Descargar la aplicación
9.47% Twinkle Love / Chapter 18: Bab 18 Perihal Matematika

Capítulo 18: Bab 18 Perihal Matematika

"Akhirnya selesai jugaaaa!"

Alira merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur setelah selesai mengerjakan tugas ekonomi. Butuh waktu satu setengah jam bagi Alira untuk menyelesaikan tugas tersebut. Sebenarnya tugas yang diberikan tidaklah sulit. Karena yang harus dilakukan siswa hanyalah meringkas materi.

Tapi … yang membuat Alira lama mengerjakan tugas adalah karena ia sangat malas jika harus membaca materi sebanyak lima puluh halaman. Masih mending kalau tugasnya diketik, nah yang ini? Semua tugas ekonomi harus ditulis tangan dan menggunakan kertas HVS.

Pertama, Alira harus menyiapkan kertas HVS dulu lalu membuat garis lurus tipis-tipis. Kalau tidak dibuat garis, kemungkinan besar tulisan Alira akan bergelombang-gelombang. Tulisan yang tidak rapi akan mengurangi nilai tugas siswa.

Kedua, Alira harus menyiapkan amunisi yang cukup sebelum mulai membaca materi. Karena tanpa amunisi, otak Alira tidak bisa bekerja dengan baik. Makanya, sore tadi Alira sengaja pergi ke minimarket untuk membeli beberapa jajanan dan minuman.

Ketiga, Alira akan mengeluarkan buku paket ekonomi dan mulai membaca materi secara perlahan. Berusaha untuk fokus membaca sambil mendengarkan musik. Sebagai selingan, sesekali Alira menonton film yang sudah ia stok saat menumpang wifi di cafe.

Keempat, setelah selesai membaca semua materi yang harus Alira lakukan adalah menulis ringkasannya di kerta yang tadi sudah ia siapkan. Namanya memang meringkas materi, tapi ada minimal halamannya. Alira harus meringkas minimal sepuluh halaman.

Sudah selesai! Jika keempat tahap tadi sudah Alira lakukan, selesai sudah kewajibannya. Harusnya sih Alira bisa cepat menyelesaikan tugas semacam itu. Tapi yang biasanya terjadi, Alira lebih banyak memakan waktu untuk menonton film daripada mengerjakan tugas.

"Udah kelar nonton satu episode, tapi tugas gue belum kelar," kekeh Alira saat mengingat jika tadi ia sudah menyelesaikan satu episode film namun tugasnya baru dapat setengah.

"Coba kita cek lagi, apakah ada tugas lain untuk besok?" Alira beranjak duduk dan meneliti jadwal pelajaran untuk besok.

Selain ada pelajaran ekonomi di jam pertama, ada pelajaran seni budaya di jam berikutnya. Lalu setelah istirahat ada pelajaran Bahasa Indonesia, dan di jam terakhir ada matematika.

"Kenapa harus dikasih di jam terakhir?" heran Alira karena kelasnya sering mendapat jadwal matematika di jam terakhir.

Pagi hari sudah disambut dengan ekomoni, dan sore hari ditutup dengan pelajaran yang banyak mengundang remidi saat ulangan. Memang terasa sangat melelahkan. Tapi katanya, lebih melelahkan lagi menjadi anak IPA.

Kalau kita melakukannya dengan senang hati, bisa saja hal semacam tadi tidak akan terasa melelahkah. Hanya saja, urusan hati tidak dapat dipaksakan. Kalau sudah capek dan tidak mood, sudah tidak bisa lagi diganggu gugat.

"Tidur ah. Biar besok nggak ngantuk-ngantuk banget pas sekolah," Alira mulai merebahkan tubuhnya.

Memasangkan selimut tebal hingga menutupi sebagian tubuhnya. Mematikan lampu kamarnya dan menggantinya dengan lampu kelap-kelip. Perlahan Alira memejamkan kedua matanya dan mulai berpindah ke alam mimpi.

***

Sekali lagi Alingga membaca pesan dari salah satu penyelenggara seminar di salah satu sekolah tetangga. Alingga diminta menjadi narasumber dalam acara tersebut. Sejak buku-buku Alingga diterbitkan, ia kerap diundang untuk menjadi narasumber di beberapa event kepenulisan.

"Masih tiga bulan lagi. Lo terima aja deh," kata Oscar saat menyadari kegelisahan temannya.

"Mager," kata Alingga kembali meletakkan ponselnya di atas meja.

"Mageran banget. Dasar cowok," sindir Denis.

"Sombong amat. Kayak situ nggak pernah mageran aja," sahut Oscar.

"Bukan pernah lagi, Car. Justru mager itu udah jadi salah satu rutinitas gue yang udah mendarah daging," Denis berujar dengan penuh kebanggaan.

"Pantes nggak pinter-pinter," kekeh Alingga membuat ekspresi Denis seketika berubah.

"Nggak usah nyindir juga kali, Al" ucap Denis tampak lesu.

"Bukan nyindir, cuma ngomongin fakta aja. Iya nggak, Al?" tanya Oscar yang segera diangguki oleh Alingga.

"Punya temen kok nggak ada yang bener semua. Ngenes amat hidup gue," Denis mulai mendramatisir keadaan.

"Cari temen lain aja sana," suruh Alingga.

"Iya bener. Gue ikhlas lahir batin kalo lo mau temenan sama yang lain, Den" sambung Oscar menambahi.

"Jahat banget sumpah!" seru Denis.

Alingga dan Oscar tertawa lepas melihat ekspresi Denis. Membuat Denis semakin kesal karena hal itu.

