Sinar mentari menyusup memasuki ventilasi jendela kaca kamar apartemen, membangunkan Gea yang tidur dalam posisi tengkurap dan masih mengenakan terusan dress sexy berwarna merah marun.
"Alexa ... tolong tutup jendelanya. Aku masih ingin tidur," seru Gea yang merasa silau, menutupi wajahnya dengan bantal.
Alexa menghela napas, kemudian menutup kemabali tirai-tirai jendela itu. Dia sudah tampak rapi mengenakan dress hitam sebatas lutut dan atasan berwarna putih dengan lengan tertutup terdapat aksesoris di bagian lingkar lehernya, serta sudah memoles wajahnya dengan make up natural namun dibuat agak tebal.
"Semalam kamu pulang jam berapa?" tanya Alexa sambil menghampiri Gea, kemudian duduk di tepi ranjang.
"Jam empat pagi," jawab Gea dengan lesu kemudian menyingkirkan bantal dari wajahnya. Dia melirik Alexa yang tampak sudah cantik dan rapi. "Semalam kamu pulang jam berapa?"
"Sekitar jam setengah sembilan," jawab Alexa sambil membayangkan saat-saat manis dan tegang antara dirinya dengan Melvin di dalam mobil.
"Apa yang terjadi di antara kalian?" tanya Gea, melirik Alexa dengan curiga. "Kenapa wajahmu merona begitu?"
"Em, tidak terjadi apa-apa," jawab Alexa dengan tersenyum menggigit bibir bagian bawahnya.
"Sungguh? Jangan bohong padaku Alexa!" Gea sangat penasaran hingga beranjak duduk.
"Sungguh tidak terjadi apa-apa. Kami hanya makan malam, mengobrol, dan dia mengajakku bermain ice skating di aula khusus. Rumahnya sangat megah dan keluarganya sangat humble, menerima aku dengan baik," jelas Alexa masih tersenyum beralih memainkan ponselnya. Dia membuka akun Instagram miliknya dan mencoba mencari akun Melvin. Astaga, dia bahkan belum mem-follow akun kekasihnya itu.
Gea melirik Alexa yang terlihat sedang berbunga-bunga, kemudian mengintip ponselnya. "Kemarin kamu bilang tidak percaya diri dan ragu untuk berpacaran dengannya tapi sekarang kamu Stalking akun media sosialnya. Sebenarnya apa yang terjadi semalam?" tanyanya sedikit berbisik, menyandarkan dagunya ke pundak Alexa.
"Tidak terjadi apa-apa, Gea. Kami hanya semakin dekat saja," jawab Alexa kemudian mematikan ponselnya dan hendak beranjak dari ranjang namun Gea malah menariknya hingga berbaring di atas pahanya. Mereka pun berbaring bersamaan.
"Gea .. sekarang aku harus ke kantor! Bu Siska akan sangat marah jika aku datang terlambat!" Alexa mencoba melepas cengkeraman tangan Gea dan hendak duduk namun Gea terlalu kuat menahannya.
"Katakan hal lain yang terjadi di antara kalian! Aku yakin ada sesuatu terjadi karena aku merasakan percikan cinta di antara kalian!" Gea memaksa, berkata seperti peramal. Gadis itu bahkan merangkul sahabatnya supaya tidak pergi sebelum bercerita tentang semalam.
"Okay ... mungkin ini biasa untukmu tapi sangat luar biasa untukku. Dan aku merasa ini baik, tapi akan tidak baik juga," ucap Alexa agak malu.
"Apa ... apa maksudmu berkata begitu?" tanya Gea, sambil menatap langit-langit kamar.
"Dia menciumku," lirih Alexa kemudian menutupi wajahnya dengan tangannya sendiri, untuk menutupi rona kemerahan di wajahnya yang tidak bisa menyembunyikan kebahagiaannya.
Seketika Gea duduk dan menatap Alexa dengan excited. "Apa kamu tidak bercanda. Dia mencium mu, mencium bagian mana .. pipi, bibir, kening atau ..." Gea berkata sambil menyentuh area wajah Alexa, memeriksa bagian mana saja yang sudah dijamah oleh Melvin.
"Ughh!!" Alexa menyingkirkan tangan Gea dari wajahnya kemudian segera duduk. "Kamu membuatku terlihat berantakan!"
Gea terkekeh geli dan menghela napas lega. kemudian berkata, "kalau begitu katakan di bagian mana dia mencium mu. Bagaimana ciuman pertama itu terjadi? Astaga, Alexa. Kamu sangat beruntung!"
"Dia menciumku saat aku jatuh, lalu menciumku lagi di mobil. Aku tidak pernah menginginkan itu terjadi tapi... Aku tidak bisa menolak," jelas Alexa sambil memperbaiki rambutnya yang jadi kusut akibat ulah Gea.
