Descargar la aplicación
13.88% Biarkan Cinta Memilih / Chapter 40: Tiga Puluh Sembilan

Capítulo 40: Tiga Puluh Sembilan

"Anjing banget si lonte!"

Salsha duduk di bangkunya sembari mendengus kesal. Tangannya mengepal sempurna karena menahan amarah. Bagaimana bisa ia dituduh melakukan sesuatu yang tidak pernah ia lakukan. Bella sekarang sangat keterlaluan.

Dinda yang sedang merapikan tatanan rambutnya menatap Salsha sekilas kemudian kembali fokus memperhatikan rambutnya di cermin mini yang sengaja ia bawa ke sekolah.

"Kenapa muka lo, gitu?"

Dengan emosi yang menggebu-gebu Salsha menjawab. "Itu si lonte Bella. Bisa-bisanya dia nuduh gue ngasih bekal sama Farel. Pake ngata-ngatain gue lagi. Anjing banget."

Setelah di rasa rambutnya sudah bagus, Dinda memasukkan cermin mini itu ke dalam laci dan fokus menatap Salsha. "Tapi emang lo beneran nggak ngelakuin itu?"

Salsha menatap Dinda tajam. "Maksud lo apa?"

Dinda menelan ludahnya melihat wajah seram salsha. Sepertinya kali Salsha beneran marah. Dinda tidak boleh salah ngomong atau bisa berakibat fatal buatnya.

"Ya kan lo suka sama Farel. Jadi bisa aja lo masih caper sama dia," kata Dinda hati-hati takut menyinggung perasaan Salsha.

"Tapi nggak gitu juga dong!" Suara Salsha sedikit mengeras. Ia benar-benar kesal kali ini. "Gue bahkan udah beberapa hari nggak ketemu sama Farel. Gue juga nggak ngasih bekal sama dia. Bisa-bisanya dia nuduh gue. Gue nggak terima lah."

"Udah la, Sha maklumi aja." Dinda mengusap-usap pundak Salsha untuk menenangkan gadis itu. "Bella gitu karena sebelumnya lo ngejar-ngejar Aldi."

"Kenapa sekarang lo jadi belain si lonte itu?" tanya Salsha dengan tatapan memicing. "Sekarang lo ada di pihak dia, lebih milih dia?"

"Bukan gitu," kata Dinda cepat. Dinda tetap tidak menyukai Bella. Tapi sekarang posisinya sudah pas, Bella dengan Farel, Ia dengan Aldi. Jika Bella dan Farel putus, maka kesempatan Dinda untuk mendapatkan Aldi pun akan semakin susah. "Gue cuma pengen yang terbaik aja sama lo. Mending lo jauhin Farel. Nggak usah ngejar-ngejar dia lagi.  Lo nggak mau kan orang-orang semakin nge cap lo jelek. Ikhlasin Farel sama Bella."

"Nggak bisa gitu." Salsha tidak terima. "Bella udah nunjukin bendera perang sama gue. Dia udah nuduh gue macem-macem. Daripada itu cuma tuduhan doang, sekalian aja gue lakuin itu. Dia nuduh gue mau ngehancurin hubungannya sekalian aja gue hancurin. Biar mampus tuh lonte!"

Dinda memijat pelipisnya yang terasa nyeri. Salsha adalah orang yang keras kepala dan sangat susah menyadarkan gadis itu. Tekadnya juga sangat kuat. Apa yang ia inginkan harus ia dapatkan meskipun dengan cara yang aneh.

"Lo kapan sadarnya sih, Sha. Otak lo makin lama makin miring. Logika lo udah nggak lo pake lagi. Biarin Bella pacaran sama Farel apa susahnya sih?" Dinda berusaha menasehati Salsha.

"Lo kenapa berubah, Din. Bukannya dulu lo suka banget ngomporin gue buat nyindir-nyindir Bella. Kenapa sekarang kayaknya lo nggak mau gue ngusik dia lagi. Kenapa sih, lo?" tanya Salsha tak paham dengan sifat Dinda sekarang. Gadis itu betul-betul berubah.

"Gue cuma nggak pengen lo makin banyak masalah. Gue nggak mau lo semakin di cap jelek sama anak-anak." Bella mencoba menjelaskan.

Salsha menghela nafasnya untuk menetralkan emosinya. Salsha mengalihkan pandangannya ke pintu kelas dan melihat Aldi baru saja masuk kedalam kelas itu. Salsha kembali menatap Dinda dan melihat tatapan memuja yang ditunjukkan Dinda kepada Aldi. Sepertinya Salsha tahu kenapa akhir-akhir ini Dinda selalu membela Bella.

