"Yap, sepertinya memang benar. Mau dilihat dari manapun juga ... hutan ini ... hutan yang indah ini ... sepertinya memang benar sudah tidak memiliki harapan lagi."
Seperti biasa, diriku memang selalu optimis akan segala hal.
Ah, kalian mungkin penasaran mengapa aku bisa mendapatkan pemikiran seperti ini.
Sebenarnya, jawabannya tidaklah terlalu bertele-tele.
Yang pertama, dari yang selama ini kutahu, sepertinya dunia ini memang tidak memiliki pekerjaan seperti 'Pemadam Kebakaran", yah, mengingat dunia ini mengambil latar Eropa di masa lalu.
Aku tidak terlalu hafal tentang sejarah, tapi aku cukup yakin jika pekerjaan seperti 'Pemadam Kebakaran' belum ditemukan pada era ini.
Singkatnya, dengan kondisi yang tidak menguntungkan seperti ini, aku sangat yakin jika kebakaran ini mustahil untuk padamkan.
Namun, tidak mengingat jika keberadaan 'Sihir' juga eksis di dunia ini. Itu artinya, kemungkinan besar seseorang yang bisa menggunakan sihir ber-elemen sihir bisa saja akan disewa untuk pekerjaan seperti ini.
Mengingat jika tugas dari seorang petualang bukan hanya untuk mengalahkan monster saja, pasti juga akan ada pihak yang meminta mereka untuk membereskan masalah ini.
"Hmm..."
Aku rasa aku terlalu lama berpikir.
Sekarang, sudah tidak ada jalan lagi bagiku untuk keluar dari sini.
Ah, benar. Biasanya saat seseorang sedang berpikir seperti itu, akan ada sebuah jalan keluar yang tidak terduga muncul dari tempat yang juga tidak terduga.
Mari coba kulihat...
Menaruh salah satu tangan ke dagu, aku mencoba untuk melihat ke sekitar.
Memerhatikan segala sudut dari tempat aku terkurung oleh kobaran api ini.
Jujur saja, jika seseorang selain diriku sedang dikeililingi oleh api seperti ini, mungkin mereka akan panik dan melakukan tindakan gegabah.
Namun, aku berbeda dari mereka.
Mengapa aku bisa berpikir seperti itu? Kalian mungkin bertanya-tanya...
Jawabannya, tentu saja karena aku masih menyandang gelar 'Tokoh Utama'!
Ah, tapi kurasa akan semakin gawat jadinya jika aku hanya tetap berdiam diri terus menerus saja seperti ini.
Aku mungkin perlu segera bertindak.
Itu benar, tindakan pertamaku dalam kondisi yang mengancam nyawa seperti ini, tentu saja adalah...
"AAAAAAAAAaaaaaggGGhhhhAAA,GHaaGHAAA———!"
Bi—Bicara apa sebenarnya aku ini dari tadi?!
Dasar oon! Mana mungkin orang biasa sepertiku masih bisa tenang dalam situasi yang mengancam nyawa seperti ini!
Dengan rasa panik yang menyelimuti diriku, aku berlarian ke sana kemari tanpa arah tujuan. Setidaknya, aku melakukannya sampai aku merasa aman.
"GGghhHAAAAAAA———!"
Ah!
Itu benar, aku harus mencari Rord terlebih dahulu.
Aku tidak bisa meninggalkannya sendirian saja di sini. Harga diriku sebagai seorang lelaki pasti akan jatuh jika aku melakukannya!
Memikirkan hal tersebut, aku berhenti dan kembali berdiam diri di tempat.
"Dari awal, bagaimana kebakaran ini bisa terjadi?"
Apa mungkin ini adalah ulah dari seekor monster?
"..."
Namun, kalau dipikir-pikir dengan lebih baik lagi, kurasa itu tidak mungkin.
Maksudku, bukankah tidak mungkin jika mereka diberkahi kekuatan yang bisa membahayakan spesies yang akan berakibat menghancurkan diri mereka sendiri? Mereka bukanlah manusia.
Dari apa yang kudengar, seingatku spesies monster pohon juga tidak memiliki sihir api sebagai salah satu kemampuannya.
Namun, jika itu memang benar ... lalu, siapa yang menyebabkan seluruh kekacauan ini...?
....
Pikiranku buntu. Aku akhirnya menepuk wajahku sendiri agar dapat kembali fokus.
Itu benar, yang harus kulakukan sekarang adalah mencari Rord dan memastikan jika dia baik-baik saja.
