Bab 18
"Cemburu? Ntahlah"
Napas keduanya masih naik turun, pesona yang ditampilkan oleh Bian. Benar benar membuat Caca, seketika langsung luluh. Wanita itu berbaring di dada sang suami, sedangkan Bian menguspa punggung istrinya dengan lembut serta seseklai mengecup dahi Caca dengan penuh cinta.
"Pulang?" ajak Bian. Caca lalu mengangkat kepalanya, lalu menganggukkan kepala. Bian segera merapikan pakaian yang digunakan oleh istrinya, menarik rok tersebut ke bawa. Setelah itu Bian mengendong Caca, mendapatkan serang seperti itu membuat Caca kaget.
"Turunin Mas," ujar Caca dengan nada lirih.
"Kamu pasti lelah, sudah biarkan saja. Aku masih kuat untuk menggendong kamu, sampai ke parkiran," jawab Bian dengan lembut, tidak ada tatapan intimidasi seperti sebelumnya. Bian begitu lembut dan manis, Caca hanya bisa pasrah jika sudah seperti ini maka dirinya hanya mampu diam.
Untunglah hari sudah gelap, sehingga tidak ada karyawan lagi di dalam gedung tersebut. Jika tidak, mungkin saja mereka akan membuat gosip yang tidak tidak. Meskipun, Caca sudah menjadi istri sah Bian namun, level sebagai istri kedua selalu salah di mana orang banyak.
Mengingat akan hal itu saja, mampu membuat Caca bersedih. Statusnya yang hanya istri kedua, dan sebagai wanita pengganti untuk mengandung anak Bian membuat Caca terdiam.
"Kamu mikirin apa?" tanya Bian. Caca mengangkat kepalanya, lalu menatap sang suami dan menggelengkan kepalanya.
"Kenapa diam saja? Kenapa seolah kamu sedang memikirkan sesuatu?" tanya Bian kembali. Namun, Caca hanya menggelengkan kepalanya biarkan apa yang ada di dalam pikirannya saat ini cukup dirinya saja yang tahu.
***
Sudah dua hari Bian tidak kembali ke rumah mereka. Caca sudah harus terbiasa dengan hal tersebut, karena bukan hanya dirinya yang menjadi istri dari suaminya itu. Ada wanita lain yang sudah menjadi milik suaminya, sebelum dirinya.
"Di rumah sebesar ini. Kenapa gak nyaman sendirian, padahal aku udah sering sendiri. Di kost aja aku sendirian," ucapnya dalam hati.
Malam ini komplek perumahan Caca, diguyur oleh hujan yang begitu lebat. Membuat Caca, hanya berdiam diri di dalam kamar tidak ada keinginan lebih untuk keluar. Setelah tadi sore, dirinya menghidupkan semua lampu dan menutup segala pintu serta jendela. Caca segera masuk ke dalam kamar, tak lupa dirinya menyiapkan beberapa makanan dan minuman yang cukup untuk dirinya malam ini.
Caca berharap supaya tidak mati lampu, karena dirinya tidak akan bisa bernapas jika dalam keadaan gelap. Caca pernah memiliki trauma tersendiri saat itu.
Berbeda dengan Caca yang sedang sendirian, saat ini Bian dan Della sedang makan malam bersama. Namun, keduanya hanya bisa melakukannya di rumah. Karena hujan yang begitu deras menguyur bumi, bukan hanya di daerah rumah Caca tapi juga di segala tempat.
"Kamu masak semuanya?" tanya Bian antusias. Namun, Della menggelengkan kepalanya, helaan napas berat terdengar jelas. Barulah Bian akan senang tapi kenyataannya tidak.
"Kamu kan tahu gimana aku Mas. Mana mungkin, aku bisa masak sebanyak ini. Gak akan mungkin Mas," ujarnya. Della mulai menambahkan semua makanan ke dalam piringnya. Bian menunggu hal yang sering dilakukan oleh Caca tapi sepertinya tidak akan terjadi.
"Kenapa diam saja Mas. Ambilah enak banget loh ini. Aku sengaja pesan di restoran kesukaan kamu," ucapnya lagi. Bian menatap sekilas, kenapa istrinya ini tidak bisa seperti Caca.
Lagi dan lagi Bian jadi membandingkan keduanya, padahal Bian tahu dirinya menikah dengan Caca hanya demi keturunan setelah Caca hamil dan melahirkan anaknya maka semua akan selesai. Itulah yang ada di dalam pikiran Bian.
