Descargar la aplicación
0.45% HANYA AKU UNTUK DIA / Chapter 2: 2 Tak Terduga

Capítulo 2: 2 Tak Terduga

"Wa'alaikumussalam," jawab kami serentak, lalu duduklah si jangkung yang sempurna di mataku ini di kursi yang telah kami siapkan. Sudah terbentang taplak meja termanis yang aku punya dengan hidangan-hidangan yang bagiku menggugah selera.

"Ehm Ayah, pasti Inez sudah cerita tentang niat kedatanganku. Kami sudah lama menjalin hubungan Ayah, dengan niat ingin melamar dan menikahi Inez, jika Ayah mengizinkan kapan Ayah ada waktu akan kuajak orang tua kesini. Kami juga tidak ingin berlama-lama pacaran. Umur kami sudah pantas." Lancar sekali Arman mengatakan itu kepada Ayahku, sangat ringan ia ucapkan, apa se-ringan itu juga ya yang dia rasakan? Malah aku yang berkeringat dingin dan berdetak jantung semakin keras.

"Ayah, Ibu, Arman bukan orang kaya dan berpangkat, tapi dengan anugerah kedua tangan ini, Arman akan bertanggung jawab, bekerja cerdas dan keras serta berusaha untuk kebahagiaan putri Ayah-Ibu, menjadi Imamnya dunia akhirat." Wuuuuiiih Mantab banget kata-kata tambahannya ini makin membuat aku bergidik merinding. Darimana dia dapat kata-kata ini, sedangkan keromantisannya selama ini aku rasakan tidak se-berbobot kata-kata dia yang saat ini dia utarakan di depan Ayah Ibuku. Ayah yang terdiam cukup lama makin membuat aku tak sabar mendengar jawaban persetujuannya, karena kami ingin segera menikah.

Pelan-pelan ayahku mulai membuka suara, namun agak terbata-bata. Apakah ayahku yang gerogi? Atau Ayahku seakan tak rela melepaskan putri semata wayangnya ini untuk segera dipinang dan dimiliki lelaki lain selain dirinya?.

"Nak Arman, Ayah menghargai niat baik dan ketulusan Nak Arman, apalagi selama ini Ayah sudah mengenalmu, bagiku Nak Arman lelaki sejati yang sempurna, tapi Ayah..." Jawaban Ayah ini seperti berat mengganjal.

Ayah memohon maaf kepadamu. Ayah tidak bisa menerima lamaranmu. Maafkan Ayah baru mengatakan ini. Ayah sudah ada calon untuk Inez." lanjut Ayah yang sungguh diluar

dugaanku apalagi dia?!

Ddduargh, Jantung ini terasa pecah, apa telinga ini tidak salah dengar? Ayahku yang tidak pernah menentang hubunganku, tidak pernah mengatakan apa-apa, tiba-tiba menolak lamaran Arman? Bukankah selama ini mereka bergurau dan berdiskusi bersama? sering sekali malah," maksud Ayah apa sih? Ini Lelucon kan Ayah? Atau sebuah prank saja? katakan Yah." Dada ini begitu sesak, berharap ini hanya gurau Ayah saja. Tampak Arman dengan mata yg membesar dan bibir yang menganga tersirat dari raut wajahnya dia sangat Syok. kutatap Ibuku langsung menunduk tak menggerakkan bibirnya sedikitpun."Jawab Ayah, apa-apaan ini?" sungutku dihadapan Ayah, dengan nada berang.

"Nez ... ayah minta jangan bicara dulu, biarkan kami bebicara antara lelaki, dengarkan dulu,"

sela Ayah.

"Ayah, apa Arman punya kesalahan kepada Ayah? apakah selama ini Arman memperlakukan Inez tidak baik?" Suara yang sedari tadi selalu ringan ia ucapkan, sekarang terdengar serak dan berat dirasa.

"Tidak nak, ini murni ada pada Ayah, ini karena Ayah sudah punya calon untuk Inez," jelas Ayah singkat padat.

"Hah??!!??" Ucapku berbarengan dengan Arman. "Siapa Ayah? kenapa sekalipun tidak pernah mengatakannya?? Aku tidak mau calon lain. Aku hanya mau Arman hiks hiks." Tak urung pula air mataku meleleh, rupanya Ayah tidak bercanda mengatakan ini. Kenapa tidak ada perbincangan tentang ini sebelumnya?

"Inez, Arman, aku fikir kalian sama-sama pegawai diperusahaan itu, tidak ada jaminan PT kalian akan tetap berjalan baik, nanti kalian akan ada anak. Bagaimana putriku akan tetap bekerja keras untuk memikirkan biaya yang semakin bertambah, sedangkan kalian sudah lima tahun bekerja disana tidak ada perubahan jabatan apapun. Maafkan Nak Arman, bukan berarti aku merendahkan kamu, tapi Ayah hanya ingin yang terbaik bagi Inez." Begitu enaknya Ayahku memberikan penjelasan berdasarkan logikanya, tanpa memikirkan perasaanku, hatiku juga hatinya.