"Jadi ini maksud lo!" kata Salsha datar. "Lo nyuruh gue berhenti ganggu Farel dan Bella biar lo aman, 'kan?"

"Aman gimana maksud lo?" Dinda mengalihkan pandangnnya dari Aldi dan menatap Salsha dengan kening berkerut.

"Lo pengen hubungan Farel dan Bella aman-aman aja biar lo bisa dekatin Aldi dengan leluasa, 'kan?" tebak Salsha. Dan sepertinya tebakannya benar terbukti dengan perubahan raut wajah Dinda. "Karena kalo Bella sama Farel putus, Bella bakal dekat lagi sama Aldi dan lo nggak punya kesempatan buat deketin Aldi lagi."

Dinda terdiam. Tebakan Salsha benar. Melihat Dinda yang hanya diam saja, Salsha menyinggungkan senyum tipisnya.

"Itu artinya lo egois!" tandas Salsha. "Lo cuma mentingin diri lo sendiri. Lo cuma mikirin kebahagiaan lo sendiri!"

"Lo juga, 'kan. Lo juga cuma mentingin diri lo sendiri. Lo juga berusaha bikin diri lo sendiri bahagia sampe-sampe lo berusaha mau ngerusak kebahagiaan orang lain." Dinda tak terima di salahkan. Dinda juga tidak merasa apa yang ia lakukan salah. Dinda hanya ingin mencari kebahagiaannya sendiri. "Jadi kalo mau adu siapa yang lebih egois, jawabannya itu elo, bukan gue!"

Salsha menghela nafasnya. Bukannya merasa tenang, tetapi ia malah merasa semakin emosi. Berbicara dengan Dinda tak ada gunanya. Sekarang Dinda sudah tak asyik lagi. Dinda berubah setelah ia kenal dengan Aldi.

Salsha memasukkan buku-bukunya yang berada di laci ke dalam tas dan menentengnya. Salsha perlu waktu sendiri untuk menenangkan pikirannya yang sangat kacau ini.

"Lo mau kemana? Masih ada satu pelajaran lagi," kata Dinda saat melihat Salsha melangkahkan kakinya dengan membawa tasnya. Namun tam ada jawaban dari Salsha. Gadis itu terus melangkahkan kakinya keluar dari kelas.

*****

Seperti yang sudah Aldi rencanakan sebelumnya jika ia akan berbicara serius dengan Bella mengenai sifat gadis itu yang sudah berubah. Maka, saat guru yang mengajar di kelasnya keluar, Aldi buru-buru mendekati Bella.

"Gue mau ngomong serius sama lo."

Bella melirik Aldi sekilas kemudian memasukkan buku-bukunya ke dalam tas. "Mau bahas soal apa?"

"Soal Salsha," jawab Aldi.

Bella berdiri dan menenteng tasnya. "Gue lagi nggak pengen bahas dia," kata Bella sembari melangkahkan kakinya.

Aldi tak tinggal diam, ia segera mencegat tangan Bella. "Tapi gue pengen."

"Mau bahas apasih, Ald?" tanya Bella kesal. Semakin hari Aldi semakin menyebalkan. "Nggak ada yang mau di bahas tentang dia. Nggak ada yang menarik juga tentang dia."

"Kita ngomong di taman." Tak menerima bantahan Bella, Aldi menarik tangan gadis itu dengan sedikit kasar.

Karena tak bisa berontak sedikitpun, akhirnya Bella menurut. Aldi membawa Bella ke taman dan melepaskan tangan gadis itu saat keduanya sudah sampai.

"Lo kenapa makin berubah sekarang, Lo bukan kayak Bella yang gue kenal saat pertama kali gue masuk ke sekolah ini!"


Load failed, please RETRY

Regalos

Regalo -- Regalo recibido

    Estado de energía semanal

    Rank -- Ranking de Poder
    Stone -- Piedra de Poder

    Desbloqueo caps por lotes

    Tabla de contenidos

    Opciones de visualización

    Fondo

    Fuente

    Tamaño

    Gestión de comentarios de capítulos

    Escribe una reseña Estado de lectura: C40
    No se puede publicar. Por favor, inténtelo de nuevo
    • Calidad de escritura
    • Estabilidad de las actualizaciones
    • Desarrollo de la Historia
    • Diseño de Personajes
    • Antecedentes del mundo

    La puntuación total 0.0

    ¡Reseña publicada con éxito! Leer más reseñas
    Votar con Piedra de Poder
    Rank NO.-- Clasificación PS
    Stone -- Piedra de Poder
    Denunciar contenido inapropiado
    sugerencia de error

    Reportar abuso

    Comentarios de párrafo

    Iniciar sesión