Gea tersenyum geli melirik Alexa, terutama melihat area bibirnya yang sudah tidak suci lagi. Dia mendekatkan wajahnya ke telinga sahabatnya itu dan bertanya, "bagaimana rasanya dicium prince? Pasti sangat memabukkan dan kamu akan ketagihan!"
Alexa melirik yang bertanya sekaligus menjawab pertanyaannya sendiri. "Justru Aku khawatir jika aku akan ketagihan."
"Kenapa?" tanya Gea.
Alexa menghela nafas mengingat awal mula hubungannya dengan Melvin sangatlah aneh dan terkesan terburu-buru, serta memaksa seperti orang yang sedang kepepet. "Hubungan ini sangatlah tidak wajar, Gea. kami masih belajar untuk saling mencintai dan aku takut jika aku sudah mencintainya, dia malah tidak bisa mencintai aku dan pastinya dia akan memilih gadis lain yang lebih berkelas daripada aku ... cinta pertama ini mungkin akan sangat menyakitkan."
"Jangan menyumpahi dirimu sendiri, Alexa. ingatlah bahwa setiap kata adalah doa dan semoga saja yang akan kamu katakan tidak pernah terjadi. Aku yakin, meski dia pria kaya raya, dia tidak memandang seseorang dari segi materi. Buktinya dia langsung menginginkan kamu untuk jadi pacarnya dan keluarganya juga menerimamu. Aku yakin akan tumbuh cinta di antara kalian dan kamu harus optimis, semangat untuk membuatnya mencintaimu!" Gea berkata panjang kali lebar, mencoba meyakinkan Alexa yang kini mulai pesimis.
"Semoga saja apa yang kamu katakan itu benar. Aku sudah melangkah ke area dunia asmara, meski aku tau dalam setiap hubungan pasti ada pro dan kontra, ada sedih dan senang, aku tidak pernah membayangkan akan tersakiti dan ganti-ganti pasangan," sahut Alexa kemudian beranjak dari ranjang. Dia berjalan menuju meja rias dan mengambil tas kerja yang diletakkannya di kursi depan meja rias kemudian menggantungkan ke pundaknya.
"Sekarang aku akan pergi bekerja ... Mungkin aku akan pulang sekitar jam 5 dan ... tadi aku sudah siapkan sarapan untukmu," ucapnya.
"Apa kamu masih punya uang untuk membayar taksi?" tanya Gea yang kini sudah tidak mengantuk lagi.
"Uang dari pak Bastian yang kemarin dia berikan sebagai sogokan supaya aku tidak memberitahu hubungan kalian dengan Bu Siska masih utuh. Bisa aku gunakan untuk mentraktir beberapa teman di kantor," jawab Alexa sedikit menyindir perilaku Gea yang menjadi kekasih suami orang.
"Jangan memanggilnya 'Pak', dia masih terlihat sangat muda, bahkan belum memiliki anak," sahut Gea dengan mengerucutkan bibirnya.
Alexa menghela napas, kemudian segera meninggalkan kamar daripada lanjut merespon perkataan Gea dan akan membuat mereka ngobrol lagi dan lagi, lalu akan terlambat ke kantor.
"Nanti Melvin akan ke kantor? Pasti Bu Siska akan terkejut karena Melvin akan mengakui aku sebagai pacarnya," gumam Alexa dengan tersenyum sambil berjalan menyusuri koridor menuju lift.
Drettt ... drettt ...
Ponselnya yang terletak di dalam tas berdering. Alexa segera mengambil ponsel dari dalam tas berwarna hitam itu sambil terus berjalan hingga memasuki lift dan segera menekan tombol menuju lantai dasar, kemudian melihat ada panggilan masuk dari Siska.
"Baru saja aku bayangkan tentang kamu, sekarang kamu menelpon aku," gumam Alexa kemudian segera menjawab panggilan itu.
"Hallo, Bu Siska."
"Cepat datang ke kantor. Sebelum saya meeting dengan klien, kita harus bicara secara pribadi," ucap Siska dari telepon, terdengar sangat ketus.
Alexa menghela napas, mengingat kejadian kemarin di mal saat tidak sengaja bertemu Siska. Dia yakin, apa yang akan dibicarakan oleh bos cerewet itu adalah tentang hutangnya yang berjumlah puluhan juta.
"Alexa!" Siska kembali memanggil.
Alexa kembali fokus pada teleponnya dan segera keluar dari lift karena pintu sudah terbuka. "Eh, iya, Bu. Saya akan segera datang."
"Ya. Lebih cepat lebih baik."
Sambungan telpon itu mendadak terputus. Alexa menghela napas, menyimpan kembali ponselnya dan lanjut berjalan menyusuri koridor menuju pintu utama gedung apartemen itu.
"Andai aku bisa, aku sangat ingin berhenti bekerja di perusahaan itu. Lebih baik aku menjadi penjaga toko atau lainnya daripada terus jadi sekretarisnya," gumam Alexa, membayangkan wajah masam Siska yang nyaris dilihatnya setiap hari karena dia sangat jarang mendapat libur kecuali weekend.