Descargar la aplicación
80% Untukmu Ken / Chapter 4: Tiga

Capítulo 4: Tiga

Aku menarik tangan En ikut bersamaku,aku membawanya ke sudut bertangga dekat perpustakaan.

Kakakku bilang di sini sangatlah damai,apalagi untuk orang seperti En.

Tak tahu kenapa mereka yang berkeliaran di setiap penjuru sekolah sama sekali tak pernah menampakkan wujudnya di tempat ini.Aku rasa En pasti akan menyukainya.

Terbukti senyum En yang tak henti hentinya merekah.Senang juga melihat En tersenyum seperti ini.

"En,senang?" dia mengangguk cepat.

"Mau tau gak aku bisa ngelihat mereka apa gak?"

En menoleh ke samping "Oh,iya Ken juga bisa ngelihat mereka ?"

"Enggak,aku mana punya kemampuan kayak begitu" tanyaku pada diri sendiri dengan heran.

"Terus,di gudang tadi Ken mau ngasih tau apa?" sesaat aku hanya diam menatap En,aku sedikit ragu untuk menceritakan.Terlebih lagi kakakku sendiri pun tak ingin ada yang tahu tentangnya.Tapi,jika ada orang yang sama dengannya.Kenapa kakakku keberatan?

"Emmm,itu aku mau buktiin kamu itu beneran bisa ngelihat mereka atau gak?"

"Tadi katanya percaya"

"Tapi sebelumnya enggak" jawabku ringan.En membuang wajahnya pelan, sepertinya dia hendak pergi.Kedua kakinya bersiap untuk beranjak dan melangkah pergi.

"En,jangan pergi!" sergahku seraya menariknya untuk duduk kembali.

"Aku mau ke kelas" elaknya dengan wajah masam.En sepertinya kesal karena dari tadi aku memang seolah tak bisa mengertinya.Padahal aku sudah bisa memahaminya.

"En,gak mau tau aku bisa lihat mereka atau gak?" ulangku lagi.

En diam sesaat,hingga akhirnya dia mengangguk."Aku gak bisa lihat mereka,tapi kakakku bisa"

"Terus kenapa Ken harus bawa aku ke gudang tadi?"

"Yaa,karena banyak banget yang ngaku ngaku ke aku kalo bisa lihat mereka ,padahal kenyataannya mereka cuma bohong doang biar bisa deket sama aku"

"Emangnya Ken itu kenapa? Kok semua orang pengen bisa deket sama Ken?" aku menatap bingung ke arah En,tak paham lagi apa yang sekarang ada di kepalanya.Selama ini kemana saja gadis ini? Sampai sampai tak tahu apa pun tentang aku.

"En,kita sekelas loh"

"I...i...ya,kita sekelas" jawab En canggung.

"Kamu gak sadar kita sekelas?" tanyaku curiga.Ya jujur sebenarnya aku pun juga baru tau kalau En sekelas denganku.Aku sedikit terkejut ketika mendapatinya masuk ke dalam kelas yang sama denganku.Namun, sepertinya En tak menyadarinya.

"Hehe...,enggak Ken"

"Sama" En langsung menoleh cepat ke arahku.Tubuhnya sedikit condong maju mendekat,"Kenapa?' bukannya menjawab En malah mengetuk keras kepalaku dengan tangannya.

"Ken sama aja kayak En,apatis!" aku tak langsung merespon,entah ekspresi apa yang ku tunjukkan kepada En.Saat itu aku terlalu kaget dengan tindakan En yang tiba tiba mengetuk kepalaku.

"Ahahaha....,kita sama sama apatis" tawaku garing setelah beberapa lama ucapan En berlalu.Hari itu aku benar-benar terlihat sangat bodoh di hadapannya.Aku merasa sedang memasang ekspresi wajah tegang dengan lubang mulutku yang menganga lebar.Kemudian bergerak naik turun kaku karena tawa yang kupaksakan.Sialnya lagi En juga tak menyahut tawaku.

"Za! Kok di sini?" raut wajahku semakin tak terkondisikan,dengan wajah yang masih sama seperti tadi,aku menoleh ke orang yang menyapaku barusan.

"Wajah kamu jelek!" sambutan itu yang didapat kala aku sudah menghadap ke orang itu.Matanya menyipit melihatku,dengan telunjuk yang diacungkan tepat di depan wajahku.

