Sudah 2 tahun Rindi di Korea, dia sudah mulai hapal segala rute. Rindi juga sudah mulai banyak kenalan setelah dia banyak bekerja dengan orang saat menerjemahkan naskah dan sejenisnya. Malam ini Rindi berencana menghadiri acara pembacaan naskah drama baru, Rindi yang part time sebagai penerjemah di ph itu pun di undang untuk hadir. Rindi jelas sangat antusias, karena dia akan bisa melihat banyak artis malam ini. Tapi Rindi ragu-ragu untuk pergi tepat di menit terakhir, Rindi takut nantinya dia tidak bisa bersosialisasi secara natural. Terlebih lagi tidak banyak yang tahu kalau Rindi itu tidak bisa makan makanan seenaknya di Korea ini.
"Sebaiknya Aku tidak berangkat," gumam Rindi lalu melepas sling bag yang sudah dia pakai cepat.
Rindi sudah akan beranjak meninggalkan tasnya, dia akan mengganti bajunya dengan baju tidur. Tapi dering ponselnya membuat Rindi kembali mengambil sling bag itu dan membukanya. Kening Rindi mengkerut saat nama Stefano terpampang di layar ponselnya.
"Halo, Fano," ucap Rindi pelan dan ragu-ragu.
Terdengar suara Stefano berdehem di seberang sana.
"Bisa menemaniku ke acara pembacaan naskah? Aku menulis lirik untuk soundtrack drama itu, malam ini acara pembacaan naskahnya," tanya Stefano terdengar ragu-ragu.
"Naskah? After Marriage?" tanya Rindi spontan. Entah kenapa di pikirannya sekarang justru itu yang terlintas.
"Oh...Kau tahu? Atau jangan-jangan Kau part time sebagai penerjemah? Kebetulan sekali, Aku jemput sekarang ya? Kau pasti juga di undang," ujar Stefano lagi percaya diri.
Rindi akhirnya mengiyakan ajakan Stefano, kalau dia pergi bersama Stefano dia bisa punya teman bicara dan Rindi bisa bersikap seperti biasanya.
Benar sekali pilihan Rindi pergi bersama Stefano. Walaupun awalnya dia mendapat respon tatapan penuh tanda tanya dari semua orang, lama kelamaan Rindi terbiasa dengan itu. Stefano selalu di sampingnya, Stefano bahkan memastikan apa yang Rindi minum dan yang Rindi makan itu di perbolehkan untuk Rindi konsumsi. Sepulangnya dari acara itu, Stefano menghentikan mobilnya di tepian sungai han. Stefano terlalu banyak minum hingga sekarang kepalanya sedikit pusing, biasanya Stefano bisa banyak minum. Tapi kenapa justru malam ini dia sedikit lemah dalam minum.
"Tidak apa-apa ya kita disini sebentar, Aku hanya ingin memejamkan mata sebentar saja. Dari pada nanti Aku kehilangan kesadaran saat menyetir," ucap Fano menjelaskan pada Rindi.
Dengan kepala mengangguk pelan Rindi mengiyakan ucapan Fano. Tidak lama Rindi sudah melihat Stefano tertidur.
Mata Rindi terbuka pelan saat seseorang mengetuk kaca mobil Stefano. Rindi lalu terjingkat karena terkejut. Di luar sudah banyak orang, dan ternyata sinar matahari sudah mulai menampakkan wajahnya. Rindi tidak langsung membuka kaca mobil, Rindi membangunkan Stefano dengan sedikit panik.
"Fano_ssi, bangunlah kita dalam masalah besar," ujar Rindi sambil menggoyangkan badan Stefano pelan.
Terdengar lenguhan pelan dari bibir Stefano, matanya perlahan terbuka dan memandang Rindi sembari mengumpulkan nyawanya.
"Kenapa Rin? Apa kita sudah terlalu lama di..."
Stefano tidak melanjutkan perkataanya dan dia terkejut melihat beberapa orang mengelilingi mobilnya sekarang. Stefano beralih memandang Rindi sekarang, dia bisa menangkap kalau gadis di sampingnya ini sekarang sedang ketakutan.
"Tenanglah! Kita tidak sedang melakukan hal buruk, kita hanya tertidur di dalam mobil. Kau tetap di sini, biar Aku yang keluar," ucap Stefano mencoba membuat Rindi tenang. Dengan anggukan kepala Rindi menanggapi ucapan Stefano.
Setelah keluar dan menjelaskan pada orang-orang di luar mobil, Stefano kembali masuk kedalam mobil. Dia memasang sabuk pengaman dan memandang Rindi lagi.
"Pasang sabuk pengamanmu, kita pulang. Maaf karena Aku kita jadi pulang pagi seperti ini," ucap Stefano.
Rindi hanya mengangguk dan menuruti perkataan Stefano. Mereka meninggalkan tepian sungai han dengan keheningan di dalam mobil.
***
Rindi mondar mandir di depan ruang dosen, dia ragu-ragu untuk masuk ke dalam. Dia tidak mungkin membicarakan hal ini di kampus. Rindi kemudian mengurungkan niatnya untuk menemui Victor. Rindi berjalan meninggalkan ruang dosen dan berjalan cepat keluar kampus.
