Descargar la aplicación
3.37% Love Is Universal / Chapter 9: LIU | 08

Capítulo 9: LIU | 08

"Aku menunggu." Kata Gavin mendesak Gray saat ia tidak mendapatkan jawaban apapun darinya.

Sungguh, tatapan Gavin lebih menakutkan daripada ancaman orang tuanya yang sampai sekarang ia belum tahu apa yang akan ia dapatkan saat ia memberitahu idebtitasnya pada orang lain. Terutama pada sepupunya.

"Y-ya." Kata Gray setelah sekian lama ia beridam diri tanpa mengeluarkan suaranya.

Sungguh ia takut.

Ia tidak pernah berpikir akan berada di posisi seperti ini. Ia sudah cukup nyaman dengan dunianya yang menurutnya menyenangkan itu. Gray tidak tahu saja bahwa dunia luar itu lebih menyenangkan walaupun dunia luar itu terlihat begitu kejam.

"Dairmana? Darimana kau mengetahuinya?" Tanya Gavin lagi.

Diam, Gray kembali menutup mulutnya. Ia tidak tahu harus berkata apa. Ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Memeberitahu Gavin adalah pilihan terburuk.

Ddrrtttt... Dddrrtttt...

Gavin merogoh kantong celananya saat ia merasakan ada getaran di bawah sana. Mengambilnya dan melihat siapa orang yang menghubunginya di jam segini.

"Paman?" Katanya mengerutkan keningnya saat melihat siapa yang menelponnya saat ini.

Gray merasakan jantungnya berdetak begitu cepat seperti jantungnya itu akan lepas serta keluar dari tempatnya saat tidak sengaja melihat handphone yang ada dalam genggaman Gavin.

Gray mencoba menarik tangannya dari genggaman Gavin yang tentu saja itu tidak akan berhasil.

Gavin yang melihat reaksi dari orang yang ada di depannya itu kembali di buat bingung. Gavin dapat melihat Gray begitu gelisah, wajahnya seketika pucat, serta keringat yang mulai berkeluaran.

Gavin menggerakkan tangannya untuk menekan tombol hijau tersebut bermaksud untuk mengangkatnya, namun ia mengurungkan niatnya saat melihat gerakan kepala Gray yang menggeleng dimana itu sebagai kode supaya Gavin tidak mengangkat telpon itu.

"J-jangan." Kata Gray dengan suara yang bergetar ketakutan.

Gavin diam sejenak untuk berpikir sampai--

"Aku tidak akan mengangkatnya. Tapi, ada harga yang harus kau bayar."

--ia mengeluarkan suaranya dimana Gavin membuat kesepakatan bersama Gray bermaksud mencari sedikit informasi.

Gray yang panik tidak tahu harus bagaimana langsung menganggukkan kepalanya tanda ia setuju dengan apa yang dikatakan Gavin.

"Baiklah." Katanya memasukkan kembaki handphonenya. "Kau harus menjelaskan segalanya." Lanjutnya menarik tangan Gray pergi dari sana.

Sementara Gray hanya diam mengikuti langkah kaki Gavin walaupun ia tidak tahu kemana Gavin akan membawanya. Gray sudah tidak tahu lagi, ia tidak bisa berpikir dengan jernih.

Gavin terus menarik tangan Gray untuk mengikuti langkah kakinya sampai pada dimana mereka sudah berada di dalam mansion. Tepatnya di ruang keluarga.

Gavin mendudukkan Gray di sofa yang ada di sana. Menatapnya sebentar membuat Gray yang ditatap semakin takut.

"Katakan, siapa kau? Aku tahu kau selama ini tinggal di sini, tapi aku tidak pernah mencari tahu tentang keberadaanmu sampai aku sudah tidak tahan lagi untuk mencari tahu apa yang sedang terjadi."

Gray hanya bisa diam membisu.

