Descargar la aplicación
7.08% Keperawanan Sari Terenggut / Chapter 19: Wati Kepanasan

Capítulo 19: Wati Kepanasan

Ia masih sibuk memainkan pensil dan mengukir alis di wajah bulatnya, ia memang tak bisa tanpa benda itu sehari saja, wajah bulatnya yang baby face dan lesung pipi yang menghiasi wajahnya menambah kesan imut pada dirinya.

Dia Wati, teman Sari yang tak kalah cantik, hanya dia agak sedikit tulalit, tapi dia juga genit namun kegenitannya belum seberani Ica.

"Waw.. ca kalung kamu cakep banget," Wati takjub akan benda yang melingkar manis di leher temannya itu.

Ica tersenyum, "ah jadi malu deh," ia menutupi permata kalung itu dengan telapak tangannya.

"Kamu baru beli ya?, cantik banget jadi pengen,"Wati menampilkan wajah melas sok imutnya.

"Ini itu mahal ti, 5 kali gaji bulanan kita," bisik Ica.

Mata Sari membesar mendengarnya "OMG, trus kok lo bisa beli, banyak banget duit lo?" Tanya Wati heran.

Ica menarik wajah Sari dan membisiki nya lagi, seketika Wati semakin terpelongo mendengar ucapan Ica.

"Gue mau juga donk, cariin buat gue donk!" Wati sedikit beeteriak.

"Hem.. yakin elo mau?" Tanya Ica sinis.

"Yakinlah, siapa sih yang gak mau dikasih duit, dibelanjain, diajak perawatan, humm mauuuu," seru Wati bersemangat.

"Sttt.." Ica membungkam mulut Wati dengan tangannya.

"Duh Ica apaan sih," protes Wati.

"Lo jangan keras-keras, tar dengar Dita and Sari," pinta Ica sambil celingak celinguk.

"Lo beneran mau?" Ica bertanya sekali lagi.

"Ya bener lah," seru Wati.

"Lo emang bisa?"

"Bisa apaan?" Wati bingung.

"Lo bisa puasin laki-laki gak kalo lagi main?" Ucap Ica pelan.

Wati menggelengkan kepalanya, meskipun ia terlihat genit dan agresif, ternyata ia belum pernah berhubungan terlarang dengan lelaki manapun.

"Lo masih virgin?" Tanya Ica gak percaya.

"Iya.. pake jari doang pernahnya," Wati malu.

"Payah lo, masak udah sampe situ ga main sih?" Pungkas Ica.

"Yak kan keburu ditarik Sari waktu itu," sahut Wati.

"Ohh yang malam itu, sama cowok itu..hahha" Ica terkekeh.

"Iya padahal lagi enak banget nanggung."

"Enak kan.. emang enak," sahut Ica.

Obrolan mereka pun terganggu karena datangnya dua orang customer yang memang bagian mereka yang melayani, kini mereka harus profesional dan fokus akan tanggung jawab di tempat kerja.

Malam ini Wati sulit tidur, sepertinya ia kepanasan akan cerita Ica, yang diberi uang oleh lelaki itu, tak hanya uang bahkan perhiasan mewah, baju-baju mahal dan perawatan di klinik mahal.

'pantas si Ica makin bening aja,' gumam Wati.

Wati kini sudah terpengaruh akan omongan Ica, ia ingin merasakan jadi ratu sehari seperti Ica, tapi ia berpikir dengan siapa ia harus melakukannya.

Tanpa pikir jernih Wati meraih ponselnya, dan menghubungi salah satu kontak di ponselnya.

"Hallo, nanti aku libur kita nonton yuk!" Ajak Wati pada seseorang di seberang sana.

Kini Wati sudah siap dengan mini kemeja dan luaran overall pinggang di bawah lututnya, Wati sangat menyukai outfit yang terkesan cute.

Ia bersama Ica sudah keluar dari Asramanya, mereka berjalan ke depan minimarket di dekat Asrama, dan berpisah disana bersama pasangannya masing-masing.

"Cobain ya ti biar gak penasaran," bisik Ica yang segera menaiki mobil putih dan melambaikan tangannya pada Wati.

Wati juga melambaikan tangannya, ia masih menunggu seseorang yang berjanji akan mengajaknya nonton bioskop hari ini, 10 menit berlalu berhentilah mobil hitam yang tampak lebih murah dari milik Abra dan Herman.

"Hai.. ayo masuk," ajak lelaki itu dari dalam mobil.

Wati segera naik dan masuk ke dalam mobil, ia pun sudah bosan duduk sendiri di depan minimarket yang ramai itu.

Siapa ya lelaki yang bersama Wati, emang Wati sudah punya teman lelaki ya, ternyata itu Aldo lelaki yang dikenalnya waktu di diskotik, lelaki berkaos coklat yang menolongnya sewaktu mabuk dan juga lelaki yang sempat bercumbu dengannya sebelum Sari merusak suasana hangat itu.

Kini mereka menuju mall, yang didalamnya terdapat bioskop yang menyajikan film-film terbaru.

"Mau nonton film apa?" Tanya Aldo.

"Horor aja," sahut Wati, padahal ia tak pernah nonton film horor, tapi tak ingin lama memilih ia sebut saja sembarangan.

"Yaudah tunggu sini aku beli tiket sama pesan makanan ya," pinta Aldo.

"Oke."

