Harry Miles melirik Alfin yang tidak fokus mendengarkannya.
"Alfiano Gennaldy? Apa ada beberapa patah kata yang ingin kau sampaikan? Atau kau ingin memberitakan hal terbaru mengenai Proyek Deluxe?" tanya Harry dengan sangat membidik.
Membenarkan posisi duduknya lebih tegak dan tersenyum. Alfin menggeleng.
"Tidak, Direktur. Aku hanya ingin sibuk mendengarkan ceramahmu lebih dulu. Lanjutkan. Lalu abaikan aku. Aku masih belum punya berita apapun untuk aku bagikan karena Proyek ini baru dimulai. Kau tidak mungkin lupa 'kan?"
Kembali menatap ke bawah untuk memeriksa laporan dan catatan. Harry membalas santai.
"Ya. Aku tahu dan sangat mengerti. Karena itu, kerjakan dengan benar dan hati-hati. Aku tentu tidak akan mentolerir kesalahan dan kegagalan."
Aimee bergidik ngeri.
Meski Alfin yang mendapatkan teguran keras.
Teguran Harry sepertinya lebih mengena sampai ke jantung Aimee.
Duduk di samping Alfin dan terus menunduk untuk mencatat apa saja hal penting dalam rapat. Kenapa Harry harus mengungkit proyek sialan itu?!
Kesal dan berencana melakukan hal gila dengan menuntut keadilan dari Alfin.
Aimee berencana mengatakan hal jujur pada Alfin, kalau dia tidak sanggup menerima pekerjaan berat itu. memutuskan untuk mengibarkan bendera putih.
Dan mengakhiri rapat dengan keringat dingin.
Aimee tidak pernah merasa sekhawatir ini dalam hidupnya selama menjalani rapat.
Sering melihat Harry menegur banyak orang. Aimee yang sempat takut, tidak pernah benar-benar memikirkan teguran itu dengan serius. Sampai teguran itu akhirnya Harry limpahkan juga padanya secara tidak langsung.
Aimee menyentuh keningnya lelah.
Pernah satu kali datang ke ruangan Harry untuk diinterogasi. Aimee belum bisa melupakan bagaimana mencekam situasinya saat itu.
Berdiri di hadapan meja kerja Harry yang besar. Mata menusuk itu tidak berhenti menatapnya Aimee tajam.
Mengabaikan seluruh ketenangan yang ingin dia tunjukkan. Harry bertanya dengan sangat dingin pada Aimee perihal Alfin.
"Apa yang sekarang ini sedang dia kerjakan?" tanya Harry tanpa menyebutkan subjek.
Tapi Aimee tahu siapa yang sedang dia bicarakan. Dan karena alasan itu juga hanya Aime yang diminta menemuinya secara langsung. Karena Aimee adalah sekretaris Alfin.
Terus bersadar di kursi berodanya. Aimee menanggapi pertanyaan itu dengan perasaan terjepit.
"Sa-saya yakin Tuan Alfin sedang melakukan peninjauan lapangan."
Aimee mendumel kesal.
Selalu saja harus berbohong. Dan Aimee tahu, Harry tidak mungkin percaya kata-katanya.
Harry mengangkat satu alisnya.
"Melakukan peninjauan? Di mana dan dengan siapa?" tanya Harry lagi.
Aimee diam.
Mungkinkah Harry sedang bertanya kenapa Aimee sebagai sekretarisnya tidak ikut pergi bersama dengan Alfin?
Menelan ludah dan sadar kebodohan Aimee dalam menjawab tidak pernah membaik.
Alfin sialan!
Ini semua karena Si Pirang Elf itu!
Dia yang terus meminta Aimee untuk menggunakan alasan klise ini. Padahal semua orang tidak akan pernah percaya pada ucapan itu.
Apalagi Harry Miles. Seorang diktaktor yang benci dengan kebohongan.
Aimee menambahkan beberapa kalimat membelaan.
"Tuan Alfin belum mengatakannya, Tuan. Dia terlalu terburu-buru tadi. Dan lupa mengabari saya."
Tatapan tajam dan ragu Harry tunjukkan.
Menegaskan dengan pasti bahwa dia tidak mungkin akan percaya dengan alasan bodoh Aimee.
Harry bertanya lagi dengan pertanyaan yang aneh.
"Kau sudah berhenti bekerja sebagai sekretarisnya?" tukas Harry.
Menatap bodoh dan mengangkat wajahnya lebih tinggi. Aimee termangu.
"Ya?"
"Kenapa kau bisa tidak tahu jadwalnya? Bukankah kau sebagai sekretaris, harusnya tahu jadwal atasanmu?"
Mengulum bibir dan menunjukkan kegelisahan samar tanpa sengaja.
Aimee mulai menghitung sudah berapa banyak dia mendengar kalimat itu dari seseorang.
Oh, Tuhan!
Bagaimana aku menjelaskan hal ini?
Pirang Elf itu lebih sering mengacaukan jadwal dan pergi sesuka hati tanpa memberitahu Aimee tujuannya.
Jadi, jawaban seperti apa yang Harry Miles inginkan?
Sepupu malasmu itu sedang pergi bersenang-senang dan meninggalkan semua pekerjaannya? Atau, Mungkin pergi untuk mencari kekasihnya dan melupakan semua tanggung jawabnya?
Atau yang terburuk, berkeliaran kesana kemari di negeri antah berantah??
Jawaban seperti apa yang bos besar Aimee inginkan?
Mengetahui kemalasan Alfin? Atau mengetahui kegatelan Alfin? Dan rasa tanggung jawab yang tidak sepupunya miliki?!
"Saya masih sekretarisnya, Tuan. Masih. Dan akan terus seperti itu selama Tuan Alfin masih membutuhkan tenaga saya."
Aimee tahu dia bicara omong kosong.
Siapa yang peduli dengan statusnya?
Tidak punya kemampuan handal. Tapi malah membanggakan statusnya di depan bos.
Mungkinkah Harry akan menertawakannya?
Sedikit mengintip dan memperhatikan Harry lebih banyak.
Aimee merasa neraka ini, layak disebut surga.
Sudah mengeluarkan komitmen yang seperti sumpah baginya. Bagaimana mungkin Aimee bisa tergoda pada malaikat berhati iblis di depan matanya?
Sangat tampan dan skill menjanjikannya begitu terlihat.
Tazz!!
Mata tajam itu mengoyak lamunan Aimee yang baru mencapai tingkah dasar.
"Kalau begitu, kau pasti tahu dimana dia. Dan suruh dia langsung menghadapku sekarang!"
Seperti seorang raja yang perintahnya ingin langsung dituruti dan dilaksanakan.
Aimee mengerutkan kening.
Memang harus kemana dia mencari si bodoh Alfin jika telepon dari Aimee tidak dia angkat sejak pagi?
Sepertinya tahu akan dicari dan dimarahi.
Alfin pasti memilih untuk melarikan diri sejauh mungkin telebih dahulu.
Huh! Menyebalkan dan sangat mengesalkan.
Jika Aimee bisa mengikat dan memborgornya. Sudah sejak dulu Aimee melakukan itu!
"Saya benar-benar tidak tahu, Tuan Harry." Jawab Aimee lirih.
Jika aku tahu, aku tidak mungkin semenderita ini. Dan membiarkan sepupumu menanggungnya sendiri.
"Anda tahu sendiri bagaimana kelakuan Tuan Alfin. Begitu tidak terduga dan sulit diikuti kemauannya."
Ini namanya kejujuran. Dan fakta yang sudah diketahui banyak orang.
***