Mencari tahu soal pelakunya memanglah penting, tapi itu tidak akan ada artinya jika kau mengetahui seseorang yang berharga bagi dirimu sudah dalam kondisi tidak baik-baik saja!
"..."
Aku sedikit merasa bersalah karena tidak memiliki niat untuk ikut mencarinya juga ... tapi, aku yakin jika pahlawan sepertinya akan baik-baik saja...
Nah, fokus, fokus!
Sekarang, lakukan saja apa yang semestinya kau lakukan! Jangan buang-buang waktumu dengan memikirkan hal yan melambatkanmu!
Sembari memikirkan hal tersebut, aku kembali pergi menjelajahi hutan ini.
"Rord—! Ooi—! Apa kau mendengarku—?"
Aku memang berlari tanpa arah, tapi aku tidak lupa untuk meninggalkan jejak dengan memberikan tanda pada tiap pohon yang kulewati dengan cara menebasnya dengan pisau yang kumiliki.
Hal tersebut memang terkesan sepele, tapi setidaknya tanda tersebut bisa membuat seseorang menyadari sinyal akan sesuatu dan mungkin saja mengikutinya.
Mengingat jika bukan hanya party kami saja yang juga menjalankan quest ini—
"...!"
Aku berhenti berlari dan menyadari adanya beberapa petualang lain yang berada dalam kondisi yang sama denganku.
Kelihatannya mereka sedang bertarung dengan salah satu monster pohon ... apa itu Evil Tree?
"...?"
Salah seorang dari kelompok tersebut pun berhasil menjatuhkan dan menumbangkan Evil Tree tersebut ke tanah.
Aku tidak mengenal satu orangpun dari mereka, tapi sebaiknya aku ikut bersama dengan mereka.
Yah, lagi pula, semakin banyak, akan semakin lebih baik.
Aku pun pergi menghampiri mereka.
"Oi...!"
"?"
"?"
"...?"
"Hey, apa aku bisa bergabung dengan kalian?"
"Ah, maaf, tapi kami tidak menerima anggota baru."
Seorang lelaki remaja membalasku dengan spontan.
"Tidak, tidak, bukan itu yang kumaksud, tahu ..."
Lagi pula, aku juga sudah memiliki kelompok sendiri...
...?
Eh?
Ketika aku mencoba untuk memerhatikan lawan bicaraku dengan lebih baik, aku akhirnya menyadari sesuatu.
"Ah, kau, kau ini kan orang memalukan yang membungkuk pada wanita itu!"
Mengapa dia menunjukku seperti itu...? Kalimat tersebut bisa membuat orang-orang salah paham, tahu.
"Bukankah kau juga sama...?"
"Yah, kesampingkan itu. Kita mungkin bisa menepi dari sini terlebih dahulu, akan gawat jadinya jika kita sampai terkurung oleh apinya."
"Ya, ya, kurasa kau ada benarnya juga."
***
Itu benar, dia adalah laki-laki yang aku lihat waktu itu.
Kalau tidak salah ... kejadiannya masih belum lama ini di guild. Itu benar, ketika aku meminta maaf pada Lucia dengan cara membungkuk padanya.
Dari apa yang dapat kusimpulkan darinya, aku bisa yakin, jika dirinya merupakan sosok yang memiliki 'Aura' dari seorang tokoh utama dalam cerita-cerita.
Maksudku, hanya dengan melihat penampilannya yang mencolok saja aku bisa langsung tahu. Pakaian yang desainnya terlalu memalukan untuk dilihat karena terkesan seperti seorang 'Chuunibyou' serta rambut dengan warna mencolok yaitu sebelah hitam dan sebelah putih.
Jujur saja, aku bahkan tidak terlalu menyukainya karena ia memiliki aura yang berkebalikan denganku, tapi kini aku sedang membutuhkan bantuan dari dia dan partynya. Jadi, mungkin aku bisa mengabaikan ego-ku untuk kali ini.
Aku benci mengakuinya, tapi sejujurnya aku juga lumayan menyukai gaya yang ia miliki. Yah, meskipun bagian 'Chuunibyou'-nya benar-benar bikin eneg, sih.
"Apa yang kau lakukan sendirian saja di tempat ini?"
Dia bertanya padaku.
"Sulit untuk dikatakan, tapi sebenarnya–wegh–?!"
Salah satu pohon yang terbakar pun tumbang ke tanah sehingga membuat kami terkejut—tidak, tidak, kurasa hanya aku saja...
"Ja—Jadi, apa kalian juga sedang melaksanakan quest membasmi monster pohon?"
"Ya, begitulah—eh? Juga? Dari apa yang kau katakan sebelumnya ... apa itu artinya kau dan anggota party-mu telah terpisah secara tidak sengaja?"
