Azami dan Yuri yang baru saja keluar dari stasiun bawah tanah Yokohama, menolehkan kepala mereka ke kanan dan ke kiri seirama.
Azami yang tangan sebelah kanannya membawa koper berukuran cukup besar dengan sebuah ransel gunung di punggungnya. Lalu, tangan sebelah kirinya menggenggam erat jari jemari milik Yuri.
Kedua kakak beradik itu memilih untuk memasuki salah satu minimarket yang masih beroperasi.
"Niichan, aku mau susu strawberry." Ucap Yuri yang kini berdiri didepan lemari pendingin.
Azami yang berdiri disamping Yuri pun menganggukan kepalanya dan kini membuka pintu lemari pendingin untuk mengambil susu strawberry yang diinginkan oleh Yuri.
Setelahnya, Azami mengambil minuman yang diinginkannya. Mereka berdua pun berjalan menuju meja kasir dan membayar barang yang mereka beli.
"Niichan, malam ini kita akan tidur dimana?" Tanya Yuri sambil berjalan bersisian dengan Azami.
"Niichan sudah memesan kamar hotel. Malam ini kita akan istirahat disana dan besok kita akan mulai mencari kenalan Ayah." Jawab Azami yang di respon anggukan kepala oleh Yuri.
Kini Azami berjalan menuju sebuah taksi yang berhenti dan menaikinya bersama Yuri menuju hotel yang sudah dirinya pesan.
Selama dalam perjalanan, Yuri yang sudah merasa mengantuk pun memilih untuk bersandar pada Azami.
Azami yang menyadari jika adik kecilnya sudah merasakan kantuk pun membawa tubuh mungil Yuri kedalam pelukannya, sambil sesekali dirinya menepuk-nepuk pelan puncak kepalanya.
Sesampainya di depan hotel tempat dirinya menginap, Azami pun membawa tubuh terlelap Yuri kedalam gendongannya lalu berjalan memasuki hotel.
Azami yang melihat ada banyak pria berbadan besar dengan berbalutkan jas hitam memenuhi lobby hotel, merasa sedikit heran. Namun dirinya tidak begitu tertarik, karena yang dirinya inginkan saat ini adalah cepat-cepat memasuki kamar yang di pesannya, membaringkan Yuri, lalu membersihkan dirinya dan beristirahat.
Saat sudah mendapatkan kunci kamar miliknya, Azami segera berjalan menuju depan pintu lift, dimana ada lima orang pria berbadan besar dan berjas hitam berdiri di depannya.
Ting!
Suara pintu lift berdenting dan pintunya pun terbuka. Lima orang pria berbadan besar itu lebih dulu masuk kedalam lift dengan salah seorang dari mereka yang memakai kemeja putih dan jas hitam yang tersampir di pundak, berdiri tepat ditengah-tengah lift.
Dari formasi yang dirinya lihat. Azami dapat menyimpulkan, jika pria berkemeja putih itu memiliki kedudukan lebih tinggi dari keempat pria berjas hitam lainnya.
Lift pun mulai bergerak naik setelah Azami dan salah seorang pria berjas hitam menekan tombol lantai yang ingin mereka tuju.
Didalam lift terjadi keheningan, tidak ada yang berbicara sama sekali.
"Eungh, Niichan? Kapan kita akan sampai?"
Suara mungil Yuri dengan nada khas bangun tidur pun, mengudara di dalam ruang lift yang sedari tadi hening.
Azami yang sedikit merasa tersetak, berdeham sesaat sebelum dirinya menjawab pertanyaan Yuri yang kini sedang menatap dirinya sambil menggosok-gosok kelopak mata sebelah kanannya.
"Sebentar lagi kita akan sampai. Berhentilah menggosok kelopak matamu Yu-chan, nanti matamu akan perih."
Azami menggeser sedikit rambut bagian depan Yuri, untuk melihat apakah bola mata Yuri mengalami iritasi atau tidak.
"Aku mengantuk Niichan." Rajuk Yuri sambil melingkarkan kedua tangannya pada leher Azami dan kini kepalanya menghadap kearah belakang, dimana dirinya dapat melihat lima orang pria berbadan besar dan berjas hitam kini sedang memperhatikan dirinya.