"Mau bolos apa enggak nih?" tanya Oscar.

"Bolos mulu. Entar gue nggak pinter-pinter. Diejek terus dong sama Alingga," Denis langsung menyahut.

"Dengerin gue dulu," kata Oscar. "Ada Bu Uum di jam pertama. Kelas sebelah kemarin disuruh ngerjain soal dua puluh lima dan harus dikumpulkan hari itu juga."

"Yakin kalian pada mau ikut?" tanya Oscar pada kedua temannya.

Seketika Denis menggeleng. Sebuah respon yang berbanding terbalik dengan yang diberikan Alingga. Seperti biasa, Alingga hanya mengedikkan bahu seolah tidak mempermasalahkan jika setelah ini harus mengerjakan soal matematika.

"Kalo mau bolos ya tinggal bolos aja. Jangan kebanyakan mikir," kata Alingga mengeluarkan suara.

"Mau bolos dimana nih? Rooftop sekolah udah nggak aman lagi. Si Leo udah masang cctv di sana," ujar Denis meninta saran.

"Angkringan belakang sekolah aja," kata Oscar.

"Emang kalo pagi-pagi udah buka?" tanya Alingga.

"Udah, Al. Itu tempat nggak cuma jadi angkringan. Kalo pagi jadi warung soto, siangnya jadi warteg terus malemnya jadi angkringan. Emang cemerlang banget idenya si penjual kok," tutur Oscar menjelaskan pada Alingga.

Mereka bertiga akhirnya sepakat untuk pergi ke angkringan belakang sekolah. Untuk hari ini, Alingga dan kedua temannya memilih melewatkan pelajaran matematika yang ada di jam pertama.

"Heran sendiri gue sama matematika," kata Denis membuka topik baru.

"Nggak usah dipikirin. Si matematika aja nggak mikirin lo," sahut Oscar santai.

"Bukan gitu maksud gue," Denis kembali berujar. "Harus banget apa matematika di kasih di jam pertama?"

"Perut gue baru saja dikasih amunisi nasi goreng, langsung lenyap seketika kalo ketemu matematika."

"Nasi goreng mulu sarapan lo. Nggak ada yang lain apa?" tanya Oscar.

"Yang gampang dibuat, Car. Maklum anak kontrakan mager kalo suruh masak-masak," kekeh Denis membuat Oscar menggelengkan kepalanya.

"Bahh! Naik kelas kok ketemunya Bu Uum lagiii!" seru Denis kembali meresahkan tentang matematika.

"Kelas kita itu isinya bukan anak-anak olimpiade, kenapa harus banget dapat Bu Uum?"

"Ibunya demen sama elo kali," celetuk Alingga.

"Eh sumpah? Bu Uum emang masih single?" tanya Oscar penasaran.

"Kayaknya sih iya," jawab Alingga dengan sedikit keraguan.

"Pada minder lah mau ngelamar Bu Uum. Orang beliaunya kayak gitu kok," kata Denis membuat Oscar semakin penasaran.

"Emang ada apa sama Bu Uum?" Oscar kembali bertanya.

"Lah. Lo juga nggak sadar?" tanya Denis yang dibalas gelengan kepala oleh Oscar.

"Bu Uum itu orangnya perfeksionis banget. Beliau juga fashionable-nya minta ampun. Lo lihat aja deh kalo Bu Uum pake seragam pasti warnanya paling mencolok dibanding guru lain."

"Satu baju cuma dipake buat sekali," kata Alingga menambahi ucapan Denis.

"Nah iya tuh, betul!"

Oscar melongo tak percaya. Kalau dipikir-pikir, memang benar juga apa yang dikatakan Denis. Bu Uum selalu tampil dengan penuh gaya saat di sekolah. Gaya berpakaian maksudnya.

"Hadehh! Gue bener-bener nggak bisa menerima kenyataan kalo matematika salah satu mapel wajib di sekolah. Pening banget otak gueee!" seru Denis untuk yang kesekian kalinya kembali mempermasalahkan soal matematika.

Sebenarnya matematika itu tidak memiliki kesalahan, tapi justru selalu disalah-salahkan oleh banyak orang. Ya, mungkin karena matematika dipandang sulit sebab isinya terkait perhitungan. Dan lagi, yang namanya matematika entah itu ditaruh di jam pertama, jam setelah istirahat atau bahkan jam terakhir tetap saja akan mengundang keluhan bagi banyak siswa.

Matematika: satu hal yang cukup sulit dicinta oleh beberapa orang.

***

11102021 (10.51 WIB)


Load failed, please RETRY

Regalos

Regalo -- Regalo recibido

    Estado de energía semanal

    Rank -- Ranking de Poder
    Stone -- Piedra de Poder

    Desbloqueo caps por lotes

    Tabla de contenidos

    Opciones de visualización

    Fondo

    Fuente

    Tamaño

    Gestión de comentarios de capítulos

    Escribe una reseña Estado de lectura: C18
    No se puede publicar. Por favor, inténtelo de nuevo
    • Calidad de escritura
    • Estabilidad de las actualizaciones
    • Desarrollo de la Historia
    • Diseño de Personajes
    • Antecedentes del mundo

    La puntuación total 0.0

    ¡Reseña publicada con éxito! Leer más reseñas
    Votar con Piedra de Poder
    Rank NO.-- Clasificación PS
    Stone -- Piedra de Poder
    Denunciar contenido inapropiado
    sugerencia de error

    Reportar abuso

    Comentarios de párrafo

    Iniciar sesión