"Kita sudah membuat kesepakatan atau kau mau aku menghubungi paman Fritz?"

Mendengar itu Gray langsung menatap ke arah Gavin tepat pada matanya seraya menggelengkan kepalanya brutal. Sungguh ia takut walau ia sendiri tidak tahu hukuman apa yang akan ia dapatkan.

"Katakan." Kata Gavin menuntut membuat Gray menundukkan kepalanya takut

"A-aku Gray." Katanya berusaha untuk tenang.

"Nama panjangmu?" Tanya Gavin membuat Gray berpikir sejenak.

Gray tidak mungkin memberitahu nama panjangnya bukan? Kalau Gray memberi tahunya, ia pasti akan terkena masalah.

"Aku masih menunggu."

"Gray Chilla Fritz." Katanya cepat saat mendengar suara Gavin seakan ingin membunuh seseorang.

Gavin? Jangan tanyakan lagi keadaannya. Ia tidak sebodoh itu untuk mengetahui nama keluarga yang di sandang oleh orang yang bernama Gray itu. Ia tidak bodoh dalam menangkap suatu situasi yang ada.

Pertama, nama keluarga orang yang bernama Gray itu Fritz

Kedua, orang yang bernama Gray itu tinggal di kediaman keluarga Fritz pamannya.

Ketiga, pamannya itu tidak pernah mau menerima bahkan sampai menanpung orang asing selama itu kecuali itu para pekerja yang dipekerjakan pamannya untuk mengurus mansionnya dan segala keperluan keluarganya itu.

Ketiga fakta tersebut sudah cukup memperkuat dugaan yang ada dalam benak nya.

"Terakhir, apa kau mengenal Arsenio Fritz? Apa hubunganmu dengannya?"

Tentu pertanyaan Gavin yang satu itu mampu membuat Gray diam seribu bahasa dengan jantung yang berdetak tidak beraturan.

"Aku bertanya padamu. Apa kau mengenalnya?" Tanya Gavin saat tidak mendapatkan jawaban apapun.

Diam, hanya ada keheningan yang tercipta di sana.

"Jangan katakan padaku bahwa kau anak dari Arsenio Fritz." Pernyataan ranjau dari Gavin mampu membuatnya tahu jawaban apa yang akan ia terima dapat dilihat dari bagaimana Gray bereaksi.

DEG!

Pernyataan Gavin itu mampu membuat Gray sedikit kesusahan dalam bernafas. Dalam selang waktu yang dekat, ia terus dikejutkan dan dibuat takut atas pernyataan, pertanyaan, serta perbuatan yang dilakukan maupun kata-kata yang di keluarkan dari mulut Gavin orang yang ada di depannya saat ini.

Gavin membulatkan matanya, terkejut. Ia tidak percaya bahwa dugaannya tersebut tidak meleset.

Gavin tidak pernah berpikir bahwa pamannya itu memiliki dua anak. Lalu kenapa pamannya itu menyembunyikan anak nya selama itu? Sampai anak itu sebesar ini? Itulah kira-kira yang ada dalam benak Gavin.

Ia masih berdiam diri dalam keterkejutannya dengan fakta yang baru saja ia ketahui. Sungguh luar biasa. Ia tidak habis pikir dengan jalan pikiran pamannya itu.

Gavin bertanya-tanya apa penyebab pamannya itu merahasiakan keberadaan anaknya ini.

Gavin juga tidak habis pikir bagaimana bisa pamannya itu hidup bahagia dan membiarkan salah satu anaknya hidup dalam penderitaan tanpa ada pengakuan dari sang ayah untuk mengakui keberadaan sang anak. Sungguh ini di luar akal pikirnya.

Gavin melihat ke arah Gray yang sepertinya kesulitan dalam bernafas. Ia berjongkok untuk menyamakan dirinya dengan Gray. Seketika ia dibuat panik detik itu juga saat melihat wajah Gray yang pucat serta nafasnya yang terputus-putus.

