Descargar la aplicación
5.74% Emergency Marriage 2 : On My Heart / Chapter 22: Di Rumah Sakit

Capítulo 22: Di Rumah Sakit

Satria membuka mata, dan yang pertama kali dia lihat adalah wajah istrinya. Jangan harap dia bakal melihat wajah Rea yang memasang senyum manis. Yang ada dia disambut muka masam istrinya. Lengan wanita itu melipat di depan dada. Pandangan menyipit menatap suaminya. Bibirnya mengerut, dan alisnya saling menyatu. Melihat itu, mengingatkan Satria dengan kartun angry bird.

Satria meringis, dan hanya menyapa sekadarnya lalu segera memalingkan wajah.

"Kenapa buang muka, Bang?" tanya Rea ketus.

"Habisnya muka kamu nyeremin."

"Jadi, aku harus pasang senyum manis karena kamu tidak mau mendengarku dan berakhir di ranjang rumah sakit?" tanya Rea sarkas. Sebenarnya dia kasihan Satria yang seperti ini, tapi dia juga tidak bisa menutupi rasa geramnya.

Satria menoleh kembali dan menatap istrinya. Setidaknya wanita itu tidak mengomel panjang lebar.

"Aku minta maaf. Lain kali enggak."

Rea hanya melirik sebal, lantas mengambil sebuah pisau.

Satria yang melihat itu kontan membelalak. "Ka-kamu mau apa, Sa-sayang?" tanyanya dengan tatapan horor.

Rea mengernyit dan melihat pisau ditangannya. Senyum jailnya timbul. "Ini buat nyunat kamu kalau masih nggak mau dengar omongan istri."

Satria mendelik dan langsung menutup pangkal pahanya. "Serem, ah. Turunin pisaunya, Re."

Rea mendekatkan pisau itu ke depan si Otong milik Satria sebelum menariknya untuk dia gunakan mengupas apel.

"Orang mau ngupas apel juga," katanya dengan bibir mengerucut.

"Kata dokter aku sakit apa?" tanya Satria kemudian.

"DBD, baru gejala sih, Bang. Heran, kayaknya di mansion nggak pernah ada nyamuk kenapa kamu bisa kena gejala DBD sih?"

"Mungkin nyamuk di kantor." Satria mengangkat bahu.

Mendengar itu Rea mendelik. "Nyamuk betina di kantor kamu masih banyak juga?"

Satria memutar bola mata. "Nyamuk beneran Rea, kenapa sih?"

Rea mengabaikan dan terus melakukan gerakan mengupas apel. Setelah itu, dia mencuci buah tersebut dan memotong-motongnya menjadi beberapa bagian. "Ini makan. Habiskan." Dia menyodorkan piring sterofoam yang berisi potongan apel itu.

"Terima kasih. Kamu dari rumah atau kantor?" tanya Satria.

"Dari kantor. Kerjaan terpaksa aku tinggal. Rasanya aku ingin mencincang asistenmu itu, Bang. Dia nggak langsung ngasih tau aku. Kamu dipindahkan ke ruang rawat inap baru deh dia telpon," omel Rea sebal.

"Ya mungkin menghindari omelan kamu. Dan, dia mungkin memastikan kondisiku dulu sebelum ngasih tau kamu. Ruben kan tau banget kamu orangnya gimana," sahut Satria membela Ruben yang pasti juga kena imbas omelan istrinya.

"Jadi meeting kalian dengan orang Singapura itu berhasil?" tanya Rea sinis. "Kebangetan banget sih kalau gagal, sampe kamu bela-belain sakit begini."

Satria tersenyum. "Berhasil dong. Kamu meragukan kemampuan suamimu?"

Rea mengangguk. Dia hendak bertanya lagi ketika ponselnya tiba-tiba berbunyi. Wanita itu lantas lebih memilih mengangkat panggilan itu.

"Ya, Bi?" sapa Rea. Abi sekretarisnya menelepon.

