Descargar la aplicación
4.18% BELIEVE IN LOVE / Chapter 12: TAMAN KOTA

Capítulo 12: TAMAN KOTA

"Bagas. Setelah dari sini, kita mau ke mana lagi?" Tanya Kiara.

"Aku nanti siang mau mengantar Ibu ke Butik, kamu tidak keberatan jika kita langsung pulang saja?" Tanya Bagas.

"Tidak," jawab Kiara.

"Sekarang kita duduk sebentar di sini, udaranya sangat sejuk."

"Iya, udaranya sangat sejuk di sini. Semalam hujan deras, mungkin itu yang membuat udara di sini jadi sejuk apalagi di sini banyak pohon yang rindang," jawab Kiara sambil menjilati es creamnya.

Bagas duduk dengan santainya sambil melihat ke depan, memperhatikan anak-anak yang sedang bermain. Sementara Kiara sibuk dengan es cream yang ada di tangannya.

Kiara langsung membersihkan bibir dan tangannya dengan tisu setelah menghabiskan es cream.

"Kiara. Suatu saat nanti jika kita sudah menikah, aku ingin punya anak yang banyak biar rumah kita nantinya tidak sepi," ucap Bagas tersenyum melihat Kiara.

"Aku juga ingin punya anak yang banyak. Membesarkan anak-anak kita bersama-sama. Hidup bersamamu selamanya," jawab Kiara tersenyum manis menatap lembut wajah Bagas.

Mendengar jawaban Kiara seperti itu, Bagas mengambil jemari tangan Kiara dan menggenggamnya lembut. Kiara pun membalas genggaman tangan Bagas.

"Terima kasih Kiara, aku sangat mencintaimu," ucap Bagas menatap penuh cinta ke dalam mata Kiara.

Leo yang duduk di sebelah mereka, tanpa sadar mengepalkan tangannya melihat tangan Kiara dan Bagas saling bertaut. "Sialan! Aku malah melihat keromantisan mereka. Jadi laki-laki ini kekasihnya?! Manis sekali dia bicara dengan kekasihnya," hati Leo bicara sendiri.

Tidak lama kemudian terdengar suara ponsel berbunyi.

"Bagas, ponselmu berbunyi. Mungkin ada panggilan masuk," ucap Kiara.

Bagas segera mengambil ponsel yang ada di saku jaketnya.

Bagas :

"Hallo Bu."

Ibu :

"Kamu di mana?"

Bagas :

"Sedang di taman bersama Kiara."

Ibu :

"Cepat pulang. Ibu mau ke Butik."

Bagas :

"Iya, aku segera pulang."

Telpon langsung ditutup. Bagas memasukkan kembali ponselnya ke saku jaket.

"Ayo, kita pulang. Ibu sudah menungguku di rumah," ucap Bagas. "Aku akan mengantarmu pulang."

"Kamu langsung saja pulang, biar aku pulang sendiri. Kasihan Ibumu sudah menunggu di rumah," jawab Kiara. "Aku bisa pulang jalan kaki, rumahku dekat dari sini."

"Kamu tidak apa-apa pulang sendiri?" tanya Bagas.

"Tidak, cepatlah pulang! Ibumu sudah menunggu!"

"Baiklah! Aku pulang ya. Salamku buat Ibumu!" Ucap Bagas.

"Iya, nanti aku sampaikan pada Ibu. Kamu hati-hati bawa motornya."

Bagas dengan langkah tergesa-gesa segera pergi meninggalkan Kiara menuju ke tempat di mana motornya tadi diparkirkan.

Sekarang, Kiara hanya duduk berdua dengan orang yang dari tadi menutup wajahnya dengan topi. Tidak ada yang bicara sampai beberapa menit kemudian terdengar pria yang duduk disampingnya membuka percakapan.

"Kamu suka anak-anak?" tanya Leo memecah kesunyian.

Kiara menoleh ke samping di mana Leo duduk. "Iya," jawabnya datar dan kembali mengalihkan pandangannya ke depan lagi.

"Aku juga," ucap Leo dengan pandangan melihat ke arah anak-anak yang sedang bermain.

Kiara tidak menjawab tetapi melihat kembali pria yang duduk disampingnya yang memakai topi sengaja menutup sebagian wajahnya.