Gavin berpikir sejenak apa yang harus dia lakukan. Ia tidak tahu harus melakukan apa di saat seperti ini. Otaknya seakan berhenti berpikir saat ia terserang rasa panik yang mendadak seperti saat ini.

"Hei, kau mendengarku?" Tanyanya memegang pundak Gray

"Gray? Kau bisa mendengarku?" Tanyanya sekali lagi, kali ini ada sedikit guncangan yang ia lakukan berharap mendapatkan respon dari orang yang ada di depannya itu.

"Gray? Hei, sadarlah." Katanya menepuk pelan pipi Gray.

"Kalau kau bisa mendengar suaraku, ikuti apa yang aku katakan. Bernapaslah pelan-pelan. Ikuti aku. Tarik napas dalam-dalam, lalu buangkan dari mulut secara perlahan." Kata Gavin berharap mendapatkan reaksi dari Gray, namun pada kenyataannya ia tidak mendapatkan respon apapun yang membuat Gavin semakin panik.

Ia berlari meninggalkan Gray sendirian di sana menuju kamarnya untuk mengambil kunci mobilnya. Dia tidak mau mengambil resiko. Ia akan membawa Gray ke rumah sakit untuk mendapatkan penanganan yang lebih serius karena ia bukan seorang dokter ditambah ia tidak paham soal yang beginian.

Setelah mendapatkan apa yang ia cari, Gavin langsung berlari keluar kamar dan mengarah ke ruang keluarga dimana ia meninggalkan Gray sendirian di sana.

Gavin langsung menggendong tubuh Gray menuju ke mobilnya. Meletakkannya di bangku depan, serta measangkannya pengaman.

Gavin langsung menuju bangku kemudi, menghidupkan mobilnya dan melajukan mobilnya menuju rumah sakit. Gavin tidak ingin mengambil resiko.


Capítulo 10: LIU | 09

Saat ini Gavin masih berada di rumah sakit dengan Gray yang sedang berbaring tidak sadarkan diri di brankar yang ada di ruangan itu.

Dokter sudah menanganinya dan memberikan Gray obat penenang. Dokter juga menyarankan untuk tidak membuat Gray merasa tidak nyaman dengan suasana sekitarnya terutama membuatnya takut. Dokter belum bisa memastikan apa yang terjadi pada Gray sehingga membuatnya bertingkah berlebihan seperti yang dijelaskan oleh Gavin.

Dokter menyarankan Gavin untuk membawa Gray ke dokter yang lebih ahli dalam bidangnya. Sementara Gavin hanya mengangguk tanda ia akan menyanggupi saran dari sang dokter yang dimana itu tidaklah mudah untuk dilakukan mengingat Gavin belum mengenal Gray lebih dalam lagi.

Gavin melihat ke arah Gray yang berbaring dengan damai di atas brankar. Ia melihat ada pergerakan yang diperlihatkan oleh Gray. Ia berpikir bahwa sebentar lagi Gray pasti akan sadar dari pingsannya.

Gavin dapat melihat dengan jelas bagaimana kata Gray yang terbuka indah secara perlahan. Memperlihatkan bola matanya yang indah berwarna hijau.

Seperti zamrud yang berkilauan, bola mata yang berwarna hijau itu merupakan warna yang paling langka di dunia ini.

Walaupun demikian, orang yang bermata biru dan hijau merupakan warna yang sangat umum di Skotlandia dan Irlandia hingga 86% populasinya dimiliki oleh negara tersebut.

Di luar dari kedua negara tersebut, orang yang memiliki mata berwarna hijau mayoritasnya berada di Eropa sebelah Utara.

Namun, kita tidak tahu pasti bagaimana pandangan orang-orang yang hanya pernah melihat warna bola mata seperti warna hitam, cokelat, biru, dan hazel. Bagaimana pandangan orang-orang di luar sana yang tiba-tiba saja menemukan orang dengan bola mata berwarna hijau mengingat bola mata hijau sangat langka untuk ditemukan. Tidak ada yang tahu apa tanggapan mereka.