"Niichan, sejak kapan keluarga kita memiliki bodyguard? Seingatku kita tidak pernah memiliki bodyguard. Ah! Atau mereka semua teman dari paman Renji?"
Azami yang mendengar pertanyaan polos Yuri langsung merasa panik dan mengusap-ngusap pelan puncak kepala adik kecilnya itu.
"Ekhm, di keluarga kita memang tidak pernah memiliki bodyguard Yu-chan. Dan lagi, paman Renji tidak mengetahui jika kita berada disini saat ini. Jadi mereka bukan siapa-siapa, ok?"
Yuri menganggukan kepalanya pelan dengan sorot mata polos mengarah pada pria berkemeja putih yang juga balas menatapnya.
"Oh, jadi mereka orang asing." Gumam Yuri dan di respon dehaman oleh Azami.
Azami melirikan matanya gelisah pada monitor petunjuk lantai diatas pintu lift. Dirinya merasa atmosfir didalam lift saat ini benar-benar canggung dan dirinya ingin cepat-cepat pergi keluar dari lift ini.
"Paman, apa aku boleh mengetahui siapa nama mu?"
Azami tersentak kaget mendengar pertanyaan polos Yuri yang tertuju untuk lima pria dibelakang dirinya.
Sedangkan itu, pria berkemeja putih yang dilontarkan pertanyaan oleh Yuri, menatap datar gadis kecil itu.
"Yu-chan, kau tidak boleh bertanya seperti itu." Tegur Azami sambil mengusap lembut puncak kepala Yuri.
"Tapi ibu pernah bekata. Jika bertemu dengan orang asing, kita harus menanyakan namanya agar saling mengenal satu sama lain." Bisik Yuri, namun masih dapat di dengar oleh lima pria berbadan besar di belakang mereka.
"Kau benar, tetapi kita tid-
"Tidak masalah. Perkenalkan nama ku Juza. Siapa nama mu adik kecil?"
Azami yang perkataannya di potong pun, langsung menolehkan kepalanya kebelakang. Begitu juga dengan Yuri yang kini sudah mengulaskan senyuman cerah di wajahnya.
"Wah, paman Juza. Pekernalkan nama ku Yuri dan ini kakak ku satu-satunya bernama Azami." Seru Yuri begitu semangat dan mengundang kekehan dari lima pria berbadan besar di hadapannya kini.
Sedangkan itu, Zami memejamkan matanya perlahan melihat Yuri yang dengan bersemangatnya memperkenalkan dirinya pada orang-orang asing tersebut.
"Baik, Yu-chan. Aku akan mengingat baik-baik nama mu dan juga kakak mu." Balas pria berkemeja putih sambil mengusap puncak kepala Yuri.
Azami yang melihat itu, ingin segera menyingkirkan tangan milik pria asing tersebut. Namun melihat betapa senangnya reaksi Yuri saat ini, membuat dirinya mengurungkan niat untuk menyingkirkan tangan pria tersebut.
Ting!
Pintu lift terbuka. Azami dan kelima pria itu pun bersamaan melihat ketas pintu lift, untuk melihat sudah berada di lantai berapa mereka saat ini.
Lantai 30.
Azami yang menyadari dirinya sudah sampai di lantai kamar dirinya dan Yuri berada pun, bergegas menarik koper miliknya.
Greb.
Pergerakan Azami tertahan, saat dirinya merasakan pergelangan tangannya yang menarik koper di genggam.
"Tunggu sebentar." Ujar pria berkemeja putih.
Azami dapat melihat pria berkemeja putih itu berbicara dengan empat pria berbadan besar lainnya.
Azami mengerutkan dahinya heran saat pria berkemeja putih itu mengeluarkan sebuah boneka kelinci berwarna merah muda dari dalam paperbag.
"Kita tidak tahu akan berjumpa lagi atau tidak. Maka dari itu aku ingin memberikan mu boneka ini sebagai tanda perkenalan kita." Ucap pria berkemeja putih, sambil mengulurkan boneka kelinci tersebut pada Yuri.
Yuri yang diberikan boneka kelinci berwarna merah muda pun, dengan senang hati langsung menerimanya.
Azami benar-benar tidak bisa menolak boneka tersebut karena melihat ekspresi senang di wajah Yuri.
"Kau tidak perlu memberikan boneka untuk adik ku." Ujar Azami merasa tidak enak pada pria berkemeja putih.
