Descargar la aplicación
14.16% Die inside (Hopeless) / Chapter 33: Hari yang menyebalkan

Capítulo 33: Hari yang menyebalkan

Kedua perempuan yang usianya terpaut jauh duduk berhadapan di soffa ruang keluarga. Wanita yang lebih tua menatap tajam gadis di depannya yang menundukkan kepala. Gadis itu memainkan kukunya sendiri. Ia mengigit bibir tipis merah mudanya. Meski tak ada suara dari sang wanita dewasa, suasana mencekap tetap terasa.

"Kenapa kau diskors?" Wanita yang memakai dress hitam mulai mengintrogasi Nia. Manik secoklat kayu jatinya memberi tatapan tajam pada Nia. Gadis yang ditanya hanya diam. "Ibu tanya kenapa kamu diskors?" Sekar mengulangi pertanyaannya saat anaknya hanya diam mematung.

"A-aku bertengkar dengan teman sekelasku," jawab Nia terbata bata. "Kau berkelahi? Gadis macam apa kamu? Mau jadi jagoan?" maki Sekar tak suka dengan jawaban anaknya. Nia menggelengkan kepalanya cepat. Tangannya meremas ujung jaketnya. Manik karamelnya menatap sendu ibunya.

"Aku berkelahi karena membela ibu," tutur Nia. Sekar mengernyitkan dahinya. Wanita itu menyelipkan sebagian rambutnya ke belakang telinga lalu mencondongkan tubuhnya. "Maksudmu? Kamu membela ibu?" tanya Sekar.

"Iya. Mereka menghina ibu. Aku gak terima ibuku dihina." Nia kembali menundukkan kepalanya. Ia semakin meremat ujung jaketnya. Sekar tertegun atas perkataan Nia. Ada rasa terharu yang menelusup ke hatinya. Tapi kemudian ia menggelengkan kepalanya. "Kamu gak perlu membela ibu. Ibu gak butuh dibela. Tugasmu hanya belajar," titah Sekar dengan tegas.

Gadis jangkung itu menyipitkan matanya. Bibir kecilnya membulat. Tak setuju dengan ucapan ibunya. "Bagaimana mungkin aku tidak membelamu? Meski mereka tidak tahu, tapi kau ibuku!" pekik Nia sambil berdiri. Sekar ikut berdiri kala anaknya meneriakinya. "Ibu gak butuh dibela!"

"Tugasmu hanya belajar! Ibu gak peduli temanmu menghina ibu. Ibu hanya peduli nilaimu selalu tinggi. Skorsing akan mempengaruhi nilaimu. Memikirkan kau turun peringkat saja sudah membuatku merinding. Kamu gak berguna kalo bodoh!" hardik Sekar. Wajahnya memerah. Bahunya naik turun setelah teriak. Napasnya tak beraturan dan pembuluh darahnya naik ke leher hingga uratnya menonjol.

Bahu Nia bergetar menahan tangis yang sebentar lagi pecah. Ia mengigit bibir bawahnya hingga memerah agar isak tangis tak lolos dari bibirnya. Jatuh dari lantai dua puluh rasanya tak sesakit ini. Dimaki ibunya sendiri yang tak menghargainya jauh lebih sakit. Langit seperti runtuh saat ini. Ibunya hanya peduli pada nilainya. Ia bahkan terang terangan mengatakan tak sudi punya anak bodoh. Gadis berkulit pucat itu hanya diakui jika mendapat nilai tinggi.

Nia jalan sambil menghentakkan kakinya ke kamarnya di lantai atas. Gadis kurus itu membaringkan tubuhnya di kasur. Ia menenggelamkan kepalanya ke bantal kala buliran air mata mulai keluar. Tak mau seorangpun mendengarnya menangis. Ia menolehkan kepalanya saat ada notifikasi dari ponselnya. Gadis berjaket denim itu mendudukkan tubuhnya. Ia memutar bola matanya saat tau Rio mengirimnya pesan Whatsapp. "Pasti Tiara yang memberi nomorku," gerundelnya tanpa membalas pesan Rio.

Nia mematikan lampu lalu menengadahkan kepalanya menatap stiker glow in the dark. Stiker berbentuk bulan dan bintang terlihat indah saat lampu dimatikan. Cahayanya membuat ia membayangkan ada di alam liar dengan hamparan rumput yang lembut. Suasana tenang ini membuat matanya terasa berat. Tak lama kemudian Nia sudah berada di alam mimpi. Alam tempat ia bisa menjadi apa saja dan berpetualang semaunya.

#

.

.

Seorang gadis berdiri di depan gerbang sekolah yang tingginya hampir menyamai pohon yang berada di sebrang gerbang. Nia memasuki gerbang sekolah dengan langkah berat. Hatinya masih sakit mengingat guru dan teman teman yang tak berpihak padanya. Ia berusaha berjalan tegap juga menulikan telinganya dari perkataan orang orang yang membicarakannya.

Kakinya berhenti saat Tiara menghadangnya di lorong. Nia menatap datar gadis berkulit coklat itu. Ia berjalan melewatinya saat Tiara memanggilnya tapi gadis itu menahan tangannya. "Kamu marah padaku? Maaf," kata Tiara. Ia menekuk wajahnya, memohon agar Nia memaafkannya.