Setiap orang pastilah memiliki pemikiran yang berbeda-beda dimana menghasilkan banyak pandangan ataupun penilaian terhadap sesuatu. Bisa saja mereka menganggap orang yang memiliki bola mata berwarna hijau itu indah dan bisa saja mereka beranggapan bahwa orang yang memiliki bola mata berwarna hijau itu aneh.

Tidak ada yang tahu.

Gray mengedipkan matanya beberapa kali untuk menyesuaikan pancaran cahaya yang masuk ke dalam matanya.

"Apa kau sudah merasa mendingan?" Tanya Gavin pada Gray saat ia melihat Gray sudah membuka matanya dengan sempurna.

Indah, pikirnya.

Gray mengerjapkan matanya saat mendengar suara Gavin masuk ke pendengarannya.

Ia melihat ke sebelah kanan tepat dimana ia memprediksi asal dari suara yang baru saja ia dengar.

"Maaf." Kata Gavin mengundang kerutan pada dahi Gray

Ia bingung, kenapa Gavin meminta maaf sementara Gavin tidak melakukan apapun. Seketika ia lupa dengan situasi yang sedang terjadi saat ini.

Otaknya yang pintar itu tidak mampu memproses perkataan Gavin serta situasi yang terjadi terlihat bagaimana cara Gray memiringkan kepalanya tanda ia bingung apa yang sudah terjadi.

Gray mengedarkan pandangannya sampai beberapa saat ia paham apa yang sedang terjadi dan saat itu juga ia mulai memunculkan tanda bahwa ia sedang ketakutan.

Ia gelisah seketika.

Gavin yang melihat perilaku Gray seperti itu mencoba untuk menenangkannya. Gray baru saja sadar dari pingsannya, ia tidak mungkin pingsan untuk kedua kalinya dengan obat penenang yang disuntikkan dokter ke kulit nya yang berwarna putih itu.

"Hei tenanglah, kau aman sekarang." Kata Gavin yang tidak tahu dengan perkataannya secara ia juga tidak tahu kenapa ia berkata seperti itu.

Aman? Aman dari apa, pikirnya. Padahal dia sendiri yang berkata seperti itu.

Dasar aneh.

"Gray? Kau bisa mendengar suaraku?" Tidak ada respon. Gavin mencoba sekali lagi. "Dengar, apapun itu yang membuatmu takut. Seberapa menyeramkan penampakan yang membuatmu takut, coba kau gantikan dengan sesuatu yang membuatmu damai. Gantikan segala yang membuatmu takut menjadi sesuatu yang menyenangkan." Kata Gavin berharap mendapatkan respon yang positif dari Gray

Gray mendengarnya. Ia mendengar suara Gavin yang menurutnya begitu lembut untuk pendengarannya. Seketika semua ketakutan yang ada dalam benak Gray bereaksi, memberontak karena Gray yang berusaha untuk mencoba melawan segalanya sesuai arahan dari Gavin.

"Kau pasti bisa, aku yakin." Kata Gavin saat melihat pergerakan yang diperlihatkan oleh Gray.

Sampai pada akhirnya dimana Gavin dapat melihat warna mata itu berubah menjadi lebih terang tanpa ia ketahui apa yang memicunya dan bagaimana bisa itu terjadi.

Warna mata itu seakan bercahaya seiring dengan perlawanan yang sedang dilakukan Gray terhadap kejadian atau apapun itu yang tidak mengenakkan untuk di ingat.

Gavin terus memandang Gray dengan cemas sampai ia mendengar suara yang cukup jelas membuatnya terkejut.

"Memory. 12/12 Find me!"

Layaknya sebuah kode yang hanya ditujukan padanya. Pesan singkat yang pernah ia baca sebelumnya pada sebuah buku kecil yang sudah usang.