"Apa pria tadi itu kekasihmu?" Tanya Leo tapi kemudian dia meralatnya. "Maaf kalau kurang sopan, tidak usah dijawab."

Kiara tidak menjawab. Angin sepoi-sepoi menerpa wajahnya, mempermainkan poni yang bertengger manis didahinya. Bulu matanya yang lentik dengan bola mata berwarna coklat, pipi putihnya yang ranum dan bibirnya yang merah alami semakin menambah kecantikannya.

Leo yang duduk di sebelah Kiara tidak bisa melepaskan pandangannya dari wajah Kiara. "Cantik sangat cantik," puji Leo dalam hati.

Karena merasa sedang di perhatikan, tiba-tiba saja Kiara menoleh ke Leo. Sontak saja Leo dengan cepat langsung melihat ke depan.

"Kamu sedang berolahraga?" Tanya Kiara melihat baju yang dipakai Leo.

"Iya," jawab Leo.

Tiba-tiba saja Kiara berdiri. "Ini sudah siang, aku mau pulang."

Leo mendongak melihat Kiara yang hendak pergi. "Kamu mau pulang?"

Kiara menjawab dengan tersenyum manis memperlihatkan deretan giginya yang putih berderet rapih. "Iya, Ibuku di rumah sendirian."

Leo beberapa detik hanya tertegun melihat senyum manis Kiara. Entah mengapa, hatinya seakan berdesir dan jantungnya berdegup kencang.

"Apa kamu masih mau di sini?" Tanya Kiara berusaha untuk melihat dengan jelas wajah yang tertutup topi yang menutupi sebagian wajahnya.

"Tidak, aku juga mau pulang. Sudah hampir siang," jawab Leo gugup memalingkan wajahnya agar tidak terlihat jelas oleh Kiara.

"Rumahmu ke arah mana?" tanya Kiara tersenyum. "Mungkin saja kita searah."

Leo menunjuk ke arah jalan yang mengarah kemansionnya. "Ke arah sana."

"Aku juga arah ke sana. Bagaimana kalau kita pulang sama-sama biar ada teman mengobrol? Tapi itu juga kalau kamu tidak keberatan," ucap Kiara menawarkan diri.

Tentu saja Leo senangnya bukan main, dia seperti mendapat jackpot. Dengan cepat dia menerima tawaran Kiara. "Bagus juga idenya." Leo pun berdiri dari tempat duduknya. "Ayo! Kita lanjutkan obrolan kita sambil jalan," ajak Leo.

Mereka berdua kemudian pergi pulang, berjalan bersama sambil mengobrol. Sekali-kali terdengar mereka berdua tertawa hingga tidak terasa perjalanan mereka sudah sampai di depan rumah Kiara.

"Ini rumahku," tunjuk Kiara ke arah rumah sederhana yang pekarangannya penuh dengan beraneka macam bunga.

Leo memperhatikan dengan seksama ke arah rumah Kiara. "Ini rumahmu? Banyak bunga dihalamannya dan tidak terasa kita sudah sampai saja," ucap Leo.

Kiara hanya tertawa kecil menanggapi omongan Leo. "Kamu mau mampir?" Ucap Kiara kemudian.

Leo terdiam beberapa detik tapi kemudian. "Tidak, terima kasih."

"O ya lupa, kita sudah bicara banyak dari tadi tapi belum berkenalan. Namaku Kiara." Kiara mengulurkan tangannya mengajak berkenalan.

"Leonardo, panggil saja Leo," balas Leo menyambut uluran tangan Kiara. Entah apa yang terjadi dengan dirinya, di saat tangannya menyentuh tangan Kiara, jantungnya berdegup dengan kencang, ada sesuatu dalam hatinya yang berdesir.

Kiara tersenyum manis melihat Leo yang terlihat gugup.

"Baiklah, aku harus melanjutkan perjalananku," cepat-cepat Leo melepaskan tangannya dan berusaha untuk menenangkan dirinya dari kegugupan.

"Iya," jawab Kiara. "Hati-hati di jalan."

Setelah Leo pergi, Kiara lalu membuka pintu pagar dan menutupnya kembali kemudian masuk ke dalam rumah.

Terlihat Ibunya sedang menonton televisi sendirian.

"Sudah pulang nak?" Tanya Ibunya melihat Kiara baru saja masuk.

"Iya, Bu."