"Bu Rea masih di RS?" tanya Abi di sana.

"Masih ada apa, Bi?"

"Saya cuma mau mengingatkan ada makan siang sekaligus meeting membicarakan soal pembukaan pabrik baru."

Rea kontan menepuk dahinya. Dia lupa meeting penting itu. "Kalau dibatalkan nggak bisa, Bi?" tanya Rea menengok jam tangan dan Satria bergantian. Suaminya sedang memasang muka sebal.

"Hah? Dibatalkan? Duh gimana ya, Bu. Ini kesempatan bagus loh, ada yang mau investasi untuk pembuatan pabrik baru."

Lagi-lagi Rea melirik Satria. "Tapi gue nggak bisa, Bi. Malah gue berencana mau ambil cuti beberapa hari. Mmm, atau kalau enggak lo aja yang mewakili, gimana?" Ya, Rea rasa sama saja. Dia tidak mungkin meninggalkan Satria.

"Aduh, gimana, ya?" Abi di sana tampak kebingungan.

"Kalau memang nggak bisa, ya udah nggak apa-apa, Bi. Mungkin pabrik baru itu bukan rejeki kita."

"Tapi, Bu—"

"Gue beneran nggak bisa meninggalkan Satria."

Hening. Abi tidak langsung menyahut ucapan Rea.

"Halo, Bi?"

"I-iya, Bu?" Abi di sana tergagap. "Kalau begitu baiklah. Akan saya coba."

Rea mengembangkan senyum. "Oke, teng kyu, Bi."

Setelahnya, Rea memusatkan perhatiannya lagi kepada suaminya yang tampak manyun.

"Kamu kenapa, Bang? Cemburu lagi sama Abi?"

"Aku heran kenapa dia masih bertahan aja jadi sekretaris gadungan di perusahaanmu," tanya Satria sinis. "Sebenarnya ada niat terselubung apa yang dia lakukan."

Rea mengedikkan bahu. "Selama dia nggak merugikan perusahaan, aku rasa nggak masalah. Kamu nggak ada riwayat musuhan sama perusahaan dia kan, Bang?"

Satria menggeleng, dia menyerahkan piring apel yang udah kosong. "Enggak. Perusahaan tidak pernah berurusan dengan mereka. Makanya aku menduga dia itu sedang mengincar kamu." Satria membuang muka sebal karena lagi-lagi dia ditampar kenyataan kalau istrinya semakin cantik dan bersinar di usianya yang makin bertambah.

Rea terkekeh. "Bagaimana kalau yang diincar itu bukan aku, Bang?"

"Dia bekerja di perusahaan kamu, menjadi sekretaris kamu, siapa lagi target yang dia mau selain kamu?" Satria tersenyum sinis.

Rea mengerutkan bibir, bola matanya bergerak ke atas. "Abi juga ternyata mengenal Dea, kalau kamu mau tahu."

Satria kontan menoleh. "Dea?"

"Ya, sepertinya mereka punya masa lalu." Rea mengangkat bahu. "Dea belum bercerita ke aku sih. Tapi kayaknya itu serius."

Satria mengerutkan alis. Kenapa sosok Abi mendadak jadi misterius seperti ini sih? Masa iya lelaki itu punya hubungan dengan istri kapten alias adik sepupunya?

"Biar aku tanya nanti sama Dea langsung."

"Kayaknya nggak usah deh, Bang. Ini sepertinya hal rahasia yang tidak ingin Dea ungkit."

Satria berdecak. "Itu malah membuatku makin penasaran."

"Kalau itu urusan pribadi mereka. Mending kita nggak usah ikut campur. Selama Abi tidak ada niat macam-macam aku rasa kehadiran dia tidak akan mengancam."

Rea dan Satria menengok ke arah pintu ketika seseorang membuka pintu dan memberikan salam. Ternyata petugas gizi yang tengah mengantar makan siang pasien.