"Ica?" tiba tiba En menyembul dari belakang.

"En,kenal sama dia?"

"Kenal,kan sekelas"

"Ken juga sekelas sama En loh" ucapku menyinggung En.

"Hehe...,iyaa" jawab En sambil nyengir kuda,kedua matanya jadi tampak hanya segaris saja.

***

Malang,2019

"Mana kak bolanya?"

"Oh,iya" aku menyerahkan bola plastik berwarna pelangi yang kupegang.Dengan senang anak kecil itu pun meraihnya dan membawanya pergi berlari.Dia bergabung kembali dengan teman temannya,bermain bola bersama.

Saat itu masih siang,cahaya matahari pun juga masih bersinar terik teriknya.Tetapi,anak anak itu seakan tak peduli panas yang menusuk nusuk kulit.Salah satu dari mereka masih ada yang memakai seragam sekolah, sedangkan sebagian mengganti atasan mereka dengan kaos oblong ataupun baju olahraga.

"KEN,TANGKEP!" tubuhku mendadak kaku mendengarnya,lupakan aku sedang menyapu,gagang sapu di tangannku asal saja ku jatuhkan,kemudian melihat ke arah keributan.

Namun,aku tak menemukan apa yang ku cari.

Tentu saja karena hal itu sangat tak mungkin terjadi.Ini Malang,bukannya Blitar yang di mana kemungkinan aku bisa menemukan Ken.Dengan malas aku kembali mengambil gagang sapu dan melanjutkan menyapu.

Selesai dengan urusan menyapu,aku kembali masuk ke dalam.Aku harus merapikan beberapa barang barangku yang masih berantakan.

Hari ini adalah hari keduaku di Malang,bisa dikatakan aku sedang merantau mengadu nasib.Jika kebanyakan orang merantau ke Jakarta,beda lagi denganku.Menurutku jika ke Jakarta itu sangat beresiko.

Belum tentu juga disana aku bisa langsung berhasil,bisa bisa jika gagal aku akan terdaftar menjadi salah satu penghuni kolong jembatan.Bukan itu keinginan ku.

Aku mendapat informasi dari Linda,saudaraku.Dia juga bekerja di Malang dan alhamdulilah hasilnya mampu mengubah kehidupannya beserta sekeluarga.

"Assalamualaikum"

"Waalaikumsalam" jawabku seraya berjalan menuju pintu,di depan sudah berdiri seorang wanita paruh baya dengan roll rambut yang terpasang di mana mana.

Sebelah tangannya mengapit buku tebal yang benar benar tampak kusam.Entah apa isi buku itu,sampai sampai buku itu terlihat lebih gemuk dari buku buku pada umumnya.

"Kamu,yang kemarin ngontrak di sini kan?"

"Iya"

"Udah bayar uang kontrakan belom?" reflek aku langsung mengernyit,menatap wanita ini dengan tatapan tak suka.

Bisa bisanya di siang siang bolong seperti ini,sepanas ini,dan masih sesibuk ini.Dia datang kemari hanya menanyakan perihal itu.

Apalagi aku yang kemarin sudah membayar dengan lunas,masih juga dipertanyakan seperti ini.

Pelan pelan aku menarik napas, menghembuskannya perlahan pula.Kedua sudut bibirku berusaha ku tarik agar membentuk senyuman manis di wajahku,lalu aku pun mulai berbicara.

"Itu yang ibuk bawa,kalo boleh tahu apa ya?" tanyaku dengan santun.Kan tak mungkin juga jika langsung klimak aku menyanggah.

"Ini buku! Emangnya kamu gak bisa lihat!?"

"Buku buat apa ya buk?" tanyaku pura pura bodoh.

"Ya buat catatan yang udah bayar kontrakan lah! Gitu aja masih nanya!!"

"Emm...,catatan yang bayar kemarin malam,boleh di baca lagi gak buk?"

"Loh,kamu kok nyuruh nyuruh saya!!?" sekarang wanita itu tak bisa berdamai,emosinya seakan menggelegar di mana mana.Ibu ini merasa paling benar dan tak mau mendengarkanku sama sekali.

Namun,siapa sangka meski marah marah kepadaku,ibu itu tetap melakukan apa yang ku minta.Lembar per lembar di baliknya hingga menampilkan tiga halaman dari belakang.Telunjuknya menyusuri per kalimat yang tertulis di situ.

