Ernest menghela napas panjang, ia menyesap lemon tea-nya kemudian menatap Patricia dalam-dalam.
"Namanya Silvana, dia sudah menjadi kekasihku sejak kami di bangku SMA. Sifatnya manja dan sederhana, awalnya. Ketika kami sama-sama kuliah di luar negeri, entah mengapa sifatnya berubah drastis. Dia jadi suka minuman beralkohol, dugem. Ya, sebatas itu mungkin aku masih bisa memaklumi. Tapi, malam itu tiba-tiba saja dia meminta kami untuk melakukan hubungan suami istri. Katanya dia ingin menyerahkan keperawanannya untukku.
"Aku kaget , karena jujur saja aku sedikit kolot mungkin. Aku tidak mau menyentuh wanita yang bukan istriku. Itu sudah menjadi prinsipku. Mungkin, tidak masalah jika mau sama mau. Tapi, jika kelak kami tidak berjodoh? Kasian yang akan menjadi suaminya kelak. Itu artinya aku sudah mengambil apa yang bukan hakku.