"Seorang produser musik berinisial SC terlibat skandal dengan perempuan tidak di kenal. Mereka menghabiskan malam di pinggiran sungai han, apa yang mereka lakukan di tempat seperti itu?"
Stefano melempar ponselnya karena merasa kesal membaca artikel di sebuah blog terkenal di Korea Selatan. SC itu sudah pasti dirinya, beruntung para pemburu berita itu tidak mengetahui nama Rindi. Stefano merutuki dirinya sendiri, kenapa bisa dia tertidur di dalam mobil sampai pagi bersama Rindi pula. Walaupun mereka tidak melakukan apa-apa tetap saja orang akan berpikiran negatif.
"Bagaimana Rindi? kalau dia sampai baca artikel ini juga sudah pasti dia akan terhantam secara psikis," ujar Stefano yang kemudian memungut ponselnya lagi.
Dia sedang menimbang-nimbang haruskah dia menghubungi Rindi sekarang. Bagaimana kalau misalkan Rindi tidak mengetahui ini dan terkejut mendengar kabar darinya. Stefano mengerang frustasi kemudian melempar ponselnya lagi asal keatas sofa. Dia memejamkan matanya sekarang.
Pintu studio musik Stefano terbuka, lalu para sahabatnya membombardir masuk bergantian. Termasuk juga ada Rindi di situ, gadia Asia Tenggara itu dengan ragu-ragu melangkahkan kakinya masuk ke dalam studio Stefano.
"Hyung, bangun cepat!" ucap Victor mengguncang tubuh Stefano.
"Ya! Ya! Ada Rindi di sini, Hyung," timpal Jason turut mencoba membangunkan Stefano.
Dengan cepat Stefano membuka matanya dan mencari keberadaan Rindi. Setelah melihat gadis yang terzolimi oleh netizen itu menundukkan kepalanya. Stefano justru mendengus kesal, Fano bangun dari rebahannya kemudian berdecak.
"Kalian mengganggu tidurku saja, bisa tidak jangan membangunkanku kalau kalian lihat Aku sedang tidur," protes Fano kemudian beranjak pergi.
Stefano menuju kamar mandi dan menghilang di balik pintu kamar mandi dan tidak ada suara lagi selain suara air dari dalam kamar mandi itu.
Semua teman Stefano saling pandang, mereka kemudian memandang Rindi yang terlihat sangat bersalah.
"Dia pasti marah padaku karena artikel itu, ini semua pasti akan berakibat buruk pada karirnya nanti," tandas Rindi semakin menundukkan kepalanya.
Semuanya diam karena pikiran mereka sama dengan Rindi. Tapi kenapa Stefano harus marah pada Rindi, bukankah ide berhenti sebentar di tepi sungai han itu ide Stefano sendiri.
"Hei! Jangan merasa bersalah seperti itu, Rindi-ya. Mungkin, Fano Hyung sedang lelah saja makanya dia sedingin itu," ujar Victor mencoba membuat Rindi tidak berpikir negatif.
"Dia benar, Fano hyung bukan tipe orang yang mudah marah dengan kesalahan orang. Kalau dia keluar nanti bisa kita bicarakan bersama," sambung Namsuya bijak.
Sedari dulu Namsuya memang paling bisa dewasa dalam segala hal.
***
"Besok Kau kuliah? Kalau iya biar Aku jemput. Kebetulan Aku harus mengantar berkas ini di dekat asramamu ini," ucap Victor saat Rindi belum keluar dari mobilnya.
Sepulang dari studio Stefano tadi, Victor yang mengantar Rindi pulang ke asrama. Karena yang lain sudah memiliki janji masing-masing. Sedangkan Stefano sendiri justru pergi dari studio tanpa berkata apa-apa. Jelas sekali kalau Stefano sedang menghindari Rindi sekarang.
"Tidak usah menjemputku, Aku bisa naik bus nanti. Jangan sampai nanti ada pemberitaan negatif juga padamu karenaku," sahut Rindi.
Victor membulatkan matanya kemudian memiringkan kepalanya sedikit. Dia kemudian tergelak lepas, Rindi mengerutkan keningnya bingung kenapa Victor justru tertawa sekarang.
"Aku sudah bukan Idol atau semacamnya, Rindi-ya. Tidak akan ada yang mencari beritaku, berbeda dengan, Fano Hyung. Dia memang seorang produser musik," ujar Victor lagi di sela-sela tawanya.
Rindi mengerti maksut Victor, dia kemudian menganggukkan kepalanya mengiyakan saja.
"Ok besok Aku jemput jam 8," lanjut Victor lagi.
Rindi hanya bisa menganggukkan kepalanya mengiyakannya. Rindi kemudian keluar dari mobil Victor, tanpa menoleh lagi Rindi langsung membuka pagar dan masuk kedalam area asramanya. Victor sendiri memandang Rindi sampai tidak terlihat lagi dari pandangannya. Victor kemudian mengambil ponselnya yang ada di laci dashboard.
"Dia sudah sampai asrama dengan selamat, Hyung."
Victor mengirim pesan singkat pada Jay lalu mengunci ponselnya lagi. Dia kemudian meninggalkan asrama Rindi dengan mobil hitamnya itu.
***