Gavin mulai menetapkan bahwa Gray ada hubungannya dengan pesan singkat yang pernah ia lihat di sebuah buku usang yang berada di perpustakaan mini keluarganya. Lebih tepatnya perpustakaan milik kakeknya yang sudah lama pergi meninggalkan dunia ini.

Gavin tidak pernah bisa memecahkan apa maksud dari pesan itu hingga ia berpikir untuk menyerah mencari maksud dari pesan singkat itu sampai ia mendengar pesan singkat itu keluar dari mulut Gray.

"The memories." Kata Gavin refleks membuat Gray tersadar.

"Huh?" Gray bingung.

Ia seakan mendengar suara, namun tidak ada orang yang sedang berbicara di situ. Sampai ia memusatkan pandangannya pada Gavin.

"Apa kau tadi berbicara padaku?" Tanya Gray seakan semua ketakutan yang ada pada dirinya hilang seketika.

"Tidak, tapi kau yang mengatakan sesuatu." Jawab Gavin. "Apa kau tahu maksud dari kata 12/12 find me?" Tanya Gavin berharap Gray mengetahui maksud dari kata itu.

Gray yang mendengar kata itu untuk pertama kalinya hanya menggelengkan kepalanya tanda ia tidak mengetahui apa maksud dari kata tersebut.

Gavin yang melihat respon dari Gray hanya diam tidak berkata apapun. Ia akan mencari tahunya sendiri tanpa harus membuat orang yang ada di depannya itu merasa tidak nyaman. Gavin akan mulai mencarinya kembali setelah sekian lama ia mengabaikan dari kata-kata tersebut.

Ia akan mencarinya sendiri tanpa harus melibatkan siapapun.

"Lupakan soal itu. Apa kau sudah merasa baikan?" Tanya Gavin

"S-sudah." Jawab Gray ada kegugupan yang terdengar dari suaranya.

Setelah mendengar pertanyaan dari Gavin, Gray merasa tidak nyaman seakan pertanyaan dari Gavin itu memanggilnya untuk menemukannya. Gray tidak tahu kenapa, tapi 12/12 find me itu terasa hidup dalam dirinya. Seakan ada sesuatu yang membuat dirinya terserang kegelisahan. Seakan kata-kata itu menariknya atau memanggilnya.

"Aku mau pulang!" Kata Gray secara tiba-tiba dengan intonasi suara yang cukup tinggi.

Gavin yang mendengarnya aja sampai terkejut tidak percaya bahwa orang yang ia kagumi itu memiliki suara yang begitu besar sampai hampir membuat gendang telinganya pecah.

Sungguh lebay.


Load failed, please RETRY

Regalos

Regalo -- Regalo recibido

    Estado de energía semanal

    Desbloqueo caps por lotes

    Tabla de contenidos

    Opciones de visualización

    Fondo

    Fuente

    Tamaño

    Gestión de comentarios de capítulos

    Escribe una reseña Estado de lectura: C9
    No se puede publicar. Por favor, inténtelo de nuevo
    • Calidad de escritura
    • Estabilidad de las actualizaciones
    • Desarrollo de la Historia
    • Diseño de Personajes
    • Antecedentes del mundo

    La puntuación total 0.0

    ¡Reseña publicada con éxito! Leer más reseñas
    Votar con Piedra de Poder
    Rank 200+ Clasificación PS
    Stone 0 Piedra de Poder
    Denunciar contenido inapropiado
    sugerencia de error

    Reportar abuso

    Comentarios de párrafo

    Iniciar sesión

    tip Comentario de párrafo

    ¡La función de comentarios de párrafo ya está en la Web! Mueva el mouse sobre cualquier párrafo y haga clic en el icono para agregar su comentario.

    Además, siempre puedes desactivarlo en Ajustes.

    ENTIENDO