"Kenapa lama sekali?" tanya Ibu. "Kamu tidak mampir ke mana-mana bukan?"

"Maksud Ibu apa? Bukannya di sambut malah banyak pertanyaan. Kaki aku sakit, tadi jalan kaki."

"Jalan kaki? Bukankah kamu pulang dengan Bagas naik motor?" Tanya Ibunya heran.

"Iya, tadi pulang dengan Bagas terus mampir ke taman beli es cream. Di sana Ibunya Bagas telepon minta Bagas untuk pulang secepatnya jadi aku pulang jalan kaki dari taman ke sini." Kiara menjelaskan sambil duduk meluruskan kakinya yang sakit di sofa.

"Jadi itu yang membuat kaki kamu sakit dan sekarang kamu haus?" Tanya ibu.

"Betul. Kiara haus Bu," rengeknya manja dengan wajah yang dibuat sedih.

"Dasar bocah, bilang saja suruh Ibu ambilkan minum!" gerutu Ibunya langsung pergi ke dapur dan kembali dengan membawa segelas jus jeruk dingin.

"Terima kasih Ibuku sayang. Ibu adalah wanita yang paling cantik di dunia fana ini," puji Kiara sambil menerima gelas jus dari tangan Ibu dan langsung meneguknya hingga habis.

"Mana sisa uang pembayaran kuenya?" tanya Ibunya setelah duduk disamping Kiara.

"Ada di dalam tas."

Ibu langsung mengambil tas yang tergeletak di meja dan membukanya.

"Aku hanya menerima uang dengan jumlah yang diberikan teman Ibu." Kiara melihat Ibunya langsung menghitung uang yang diambil dari dalam tasnya.

"Jumlahnya memang segini," ucap Ibu. "Tadi dari taman ke sinikan jauh, kenapa tidak naik angkutan umum? Kamu bisa pakai uang ini untuk ongkos."

"Tadi Kiara pulang tidak sendirian, bertemu seseorang di taman. Rumahnya satu arah denganku, jadinya kita pulang bareng."

"Siapa?" Tanya Ibunya.

"Aku tidak pernah melihatnya dilingkungan kita, mungkin orang itu pendatang baru. Dia sedang berolahraga di taman."

"Perempuan?" Tanya Ibu.

"Laki-laki Bu. Dia memakai topi, wajahnya tidak terlihat dengan jelas. Tapi sepertinya dia sudah sangat dewasa," jawab Kiara menjelaskan.

"Kamu harus berhati-hati jika berkenalan dengan orang lain apalagi laki-laki, jangan mudah percaya," kata Ibu mengingatkan.

"Tenang saja Bu jangan khawatir, aku sudah besar. Lagi pula ini kan siang hari. Kalau dia berbuat jahat, aku bisa berteriak minta tolong."

"Tetap kamu harus hati-hati!" Ucap Ibunya mengingatkan.

"Iya Bu, aku akan berhati-hati," jawab Kiara sambil menguap. "Aku ngantuk Bu."

"Ya sudah, kamu istirahat. Ibu mau melanjutkan menonton film."

Kiara lalu pergi ke kamar dengan langkah gontai sementara Ibu melanjutkan kembali menonton film favoritnya.


REFLEXIONES DE LOS CREADORES
lyns_marlyn lyns_marlyn

Jangan lupa tinggalkan komen atau vote disetiap chapter

Load failed, please RETRY

Regalos

Regalo -- Regalo recibido

    Estado de energía semanal

    Rank -- Ranking de Poder
    Stone -- Piedra de Poder

    Desbloqueo caps por lotes

    Tabla de contenidos

    Opciones de visualización

    Fondo

    Fuente

    Tamaño

    Gestión de comentarios de capítulos

    Escribe una reseña Estado de lectura: C12
    No se puede publicar. Por favor, inténtelo de nuevo
    • Calidad de escritura
    • Estabilidad de las actualizaciones
    • Desarrollo de la Historia
    • Diseño de Personajes
    • Antecedentes del mundo

    La puntuación total 0.0

    ¡Reseña publicada con éxito! Leer más reseñas
    Votar con Piedra de Poder
    Rank NO.-- Clasificación PS
    Stone -- Piedra de Poder
    Denunciar contenido inapropiado
    sugerencia de error

    Reportar abuso

    Comentarios de párrafo

    Iniciar sesión