"Afsen...., Blitar...,udah lunas.... Januari"

"Maaf itu nama saya buk" sahutku cepat.

"Eh,kamu Afsen?" tanyanya dengan nada tak percaya.Dengan teliti ibu itu mengamatiku seperti sedang menyelidik.Aku merasa terganggu akan hal itu."Apa perlu saya kasih KTP saya buk?" tawarku sedikit jengkel.

"Gak usah,gak perlu" jawab ibu itu dengan perasaan angkuh.

"Semoga betah di sini ya...,jangan telat bayar buat bulan depan" selesai mengucapkannya ibu itu pergi begitu saja seperti angin lalu,atau mungkin seperti badai lalu yang membuat jengkel di siang siang bolong.Aku membanting pintu sekuat tenaga,saking kesal.

"Jangan marah marah"

Aku sedikit tersentak karena di belakangku sudah ada Elen,hantu wanita penghuni tempat ini.

Secara fisiknya bisa dibilang dia berumur kira kira delapan belas tahun.Mungkin di waktu terakhirnya ia tinggal di sini karena urusan sekolah.Aku juga tak berniat mempertanyakan bagaimana dan mengapa ia bisa seperti ini.

Aku rasa aku tak perlu mengetahuinya,toh Elen pun juga tak meminta tolong kepadaku.

"Bu Arum,emang gitu orangnya"

"Suka marah marah" balasku kesal.

"Kamu hebat loh berani lawan Bu Arum"

"Ya emang harus digituin biar gak kebiasaan"

Elen hanya tersenyum dengan perkataanku, kemudian dia melayang menuju arah dapur.Aku yang penasaran pun mengikutinya.

"Hari ini kamu gak masak?"

Aku menggeleng,"Enggak,masih bingung mau masak apa"

"Buruan masak,nanti malah sakit gara gara gak makan" selesai berucap samar samar tubuh Elen yang transparan sekarang malah menghilang.Seperti terbawa angin lalu.Aku mendengus akan hal itu.

***

Bunyi bising kendaraan,seruan pedagang,riuh orang orang terdengar menjadi satu masuk secara paksa ke pendegaran.

Sesekali aku menutup telingaku dengan tangan.Hari ini hari ketiga di Malang,sesuai janji Linda dia akan mengajakku ke tempat kerjanya.Di sana aku juga akan melamar pekerjaan.Semoga aku diterima di sana.Aamiin.

"En,kamu udah sarapan belum?" tanya Linda samar samar,suaranya hampir kalah saing dengan suara riuh jalanan.Untung aku masih bisa sedikit mendengarnya."Belum,Lin kenapa?"

Linda tak langsung menjawab,dia meraih tangan kananku dan membawaku untuk menyebrangi jalanan yang ramai akan kendaraan.Baru setelah kami sampai di seberang Linda menjawab,"Aku ada langganan warung pecel deket sini,mau gak?"

"Emang ada?" aku balik bertanya.

"Yaa,kalau aku nawarin berarti kan ada En"

"Eh,iya hehe...,ya udah mau Lin!" Linda mengangguk semangat dan langsung menarik cepat tanganku, sepertinya tujuan Linda tak hanya mengajakku untuk sarapan tetapi juga memuaskan keinginannya memakan nasi pecel.

Memang enak,pagi pagi kalau sarapan nasi pecel.Selain lezat juga sehat.

Setelah lama berjalan kami pun sampai di sebuah warung sederhana, seperti biasa di bagian depan warung ini terpampang tulisan menu andalan mereka seperti yang di bilang Linda tadi.

"Pak pecelnya dua ya" seru Linda semangat.

"Minumnya apa mbak?"

"Teh anget aja dua" selesai memesan Linda menarikku untuk duduk,kami memilih tempat paling pojok yang dekat dengan pinggir jalan,tetapi tak dilalui juga oleh pembeli yang datang.

Malu juga jika makan dilihat oleh pembeli yang berlalu lalang.Bisa bisa gak fokus makan tapi fokus sama tatapan para pembeli.

"Ini mbak pecelnya" penjual pecel tadi meletakkan dua piring pecel serta dua gelas teh hangat di meja kami.

"Makasih pak" ucap kami bersama.Kemudian memakan makanan masing-masing.