"Mau aku suapin atau makan sendiri?" tanya Satria begitu petugas gizi itu berlalu.

"Suapin dong. Jarang-jarang kan kamu nyuapin aku." Satria tersenyum sampai mata. Manjanya kumat.

Rea menghela napas dan mengangguk. Lalu mulai membuka plastik wraping makanan.

"Menunya kelihatannya enak, Bang. Kamu habiskan ya. Biar cepat sembuh dan pulang dari sini."

"Kalau kamu yang rawat pasti aku akan cepat sembuh. Apa lagi kalau di rumah kamu full mengurus aku."

Rea tidak mendengar ocehan Satria dan menyuruh lelaki itu membuka mulut. "Makan aja. Jangan banyak bicara."

Di tengah kegiatan makan siang Satria, pintu ruangan itu diketuk. Dan detik berikutnya, kepala Nicko menyembul.

"Apa aku mengganggu?"

"No, son. Come in." Satria menyuruh anak laki-lakinya masuk.

Nicko mendorong pintu dan masuk. Dia masih mengenakan pakaian seragam sekolah lengkap. Kelihatannya dia dari sekolah langsung ke rumah sakit.

"Aku dengar kabar dari Om Ruben. Are you okay, Dad?" tanya Nicko mendekati Satria. Anak itu berdiri tepat di sebelah Rea duduk.

"Daddy nggak apa-apa. Hanya kurang kasih sayang saja. Makanya tumbang."

Rea memutar bola matanya. "Sudah aku bilang kan, Bang. Kalau makan jangan banyak bicara?"

"Anak kita bertanya, Sayang. Masa aku nggak boleh jawab?"

Rea berdecak. "Buka mulut kamu."

Satria membuka mulut, dan langsung Rea jejali satu sendok penuh nasi. Dan, lagi-lagi Nicko harus melihat pemandangan absurd orang tuanya.

"Daddy wants you to always be at home, Mom. Just do what he wants to make him happy," ujar Nicko.

Satria tersenyum senang Nicko membelanya. "Dengarkanlah, apa kata anakmu, Sayang." Dia lantas kembali mengunyah dengan senang.

"I just don't want to see you hanging out with Aunt Karin again, Dad."

Serta-merta perkataan Nicko membuat Rea dan Satria terbelalak. Satria lebih karena terkejut, kapan anak itu melihatnya jalan dengan Karin? Sementara Rea terbelalak karena tidak menyangka kalau Nicko bicara begitu. Anak itu....

"Siapa Karin, Bang?" tanya Rea seraya tersenyum. Jenis senyum yang membuat Satria meneguk ludah kepayahan.

______________________

Tadinya aku mau menggeber Satria-Rea bulan depan. Tapi ternyata belum bisa karena My Hottest Man di GN belum bisa aku tamatin. Jadi, aku tamatin dulu Jodoh ELZA dan My Hottest Man baru fokus ke Satria-Rea. sori.


Load failed, please RETRY

Regalos

Regalo -- Regalo recibido

    Estado de energía semanal

    Rank -- Ranking de Poder
    Stone -- Piedra de Poder

    Desbloqueo caps por lotes

    Tabla de contenidos

    Opciones de visualización

    Fondo

    Fuente

    Tamaño

    Gestión de comentarios de capítulos

    Escribe una reseña Estado de lectura: C22
    No se puede publicar. Por favor, inténtelo de nuevo
    • Calidad de escritura
    • Estabilidad de las actualizaciones
    • Desarrollo de la Historia
    • Diseño de Personajes
    • Antecedentes del mundo

    La puntuación total 0.0

    ¡Reseña publicada con éxito! Leer más reseñas
    Votar con Piedra de Poder
    Rank NO.-- Clasificación PS
    Stone -- Piedra de Poder
    Denunciar contenido inapropiado
    sugerencia de error

    Reportar abuso

    Comentarios de párrafo

    Iniciar sesión