"Ayah, apakah Ayah takut miskin? Ayolah Ayah aku anak tunggal dan aku tidak akan jatuh miskin, kami bisa menghidupi diri kami, percayalah Ayah, Ayah bukan Tuhan yang sudah menentukan kelak akan begini dan begitu," pintaku kepada Ayahku, tapi Ayah seakan tidak menggubrisku.

"Calon Inez adalah manager marketing di sebuah perusahaan ALKES yang sangat berkembang pesat. Aku yakin dia yang terbaik untuk putriku. Nak Arman kalau mencintai Inez pasti ingin kebahagiaan Inez kan? Orang tuanya adalah sahabat Ayah yang sangat baik. Aku kenal semua keluarganya. Mengertilah Nak Arman kelak kau punya putri kau akan tahu." Tatapan Arman tetap kosong dan tidak ada respon sama sekali terhadap penjelasan Ayah. Kubuang pandanganku pada ibu yang sedari tadi tidak berani mengangkat wajahnya. Tangis juga menghiasi wajah ayunya yang meskipun tampak guratan2 halus disana.

Ibu!!! Mustahil ibu tidak tahu semua ini? Kenapa ibu diam tidak memberi tahuku? Kenapa tiba-tiba hari ini Ayah dan Ibuku meruntuhkan duniaku. Aku akan hancur jika aku dipisahkan dari Arman bu," rengekku sambil mendorong kursi lalu aku berdiri. Ibuku yang sedari tadi menahan tangis, terdengar pula tangisnya pecah.

"Maafkan Ibu Inez. Aku sudah berbicara dengan Ayahmu, tapi semua keputusan ada di tangan Ayahmu, dan setiap kali Ibu ingin dan berusaha mengatakan kepadamu, aku tidak pernah sanggup."

Kulihat Arman yang berusaha tegar menghadapi ini, mungkin karena dia lelaki tidak ingin terlihat rapuh, takkan mau dikatakan tidak gentle, tapi aku sangat-sangat tahu Arman. Kesedihan dia pasti lebih dari aku. Dia sangat menyayangi aku, sedikitpun selama ini tidak pernah dia berpaling ataupun sedikitpun tidak ada marah kepadaku.

Tanganku langsung menyabet tangannya aku tidak perduli lagi. Sudah cukup aku jadi anak baik-baik. Adakalanya aku sekali-kali membangkang

"Ayo Arman kita pergi, mungkin suasana akan dingin dan Ayahku akan berubah pikiran sekembali kita nanti." Meskipun aku sudah berdiri & melangkah. Arman sedikitpun tidak beranjak dari kursinya.

"Tidak Inez, Ayahmu belum selesai berbicara," ucapnya.

"Inez, lepaskan tanganmu dari Arman, dia sudah bukan siapa-siapamu. Mulai saat ini Ayah yang jadi saksinya kalian putus dan tidak boleh berhubungan lagi. Keputusan Ayah sudah bulat, Nak Arman ... Ayah sudah minta maaf kepadamu, mengertilah Ayah mohon. Tinggalkan Inez, dia akan menikah dengan laki-laki lain." Nada keras Ayah menghentikan langkahku yang sedari tadi ingin menggeret tangan Arman, berharap pergi dari sini, agar aku bisa terbangun dari mimpi buruk ini.

"Maafkan Arman juga Ayah bila selama ini ada kesalahan, sengaja maupun tidak sengaja, jika Ayah meminta memutuskan Inez, Arman akan terima, tapi untuk meninggalkan dia. Arman tidak bisa janji Ayah," tukas Arman sambil menggeleng pelan.

Dengan nada yang semakin berat seperti yang keluar adalah bukan suaranya. Tak pernah aku mendengar suara dia separau ini.

"Semua butuh proses Nak, aku tahu akan berat tapi Ayah mohon jangan lagi nak Arman datang kesini. Inez lepaskan tangan dia. Ayah memerintahkanmu, biarkan nak Arman pergi."

"Ayah sekejam itu pada Arman? Lelaki yang selalu menjagaku, menjaga kehormatan Ayah, bahkan Ayah mengusirnya sebelum dia berpamitan. Dosa apa yang dia lakukan kepada Ayah hah? Bahkan minuman dan hidangan itu belum sempat kita persilahkan untuk dia. Apa ini karena dimata Ayah ada uang si manager itu, Yah," lawanku kepada Ayah.


Load failed, please RETRY

Regalos

Regalo -- Regalo recibido

    Estado de energía semanal

    Rank -- Ranking de Poder
    Stone -- Piedra de Poder

    Desbloqueo caps por lotes

    Tabla de contenidos

    Opciones de visualización

    Fondo

    Fuente

    Tamaño

    Gestión de comentarios de capítulos

    Escribe una reseña Estado de lectura: C2
    No se puede publicar. Por favor, inténtelo de nuevo
    • Calidad de escritura
    • Estabilidad de las actualizaciones
    • Desarrollo de la Historia
    • Diseño de Personajes
    • Antecedentes del mundo

    La puntuación total 0.0

    ¡Reseña publicada con éxito! Leer más reseñas
    Votar con Piedra de Poder
    Rank NO.-- Clasificación PS
    Stone -- Piedra de Poder
    Denunciar contenido inapropiado
    sugerencia de error

    Reportar abuso

    Comentarios de párrafo

    Iniciar sesión