Setelah selesia makan, keduanya duduk di ruang keluarga seperti biasanya. Bian akan sibuk dengan acara televisi yang dia tonton berbeda dengan Della yang akan fokus dengan ponselnya. Selama keduanya menikah, Bian belum pernah sekalipun menyentuh ponsel milik Della. Laki laki itu sungguh, menjaga privasi istrinya.
Banyak orang yang mengatakan bahwa Bian terlalu bodoh, karena tidak tahu apa yang sudah dilakukan oleh Della. Namun, Bian biasa biasa saja. Pria itu terlalu percaya dengan semua omongan Della.
***
Rapat kali ini, Bian dan Caca harus pergi ke sebuah hotel bintang lima dengan desain yang begitu elegan. Mereka berdua berangkat secara berbeda, Bian menawarkan untuk pergi bersama namun, Caca menolak.
Jarak dari rumah Della dan rumahnya serta tempat mereka ada pertemuan menjadi pertimbangan Caca. Wanita itu tidak mau, Bian menjadi terlambat jika harus menjemput dirinya lalu pergi bersama. Hal itu membuat Bian sedikit kesal, namun mau bagaimana lagi apa yang diucapkan oleh Caca ada benarnya.
"Anjing!! Pakaian sekretaris loe bener bener membuat gue napsuan Bian," ujar Elang.
Saat masuk ke dalam lobby hotel tadi Bian bertemu dengan Elang. Keduanya pun berjalan masuk ke ruang pertemua bersama. Saat kaki Bian baru saja melangkah pria itu bisa mengenali sang istri.
Apalagi dengan model pakaian yang digunakan oleh Caca yang begitu pas di badannya, membuat semua lekukan dalam dirinya terlihat dengan jelas. Bian mengepalkan tangannya, tidak suka dengan apa yang dia lihat.
Tanpa menghiraukan ocehan dari Elang yang selalu tidak berbobot. Bian melangkahkan kakinya mendekat ke arah Caca yang sedang berbincang dengan seorang pria yang begitu tampan dan masih sangat muda.
"Hem," gumam Bian. Caca menoleh ke arah suaminya itu, senyum lebar tercetak dengan jelas di bibir wanita itu.
"Pak Bian sudah datang."
Bian hanya mengangukkan kepalanya, pro itu menatap kepada pria yang ada di depannya saat ini dengan tatapan yang begitu tidak suka.
"Mas ini Pak Bian, boss saya di kantor. Pak Bian ini Mas Alan, dulu kami satu panti asuhan di Kasih Ibu," jelas Caca.
Kedua pria itu saling berjabat tangan, terlihat jelas dari sorot mata keduanya melempar tatapan yang tidak suka.
"Ayo. Ada yang mau saya bicarakan," ucap Bian dengan nada dingin.
Dahi Caca berkerut, apa yang akan dibahas oleh suaminya itu. Caca pun mulai pamit kepada Alam dan mengikuti suaminya yang berjalan ke arah balkon hotel yang sedikit gelap.
Bian segera menarik Caca membuat wanita itu sempat memekik kuat. Namun, segera bisa ditahan oleh Bian dengan menutup mulutnya.
"Ada apa Mas?" tanya Caca.
"Kamu sengaja tidak mau aku jemput. Biar bisa berpakaian seperti ini, kamu memang mau memperlihatkan semua lekukan tubuh kamu. Biar semua mata laki laki itu menatap dengan kamu. Dasar murahan," ucap Bian.
Plak!!!!
Sebuah tamparan mendarat dengan mulus di pipi Bian, sorot mata Caca menatap tajam ke arah suaminya itu. Caca tidak menyangka Bian bisa setega itu mengatakan hal seperti itu.
"Jaga ucapan kamu Mas. Aku bukan wanita yang seperti apa kamu katakan, aku berpakaian sesuai dengan standar yang sudah kamu buat di kantor. Kalau kamu memang tidak suka dengan apa yang aku pakai, kamu bisa mengatakannya dengan baik. Bukan malahan mengatakan hal seperti itu, dan satu hal aku bukan wanita murahan," balas Caca.
Air mata yang sudah sejak tadi ditahan oleh Caca, seketika langsung mengalir dengan sangat deras. Caca lari dari tempat itu, menagis dengan kencangnya. Wanita itu tidak peduli dengan tatapan mata orang orang yang melihatnya dengan tanda tanya.
"Anjing!!!" umpat Bian dengan menjambak rambut di kepalanya. Bian menyesal mengatakan hal itu, rasa kesal didirinya membuat semuanya hancur. Apa lagi melihat air mata Caca yang sudah mengalir semakin membuat Bian gelisah.
####
Bagaimana? Silakan hujat Bian sesuka hati kamu. Jangan lupa review dan batu kuasanya ya. Love you guys.