Setelah kepergian sang detektif. Ditatapnya sekilas dokumen yang tampak menarik minatnya tersebut. Ingin rasanya membuka isinya untuk mengetahui seputar informasi mengenai Flower Carnabel. Akan tetapi, seketika itu juga ada keraguan menyergap.
--
Jemarinya terulur meraih dokumen tersebut, bersamaan dengan itu terdengar suara pintu terbuka sehingga menyentaknya saat itu juga. Tubuhnya bergetar hebat ketika bertatapan secara langsung dengan pemilik manik biru.
"Selamat sore, Sir." Ucapnya dengan suara bergetar. Bermanjakan ketajaman dari siluet biru telah membuat Kenzie tertunduk takut.
Disuguhi sikap Kenzie yang tak biasa telah menggiring berbagai pertanyaan bersemayam di dalam benak Darren. Sudut matanya memicing hingga kening berkerut. Tatapannya menelisik pada wajah orang kepercayaannya tersebut Sementara yang ditatap memilih menundukkan wajah karena tidak sanggup bermandikan kilau tajam yang menyilau dari sepasang manik biru.
"Tidak ada apa pun yang menarik di bawah sana. Angkat wajahmu, Kenzie." Nada suara Darren terdengar lirih, akan tetapi penuh perintah tak terbantahkan. Wajah Kenzie terangkat sehingga bertatapan secara langsung dengan ketajaman mata yang lebih menyerupai Iblis Lucifer tersebut.
"Mana dokumen yang saya minta?"
"Ini, Sir." Menyerahkan dokumen bertali merah tersebut ke tangan Darren.
Bibir kokoh menyungging senyum khas berpadukan dengan semburat rasa puas atas kinerja Kenzie yang tidak pernah mengecewakan. "Good job, Kenzie."
"Thank you, Sir."
"Hh mm," sembari menepuk pundak kekar beriringan dengan langkah kaki meninggalkan ruangan. Tak lupa membanting pintu di belakangnya dengan sangat keras sehingga menimbulkan suara dentuman.
Disuguhi akan sikap Tuan nya, Kenzie hanya menggeleng-gelengkan kepala. "Arogan, kejam, sadis, tak berhati nurani, itulah Anda, Sir. Bahkan aura Anda sudah terasa mencekam dari jarak 100 meter. Huh, berada di dekat Anda membuat jantung saya lari marathon," ucapnya entah pada siapa karena nyatanya dia sedang sendirian di dalam ruang kerjanya.
Sementara itu di ruangan lain, Darren tampak memanjakan mata pada dokumen bertali merah yang tergeletak begitu saja di atas meja kerjanya.
Apakah Darren tidak tertarik untuk segera membukanya? Tentu saja tertarik. Bahkan sangat tertarik. Akan tetapi, sekarang ini bukanlah waktu yang tepat.
Ekor matanya melirik tajam pada arah jarum jam di pergelangan tangan. "Tinggal 30 menit lagi." Lirihnya.
Tidak mau terlambat ke acara Borneo. Dia bergegas meraih kunci mobil, tak lupa tuxedo yang tersampir pada lengan sebelah kiri.
Malam ini Darren terlihat sangat tampan berbalut kemeja polos yang di padupadankan dengan dasi kupu-kupu dan juga tuxedo. Semua yang melekat kuat di dalam dirinya sudah tentu bernilai fantastis. Tak heran jika banyak wanita rela mengantri supaya bisa bermanjakan kemewahan dari kekayaannya yang tak akan pernah habis sampai 7 turunan tersebut.
"Tambah kecepatan!" Perintahnya pada Dante. Sedetik kemudian mobil melaju dengan kecepatan tinggi membelah kota London hingga tak berselang lama mobil yang membawanya pergi sudah berhenti tepat di depan gedung megah nan mewah.
Kedatangan Darren langsung disambut oleh penerima tamu dengan gaun malam yang mampu memanjakan setiap mata liar memandang. Namun, sangat disayangkan. Kecantikan dan juga keseksian mereka tak mampu menarik perhatian Darren.
"Silahkan, Sir." Yang dibalas dengan kerlingan. Sungguh pesonanya mampu meluluhkan hati siap pun yang melihatnya.
Kehadirannya di acara Borneo telah mencuri banyak pasang mata hanya tertuju padanya. Para pemilik tubuh molek di buat saling berlomba untuk melemparkan tubuh pada pahatan Tuhan yang nyaris sempurna tersebut. Sementara itu para kumbang di buat melemparkan tatapan sinis atas sikap para wanitanya yang lebih memilih memuja ketampanan Darren Ewald Gilbert dibanding pasangan mereka malam ini.