Oh, dia cepat paham juga rupanya.
Yah, itu sudah tidak diragukan lagi, sih. Hanya dengan melihat penampilannya saja, aku cukup yakin jika dia adalah seseorang yang hebat. Setidaknya, tidak jauh lebih hebat daripada diriku...
"Hey, kamu. Apa kau mendengarkan?"
"A—Ah, iya, itu benar. Aku sedang mencari mereka sekarang, jika tidak keberatan, apa kalian bersedia untuk membantuku mencari mereka? Aku tidak bisa memberikan imbalan karena sejujurnya party kami juga tidak memiliki uang sebanyak itu. Jadi, jika kalian menolaknya, aku tidak akan berat hati."
Yah, meskipun mereka tidak akan bisa menolaknya karena kata-kata akhirku itu, sih...
"Jangan bercanda. Bukankah petualang itu 'bebas'? Itu artinya tidak ada salahnya juga untuk membantu sesama kan?'
"O—Oh, terima kasih. Baiklah, kalau begitu—"
"—maaf, karena sudah kupotong. Tapi, bisakah kau membiarkan diriku saja yang memimpin jalannya pembicaraan?"
"O--Oh, ya, baiklah, tentu saja kau bisa melakukannya. Silahkan, silahkan."
"Terima kasih. Kalau begitu langsung saja. Pertama, mungkin kita bisa berpecah dan berbagi menjadi dua kelompok. Ah, apakah kau bisa memberitahukan kami namamu?"
"A—Ah, namaku Lort."
"Baiklah, kalau begitu, Salam kenal, ya, Lort."
...?
Dia terlihat seperti seseorang yang dapat kau andalkan ... tapi, jika benar begitu, lantas mengapa sebelumnya dia menunduk di hadapan seorang wanita?
He-He, aku yakin jika sebenarnya dia ini hanya sedang berpura-pura saja untuk menciptakan impresi pertama yang baik.
***
"Kelompok pertama adalah aku dan Lev. Dan kelompok kedua adalah kalian, Isaria dan Lort."
"He-He, aku menang."
Seorang kakak-kakak berambut putih pendek mengatakannya dengan wajah bangga.
Eh? Mengapa dia memasang ekspresi seolah-olah baru saja memenangkan kejuaraan seperti itu?
"Eh, eh—? Tunggu, tunggu! Aku juga ingin berada dalam satu kelompok yang sama denganmu, Caka!"
Salah seorang gadis berambut merah panjang di antara kami mengatakannya dengan wajah cemberut mengeluh.
"Tidak boleh, Isaria. Untuk kepentingan bersama, mau tidak mau kamu harus melakukannya."
"Ta—Tapi..."
Loh, loh? Ada apa ini...?
"..."
Tunggu sebentar. Sebelum melanjutkannya, sepertinya aku bisa memberitahukan apa yang dapat kusimpulkan terlebih dahulu ... kelompok mereka sepertinya terbagi menjadi tiga orang. Anggota pertama tentu saja adalah Caka, namanya terdengar aneh. Apa itu maksudnya 'Catur'? Dirinya terliat seperti sosok seorang pemimpin di sini.
Memang terlihat dapat diandalkan. Hal tersebut bisa dilihat juga dari sikap teman sekelompoknya.
Berbicara tentang teman sekelompoknya, yang kedua adalah Lev. Seorang wanita yang kelihatannya cukup lebih tua daripadaku. Satu-satunya hal yang sangat mencolok darinya–tidak, kurasa yang benar adalah 'dua'.
Itu benar. Dua buah yang sangat mencolok di dadanya.
Ukuran yang fantastis. Aku belum pernah melihat yang seperti ini sebelumnya.
Yah, kita bisa mengenyampingkan itu terlebih dahulu. Namun, meskipun begitu, pandanganku tetap saja selalu teralihkan padanya.
Jujur saja, itu benar-benar sangat besar...
Gadis berambut merah di sebelahku menyadari tatapan yang kuberikan pada Lev.
Dengan cepat, aku pun segera mengalihkan pandanganku ke tempat lain.
"..."
Yang ketiga dan terakhir, dia adalah Isaria. Gadis berambut merah panjang yang memiliki kesan misterius. Setidaknya itulah yang kudapatkan dari aksesoris pada bagian atas tubuhnya.
Si Isaria ini ... apa dia sebegitu tidak inginnya untuk berada dalam satu kelompok yang sama denganku? Dia kelihatannya juga tidak terlalu menyukaiku keberadaanku...