Setelah dua suap makan aku tak kembali melanjutkan makanku,aku sejenak menaruh sendok di piring.

Menopang kepala dengan kedua tanganku.Entah tiba tiba saja aku teringat Ken lagi.Dulu ketika SD Ken sering sekali mengajakku ke kantin wilayah kakak kelas,dimana bagian kelas bawah dan kelas atas memang terpisah.Namun,karena Ken punya kakak yang satu sekolahan membuatnya tak ragu mengajakku ke sana.

Bisa dibilang hanya kita berdua adik kelas yang berani menapakkan kaki di sana.

"Kamu gak suka?" pertanyaan Linda membuyarkan semua lamunanku.Aku mengerjap beberapa kali,meneguk sedikit teh hangat milikku."Suka" jawabku.

"Terus,kenapa gak dimakan?" tanya Linda khawatir.

"Hehe jadi keinget Ken" tiba tiba Linda melayangkan sendoknya menuju kepalaku, menunjuk nunjuk wajahku dengan sendok itu.

"Ya Allah mau sampek kapan sih En? Ken aja belum tentu inget sama kamu" aku menelan salivali dengan susah,mendadak kerongkonganku kering.Padahal baru saja aku meminum teh.

Apa yang dikatakan Linda memang ada benarnya juga.Mungkin sekarang Ken tak mengingatku,pasti dunia barunya lebih asyik.Apalah aku yang hanya slalu berlindung di baliknya.

"Udah gak usah sedih juga,biarin aja yang udah berlalu,jalani yang baru"

"Emang En bisa lupain Ken?" tanyaku memelas.

"Bisa bisa En,asalkan niat!" Linda mengepalkan tangannya kuat kuat seraya mengangkatnya tingi tinggi.

"Kalo nanti ketemu sama Ken gimana?"

"Ya biasa aja"

"Biasa gimana?" tanyaku kesal.

"Ya kayak biasanya aja En,tapi gak usah melibatkan perasaan ya!" peringat Linda mengacungkan telunjuknya di hadapanku.

"Kalau Ken ngelamar En?"

Seketika Linda menyemburkan teh yang baru saja diminumnya,wajahnya benar benar tegang.Aku pun juga demikian.Tak tahu tiba tiba pikiranku memikirkan hal hal aneh yang entah itu mungkin atau tidak.

Udara di sekitar juga mendadak seperti habis,membuatku kesusahan bernapas.

"Tolak aja dia" jawab Linda yakin,seraya menggebrak meja.Tak peduli dengan tatapan orang orang di sekitar.

"Ke...ke...ke...napa,ditolak?" aku ragu bertanya,namun aku penasaran.

"Coba bayangin! Selama ini kamu itu ada perasaan sama dia,tetapi apa!? Dia sama sekali gak pernah peka.Enam tahun En,enam tahun! Bukan perkara mudah buat nyimpen perasaan sendirian"

Aku mengangguk angguk kecil,lagi lagi perkataan Linda mampu menyadarkan kebodohanku ini.Dimana selama ini aku menunggu nunggu dan berharap penuh kepada Ken yang belum tentu dia sepertiku.

Ini setia atau bodoh sih?

Aku berhenti melamun lagi,ketika aku menatap wajah Linda yang mendadak mencurigakan,mata besarnya itu mengamati arlojinya terus menerus,sambil semakin didekatkan.Hingga ia memekik histeris,

"EN,KITA TELAT!!!"


Load failed, please RETRY

Estado de energía semanal

Rank -- Ranking de Poder
Stone -- Piedra de Poder

Desbloqueo caps por lotes

Tabla de contenidos

Opciones de visualización

Fondo

Fuente

Tamaño

Gestión de comentarios de capítulos

Escribe una reseña Estado de lectura: C4
No se puede publicar. Por favor, inténtelo de nuevo
  • Calidad de escritura
  • Estabilidad de las actualizaciones
  • Desarrollo de la Historia
  • Diseño de Personajes
  • Antecedentes del mundo

La puntuación total 0.0

¡Reseña publicada con éxito! Leer más reseñas
Votar con Piedra de Poder
Rank NO.-- Clasificación PS
Stone -- Piedra de Poder
Denunciar contenido inapropiado
sugerencia de error

Reportar abuso

Comentarios de párrafo

Iniciar sesión