"Selamat datang, Mr. Gilbert. Suatu kehormatan Anda menyempatkan waktu datang memenuhi undangan saya." Berpadukan dengan uluran tangan yang di sambut hangat. "Mana mungkin saya melewatkan acara Anda ini, Mr. Borneo."
Perbincangan demi perbincangan mengalir hangat. Kini, tak hanya kedua lelaki tampan tersebut yang terlibat ke dalam perbincangan. Akan tetapi, para rekan bisnis dari perusahaan ternama juga tergabung sehingga menambah daftar para pria tampan.
Malam ini Berneo, dan para lelaki lainnya terlihat tampan dan pastinya memikat. Akan tetapi, ketampanannya tak bisa menyaingi ketampanan dari Darren Ewald Gilbert. Sungguh, pahatan Tuhan satu ini benar-benar nyaris sempurna. Hanya saja ada satu yang kurang yaitu kekejamannya. Darren dikenal sebagai pengusaha muda yang tak memiliki rasa belas kasih.
Semenjak ditinggalkan oleh wanita tercinta dengan cara paling kejam telah membutakan hati dan juga jiwa. Kepahitan di dalam hidupnya telah menenggelamkannya ke dalam jurang kegelapan berselimut duri mematikan.
Darren tidak lagi tersentuh oleh siapa pun terutama para kupu-kupu cantik. Mendekat, maka kau akan terluka, itulah peribahasa yang paling tepat untuk menggambarkan sang billionaire, Darren Ewald Gilbert.
Namun, sangat disayangkan masih saja banyak wanita mendekat. Tidak perduli berapa banyak luka yang akan diterima, yang jelas berada di sisi sang billionaire menjadi tujuan utama para wanita.
Seperti sekarang ini salah satu wanita yang datang bersama pengusaha muda telah memilih meninggalkan pasangannya demi bisa menyanding seorang Gilbert. Sebut saja bahwa wanita tersebut adalah Alexa Canberra yang datang ke acara tersebut bersama, Obsen Brossom.
Dari kejauhan ditatapnya Darren yang tampak berbincang dengan Borneo. Sudut bibir Alexa sedikit terangkat bermanjakan lelaki paling tampak dan tentunya paling memikat malam ini. Perlahan tapi pasti langkah jenjang mulai mendekat ke arah Darren.
"Bagaimana pun juga aku harus bisa berkenalan denganmu, Mr. Gilbert." Lirihnya dengan berpura-pura menabrakkan tubuhnya pada lelaki tersebut sehingga tubuh ramping tersungkur ke lantai. "Auch ... " suara jerit kesakitannya.
"Anda tidak apa-apa, Nona?"
Alexa mendongak pada tubuh Darren yang menjulang tinggi di depannya. "Tidak apa-apa, Sir. Saya baik-baik saja."
"Okay." Beriringan dengan langkah kaki meninggalkan wanita tersebut.
"Shitttt, sombong sekali dia." Gerutu Alexa.
Tidak mau kehilangan interaksi dengan lelaki incaran, dia pun langsung menjerit kesakitan. Refleks, Darren berbalik menghampiri wanita tersebut. "Sepertinya kaki Anda terluka."
"Auch, saya tidak bisa berdiri, Sir."
"No problem. Mari saya bantu."
Darren memapah Alexa menuju sebuah tempat yang sepi dari para tamu undangan. Dengan penuh kesabaran membantunya terduduk pada salah satu kursi.
Wajah tampan semakin menyirat rasa khawatir disuguhi rintih kesakitan Alexa. "Lebih baik saya membawa Anda ke dokter."
Tidak mau kebohongannya terbongkar, Alexa langsung menyahut. "Tidak perlu, Sir. Kaki saya hanya terkilir. Mungkin dengan sedikit pijatan akan segera membaik." Dan tentunya dipijat oleh mu, baby. Lanjutnya dalam hati.
Tanpa mengurangi rasa hormat mulai memijat kaki jenjang Alexa. Berulang kali ekor matanya melirik ke arah wajah cantik. "Jika Anda tidak tahan dengan rasa sakitnya. Silahkan gigit pundak saya."
Oh, baby ... mana mungkin Alexa mu yang cantik ini menggigit mu. Tidak, tidak ... aku tidak bisa bisa melakukan itu kecuali ... menggigit bibirmu yang kokoh itu. Batin Alexa sembari menggigit kecil ujung bibirnya.
🍁🍁🍁
Next chapter ...
Hai, guys!! Terima kasih ya masih setia menunggu kelanjutan dari cerita Darren. Dukung selalu dengan memberikan power stone atau komentar. Peluk cium for all my readers. HAPPY READING !!