"Tidak masalah. Ini sebagai tanda perkenalan kita. Dan ini juga ada untuk mu." Balas pria berkemeja putih yang kini megulurkan sebuah kotak persegi panjang berwarna hitam pada Azami.
Bip.. Bip.. Bip...
Azami ingin menolaknya, namun mendengar dering peringatan lift, membuatnya mau tidak mau menerimanya.
"Terima kasih atas hadiah perkenalannya. Kalau begitu kami permisi dulu." Ucap Azami sambil membungkukan badan, lalu keluar dari dalam lift.
"Sampai bertemu lagi paman!" Ujar Yuri melambaikan tangannya, sebelum pintu lift benar-benar tertutup.
Setelah pintu lift tertutup. Azami menghela nafas panjang, lalu melirik kembali benda pemberian pria asing tadi.
"Biarlah. Lagi pula kita tidak akan bertemu lagi." Gumam Azami dan memasukan benda tersebut kedalam saku jaketnya.
Setelahnya, Azami pun berjalan menuju kamar yang sudah di pesannya sambil menggendong Yuri dan menarik koper milik mereka.
Sedangkan itu di dalam lift, kelima pria berbadan besar yang tadi bersama dengan Azami dan Yuri kini sedang bercengkrama.
"Betapa lucunya gadis tadi."
"Kau benar, apalagi saat Juza-san memberinya boneka kelinci."
"Hah, aku jadi ingin memiliki keponakan perempuan."
"Bilang pada adik mu, untuk segera menikah dan memiliki anak perempuan hahaha."
Pria berkemeja putih yang mendengarkan cengkrama rekan-rekannya mengerutkan dahi dalam.
"Apa kalian percaya jika laki-laki tadi adalah kakak dari gadis itu?"
Keempat pria berbadan besar dan berpakaian hitam itu langsung terdiam mendengar perkataan pria bermeja putih.
"Tentu saja. Laki-laki itu masih terlihat sangat muda, jika sudah memiliki anak seperti gadis tadi." Sahut salah seorang pria berpakaian hitam dan di setujui oleh ketiga rekannya yang lain.
"Apa menurut mu, laki-laki itu adalah ayah dari gadis tadi, Juza-san?" Tanya salah seorang pria berpakaian hitam kembali pada pria berkemeja putih dan mengundang tatapan heran dari ketiga rekannya yang lain.
"Siapa yang tahu. Jika mereka adalah kakak beradik. Mereka sangat berani pergi hanya berdua saja, tidak bersama dengan keluarga mereka." Jawab pria berkemeja putih kembali membuat rekan yang lain mengerutkan dahi heran.
"Mungkin kedua orang tua mereka sedang dalam perjalanan bisnis?"
"Apa mungkin mereka kesini karena ingin hidup mandiri?"
"Oh, bisa jadi mereka ingin mengunjungi rumah kerabat mereka!"
"Atau mungkin, kedua orang tua mereka sudah meninggal dan kini mereka datang kesini untuk mengunjungi salah seorang kerabat untuk tinggal bersama?"
Tiba-tiba saja suana didalam lift menjadi hening. Pria berkemeja putih dan ketiga rekannya kini mengarahkan tatapan mata pada salah satu rekan mereka yang memberikan opini paling terakhir.
"Tebakan mu sangat menyedihkan Kazu-kun."
"Jika kedua orang tua mereka memang sudah tidak ada. Laki-laki itu pasti akan mengalami kesulitan karena harus mengurus adiknya."
"Ya, belum lagi dirinya harus belajar dan mencari uang bersamaan."
"Hah, aku jadi tidak tega jika bertemu dengan mereka lagi."
Prok.. Prok.. Prok..
"Hei, Hei, Hei. Mengapa pemikiran kalian terlalu jauh? Mereka pasti masih memiliki kedua orang tua." Ujar pria berkemeja putih berdecak kesal mendengar perkataan para rekannya.
"Hehehe Juza-san benar. Pemikiran kita terlalu jauh sekali."
"Itu pasti tidak mungkin jika kedua orang tua mereka sudah meningggal."
"Ya itu benar."
"Sudah sudah. Lebih baik kita fokus untuk pertemuan malam ini dengan para kelompok gangster." Tutup pria berkemeja putih dan di setujui oleh para rekannya.