Berbeda dengan Ica, kencan Sari kali ini memang seperti sepasang remaja yang sedang jatuh cinta, yang merayakan perasaan mereka dengan nonton bioskop sambil makan popcorn.

"Ayo," ajak Aldo menggandeng tangan Sari.

Mereka pun memasuki studio film yang akan mereka tonton, Aldo memperlakukan Wati dengan lembut dan manis. Sehingga Wati merasa nyaman dan Aman.

Setengah jam sudah mereka menyaksikan film yang menegangkan dan mengeluarkan suara-suara yang mengagetkan Wati.

"Kenapa?" Tanya Aldo yang melihat Wati menyilangkan tangan dan menggosok-gosok kedua lengannya.

"Agak dingin," ucap Wati tertunduk.

Aldo segera melepas jaket kulitnya, dan menyelimuti badan Wati yang kedinginan.

Wati tersenyum melihat perlakuan Aldo, "makasih" lirih Wati pelan.

Mereka masih menikmati film horor yang berdurasi kurang lebih dua jam, tiba-tiba Wati tersentak saat adegan memperlihatkan makhluk seram di layar besar itu.

"Aww…" pekik wati yang refleks memeluk badan Aldo.

Aldo hanya diam saja, ia masih terbawa oleh film horor itu hingga ia tak sadar Wati tengah memeluknya, dan ternyata wati tak kunjung melepas pelukannya, dan membuat Aldo tersadar akan tangan yang melingkar erat di badannya.

"Takut hantunya.. atau takut jatuh, kok pegangannya kenceng banget," ledek Aldo melirik manis Wati.

Wati tersadar dan melepas pelukannya "ma..maaf, tadi kaget," Wati tertunduk malu akan tingkahnya.

Wati mengambil air mineralnya, ia merasa gugup atas apa yang ia lakukan, ia jadi salah tingkah dan tak berani melihat ke arah Aldo lagi. Kini ia tampak menggosok kedua lututnya dengan tangannya sendiri, nampaknya ia  kedinginan lagi.

"Masih kedinginan," bisik Aldo mengagetkan Wati.

"Anu.. soalnya ga pake kaos kaki tadi," ucao Wati.

Aldo meletakkan kedua tangannya di lutut Wati dan ikut menggosoknya, Wati hanya tertunduk malu, darahnya berdesir dan tubuhnya jadi merinding.

'apa hantunya sekarang disini ya,' desis Wati agak ketakutan.

Wati merasa semakin dingin akan suasana di dalam studio ini, apalagi penontonya memang sedikit, hanya empat pasang muda-mudi dan jarak duduk mereka berjauhan, sementara Wati dan Aldo memilih duduk di barisan nomor dua dari atas.

"Gak usah takut kan ada aku," Aldo memeluk tubuh Wati yang sejak tadi gelisah.

Wati hanya diam, ia tak risih dipeluk Aldo malah ia merasa hangat dan nyaman dalam pelukan lelaki manis di sampingnya ini.

"Masih dingin?" Kali ini Aldo menatap mata Wati, dan jarak mereka hanya beberapa sentimeter saja.

"Sedikit," lirih Sari pelan.

"Sini!"

Aldo menangkupkan bibir mereka, dan Wati masih diam, namun Aldo terus menghangatkan Wati dengan belaian manja dan menggoda di bibirnya, sehingga berhasil membuat Wati membuka mulutnya dan memudahkan lidah Aldo menelusuri Wati agar lebih hangat.

Hampir semenit, Aldo melepaskan tautan bibir itu dan mengusap lembut bibir Wati dengan tangannya. Kini mereka saling pandang seolah masing-masing dari mereka menginginkannya lagi.

Layar yang kadang gelap dan terang di depannya kini hanya menjadi pengiring, pengiring kedua insan yang bertatapan mesra di atas sana.

Ruangan yang gelap, dan sepinya penonton seolah memberikan kesempatan pada mereka untuk mengulangi lagi, kecupan manis itu.

Kini Wati memejamkan matanya, seakan siap menyambut Aldo yang akan menghangatkan bibirnya lagi, Aldo mengerti akan ingin Wati, ia pun langsung menyerang bibir Wati namun kali ini sedikit ganas, begitu pun Wati yang pandai mengimbangi Aldo.

Ia pandai membalas permainan Aldo, sehingga mereka terbuai akan kemesraan ini, tak sadar kini tangan Wati telah melingkar dileher Aldo, dan tangan Aldo melingkar pas di pinggang Wati.


Load failed, please RETRY

Regalos

Regalo -- Regalo recibido

    Estado de energía semanal

    Rank -- Ranking de Poder
    Stone -- Piedra de Poder

    Desbloqueo caps por lotes

    Tabla de contenidos

    Opciones de visualización

    Fondo

    Fuente

    Tamaño

    Gestión de comentarios de capítulos

    Escribe una reseña Estado de lectura: C19
    No se puede publicar. Por favor, inténtelo de nuevo
    • Calidad de escritura
    • Estabilidad de las actualizaciones
    • Desarrollo de la Historia
    • Diseño de Personajes
    • Antecedentes del mundo

    La puntuación total 0.0

    ¡Reseña publicada con éxito! Leer más reseñas
    Votar con Piedra de Poder
    Rank NO.-- Clasificación PS
    Stone -- Piedra de Poder
    Denunciar contenido inapropiado
    sugerencia de error

    Reportar abuso

    Comentarios de párrafo

    Iniciar sesión