"Assalamualaikum," ujar Rezqi lagi memberi salam. Lalu ia melihat sosok Babeh Djaja yang mendekat tergesa-gesa. "Beh."
Babeh Djaja mengernyit memandang sosok di depan pintu tersebut. Jangan-jangan si Shari begini karena ulah laki-laki yang satu itu, gumam Babeh Djaja di dalam hati.
"Waalaikumsalam," sahut Babeh Djaja dengan wajah penuh curiga.
"Eeng, Beh… saya—"
"Kenape lu kagok gitu?"
Tatapan pria tua begitu menekan, dan penuh selidik pada pemuda tersebut.
"Ee… Maaf, Beh."
Rezqi benar-benar harus menguatkan dirinya untuk bisa mengeluarkan kata-kata dari mulutnya sendiri di hadapan Babeh Djaja. Tidak sebagaimana di hari-hari sebelum ini.
"Se—sebelumnya, saya benar-benar minta maaf sama Babeh."
"Elu," ujar Babeh Djaja seraya bertolak pinggang, "yang udeh bikin anak gue nangis kek gitu?"
"Beh," Rezqi memberanikan diri memandang wajah Babeh Djaja, bahkan kedua tangannya berusaha menggapai tangan kanan ayah kandung si Shari tersebut. "Dengerin saya dulu, Beh. Sebentar, aja."