo caps por lotes

Tabla de contenidos

Opciones de visualización

Fondo

Fuente

Tamaño

Gestión de comentarios de capítulos

Escribe una reseña Estado de lectura: C5
No se puede publicar. Por favor, inténtelo de nuevo
  • Calidad de escritura
  • Estabilidad de las actualizaciones
  • Desarrollo de la Historia
  • Diseño de Personajes
  • Antecedentes del mundo

La puntuación total 0.0

¡Reseña publicada con éxito! Leer más reseñas
Votar con Piedra de Poder
Rank NO.-- Clasificación PS
Stone -- Piedra de Poder
Denunciar contenido inapropiado
sugerencia de error

Reportar abuso

Comentarios de párrafo

Iniciar sesión