Nia menepis tangan gadis itu. Ia melipat tangannya ke dada. Tatapannya menajam, menusuk gadis di depannya. "Kamu kan yang memberi nomorku pada Rio?" tanya Nia. "Iya. Kamu marah karena itu? Maaf. Aku gak akan mengulanginya," sesal Tiara yang menggenggam tangan Nia. Nia memijat pelipisnya lalu membalas genggaman Tiara.

"Oke tapi jangan mengulanginya," kata Nia lalu melanjutkan langkahnya. Tiara menatap punggung Nia yang kian menjauh. Ia menyunggingkan senyuman saat Nia sudah tak terlihat.

Nia berdiri di depan ruang guru. Ia mengeluarkan beberapa buku tulis lalu memasuki ruangan itu. Ia menaruh bukunya di meja berisi tumpukan buku kelasnya. Beruntung guru itu belum menilai tugas murid muridnya. Nia beralih ke meja lain. Ia membungkukkan tubuhnya menyapa salah satu gurunya. "Bu Susi, ini tugas saya," ujar Nia menyerahkan bukunya pada guru Bahasa Indonesianya. "Kamu kelas XII IPS A kan? Seharusnya dikumpulkan kemarin."

"Iya Bu tapi saya diskors. Jadi maaf saya terlambat mengumpulkan," tutur Nia dengan nada penyesalan. Bu Susi mengangguk paham. Ia menaruh buku Nia dimeja lalu tersenyum pada Nia. "Untung saja Ibu belum selesai menilai. Yasudah cepat ke kelas," balas guru muda itu lembut. Tak ada kata kata kasar atau nada sinis. Nia jadi lega karena diberi kesempatan mengumpulkan tugas.

Seorang pemuda bermata sipit melihat siluet Nia yang keluar dari ruang guru. Ia menaruh bukunya di meja dan tergesa berlari mengejar Nia. Kevin berjalan disamping Nia dengan senyum lebarnya. "Hai cantik," sapa Kevin. Nia melirik sinis Kevin tanpa menjawab. Kevin cemberut. "Aku kangen gak ketemu kamu dua hari," imbuhnya. Nia bergeming, malah mempercepat langkahnya.

Kevin tak mau kalah. Ia menyamakan langkahnya dengan Nia. "Ihh Nia kamu gak tiba tiba bisu kan?" Nia lalu menghentikan langkahnya. "Kita gak ketemu sehari bukan dua hari," koreksi Nia lalu masuk ke kelasnya diikuti Kevin. Teman teman sekelasnya langsung mengerubungi Kevin. Mereka menanyakan Kevin sudah sarapan belum? Mau ke kantin bareng ga? Dan pertanyaan lain yang membuat Nia mual.

Nia langsung duduk di kursinya, menelungkupkan kepalanya ke meja. Tangannya ia jadikan sandaran. Ia tersentak saat mejanya bergetar. Bola matanya membulat saat manik sehitam langit malam Kevin menatap Nia dari posisi yang sama dengannya. "Kenapa kau duduk disini?" ketus Nia. Ia duduk tegap. Tangannya mendorong Kevin menjauh, mengusirnya. Kening Nia sampai berkeringat saking susahnya mendorong Kevin. Pemuda itu menahan tubuhnya sangat kuat agar tidak bergeser secentipun. "Menyebalkan," decaknya lalu menatap keluar jendela.

Tangan Kevin terulur mengelap peluh di dahi Nia menggunakan tisu yang ia pinta dari gadis di kelas itu. Nia terkesiap. Ia menatap Kevin yang sedang tersenyum dengan lembut. Pemuda itu menopang dagunya saat selesai membersihkan keringat di dahi Nia. "Kamu cantik," puji Kevin.

"Kevin~ aku juga cantik kan?" tanya Mela yang tiba tiba duduk di meja. Ia senyum manis sambil merapihkan rambut gelap sedadanya. "Iya kamu cantik Mela," jawab Kevin yang membuat Mela tertawa yang sengaja dibuat lembut. Nia memutar bola matanya jengah dengan sikap Mela. Apalagi Kevin memuji Mela setelah memuji Nia. Hatinya kembali panas. Ada rasa tak suka saat Kevin memuji Mela.


REFLEXIONES DE LOS CREADORES
nia_rahmah nia_rahmah

Perasaan apa ini? Aku tidak pernah merasa seaneh ini. Apa yang salah dengan diriku? Aku merasa ini bukan diriku.

Load failed, please RETRY

Regalos

Regalo -- Regalo recibido

    Estado de energía semanal

    Rank -- Ranking de Poder
    Stone -- Piedra de Poder

    Desbloqueo caps por lotes

    Tabla de contenidos

    Opciones de visualización

    Fondo

    Fuente

    Tamaño

    Gestión de comentarios de capítulos

    Escribe una reseña Estado de lectura: C33
    No se puede publicar. Por favor, inténtelo de nuevo
    • Calidad de escritura
    • Estabilidad de las actualizaciones
    • Desarrollo de la Historia
    • Diseño de Personajes
    • Antecedentes del mundo

    La puntuación total 0.0

    ¡Reseña publicada con éxito! Leer más reseñas
    Votar con Piedra de Poder
    Rank NO.-- Clasificación PS
    Stone -- Piedra de Poder
    Denunciar contenido inapropiado
    sugerencia de error

    Reportar abuso

    Comentarios de párrafo

    Iniciar sesión