Mengeluh pada lelaki pujaannya lalu melirk ke arahku dengan wajah tidak enak.
( Ada apa, Mawar Merah? Ingin mengajakku berkelahi? )
Tidak, kurasa bukan hanya karena hal itu saja. Mungkin dia hanya ingin untuk selalu dekat-dekat dengannya.
Si belang-belang sialan ini ... dia pasti benar-benar menikmati hidupnya dalam situasi 'Harem' ini...
"Ba--Baiklah. Aku akan melakukannya."
"Baguslah kalau begitu, terima kasih telah mendengarkanku, Isaria."
Caka membelai rambut merah Isaria, lebih tepatnya, mengelus kepalanya sembari memanjakan dirinya untuk alasan yang mengesalkan bagiku.
"Ta–Tapi, sebagai syaratnya, aku ingin kau untuk menemaniku pergi ke suatu tempat ketika pulang nanti, apa kau bersedia melakukannya?"
"Tentu saja aku bersedia. Maksudku, mengapa tidak? Aku malahan merasa senang karena kau telah mengajakku."
Dan dengan begitu, Caka pun lanjut untuk kembali melakukan aktivitas kesukaannya, yaitu mengelus-ngelus kepala seorang gadis dengan dada yang rata.
"..."
Persetan dengan mengalahkan Raja iblis, entah mengapa tiba-tiba saja rasanya aku sangat ingin menghancurkan dunia ini. Tidak, mungkin saja aku akan malah berbalik pindah ke kubunya.
Entah mengapa tiba-tiba saja aku memiliki keinginan yang sangat kuat untuk menghancurkan dunia ini.
( Ini adalah perasaan yang aneh... )
***
"Apinya masih belum terlalu menyebar luas dan jika kita sempat, mungkin kita bisa memanggil bala bantuan terlebih dahulu ke kota. Aku dan Lev akan kembali ke kota untuk memberitahu para petualang lain yang sekiranya belum menyadari kebakaran ini untuk segera menindak lanjutinya. Sementara itu, Lort, Isaria, aku ingin kalian mencari petualang lain yang sekiranya masih terjebak di dalam hutan. Aku yakin kalian bisa melakukannya."
Dia ini ... apa dia baru saja menyuruhku untuk bunuh diri...?
"Kalau begitu, ayo langsung saja kita mulai rencananya."
Sudah kukatakan sebelumnya, tapi ... apa kau benar-benar serius...?
Maksudku, bukankah seharusnya mereka lah yang melakukan pekerjaan kami?
Mau dilihat dari manapun juga, entah itu daripenampilan atau semacamnya. Bukankah sudah jelas jika mereka lebih memenuhi kriteria untuk melakukan pekerjaan ini...?
Nona Lev terlihat seperti sosok wanita yang bisa diandalkan dan begitu juga dirimu.
Sementara itu, kau meminta diriku yang bahkan sudah jelas-jelas tidak memiliki perlengkapan yang cukup untuk melawan monster? Jangan bercanda.
Aku mengambil napas yang panjang dan menghembuskannya kembali.
"..."
Aku tidak ingin mengomentari Isaria karena dia tidak terlalu terlihat bisa diandalkan. Dari sudut pandangku, dia hanya terlihat seperti seorang gadis biasa dengan aksesoris berupa semacam tanduk rusa dengan akar yang menyebar dari sebuah bunga mawar pada mata kanannya.
Tidak terlalu terlihat sesuatu yang spesial dari dirinya. Apalagi, payudaranya rata. Kemungkinan terburuknya, kedua buah itu sepertinya bahkan lebih rata daripada milik Rord.
Dia juga terlihat seperti seseorang yang introvert ... dan ... sedikit loyo...
Satu-satunya yang menarik perhatianku terhadap dirinya adalah sebuah botol gelas yang selalu ia bawa dengan mengikatkannya pada tali pinggangnya.
Itu bukan botol gelas biasa. Dari kacanya yang tembus pandang, aku bisa melihat adanya semacam debu berwarna emas di dalamnya.
Yah, harus kuakui jika dirinya memang terlihat sedikit imut, sih...
Dia juga sedikit lebih pendek dariku.
Si Caka ini memiliki selera yang cukup bagus juga.
Tidak heran jika dia terlihat cukup populer.
Namun, sayang sekali karena sepertinya kau akan menjadi sosok yang tertolak...
Tetap semangat lah, ya. Isaria!
Aku mengacungkan jempolku padanya.
Dan tentu saja dia akan bereaksi dengan memasang wajah yang penuh dengan tanda tanya ketika melihatku.
Ya, sesuai dugaanku.