"Bukan begitu, Kak! Ditarik keluar dulu," ucap Aldo.
Damian memarkir mobilnya di depan teras. Ini pertama kalinya ia pulang untuk makan siang di rumah. Dahinya mengernyit, mendengar suara Aldo. Di rumah itu hanya ada adik dan istrinya.
"Ya udah, ini aku keluarin. Terus gimana?"
Suara Julia yang merajuk itu membuat darah di dalam tubuh Damian seolah bergolak mendidih. Dalam bayangan laki-laki itu, mereka sedang melakukan hal yang tidak wajar. Dengan tingkat amarah yang berada di level tertinggi, ia masuk ke rumah dan membentak mereka berdua.
"Apa yang kalian lakukan?!"
Julia dan Aldo terperanjat mendengar suara bariton yang memekakkan telinga. Tangan istrinya yang sedang memegang dasi di leher Aldo, membuat kedua mata sang suami membulat sempurna. Ia pikir, sang istri sedang bermesraan dengan adiknya.
Ia menarik tangan Julia dan menjauhkan dari adiknya. Wanita itu terlihat ketakutan. Julia sadar, suaminya sedang salah sangka kepada mereka berdua.
"Sa-saya dan Aldo …. Ka-kami tidak melakukan apa-apa, Tuan."
"Tuan?" Damian bertanya sambil menatap tajam ke dalam bola mata sang istri yang berdiri disampingnya.
"Hu-Hubby. Saya hanya meminta diajari mengikat dasi pada Aldo, Hubby," ucap Julia dengan suara bergetar. Ia menjelaskan kejadian yang sebenarnya kepada laki-laki itu.
'Hubby? Jadi, kakakku sudah mulai posesif. Bagus! Tidak lama lagi, dia pasti mengaku kalau dia sudah jatuh cinta pada Julia.' Aldo bergumam dalam hati sambil tersenyum tipis.
"Kenapa senyum-senyum? Kau akan terus mencari kesempatan dalam kesempitan pada kakak iparmu?" Damian tidak memedulikan penjelasan sang istri. Walaupun, Julia hanya sedang belajar mengikat dasi. Namun, Damian tetap tidak suka karena tahu sang adik menyukai istrinya.
"Aldo tidak bersalah. Aku yang meminta tolong padanya. Jangan salahkan dia, Hubby."
Julia mulai terbiasa setelah beberapa kali mengucapkan panggilan itu. Sikapnya yang memohon agar Damian tidak menyalahkan Aldo, membuat sang suami semakin kesal. Tangannya ditarik paksa oleh Damian.
"Ikut denganku!" Damian membawa Julia ke kamar atas.
"Ck! Kakakku itu sangat pencemburu ternyata. Kenapa saat dengan Gabriel dulu, dia tidak seperti itu? Padahal aku sering berbicara dan bercanda dengannya. Sepertinya, Julia sangat spesial di hati kakakku. Sayangnya, masih belum berani mengakui perasaannya."
Brak!
Damian menutup pintu kamar dan menguncinya. Ia membuka dasi yang melingkar di lehernya. Gerakan kasar tangan Damian saat membuka dasi, menciptakan imajinasi liar di benak Julia.
Gadis itu merasa laki-laki di depannya sangat memesona. Ia menggelengkan kepala dengan cepat, mengusir khayalan yang memenuhi pikirannya. Jangan berpikir macam-macam, Juli! batinnya protes.
"Nih! Mau belajar 'kan? Jangan mengikat dasi di leher laki-laki lain, meski cuma belajar! Hanya yang memiliki hubungan spesial yang boleh mengikat dasi. Jangan membuat orang lain salah paham," ujar Damian sambil menyerahkan dasi itu kepada istrinya.
'Hanya orang yang punya hubungan spesial yang boleh mengikat dasi! Memangnya ada hubungan spesial apa antara kau dan aku? Kau dan Aldo sama-sama orang yang tidak memiliki perasaan spesial padaku.'
"Kenapa diam?"
Julia segera mengambil dasi di tangan Damian dengan kasar. Setelah suaminya duduk di tepi ranjang, ia pun melingkarkan dasi itu di leher Damian. Membelitkan beberapa kali dan dibuka kembali.
Damian menengadah, melihat wajah Julia yang sedang serius belajar mengikat dasi. Sudah percobaan kelima kali, tapi masih tidak berhasil. Hatinya terasa hangat saat memandang wajah cantik sang istri.
'Kalau dipikir-pikir … gadis ini bukan hanya cantik, tapi juga manis. Saat sedang cemberut dan kesal, dia terlihat imut dan menggemaskan. Membuatku sangat ingin menggodanya. Ah, apa yang kupikirkan? Apa aku sudah tertarik padanya?'
Di tengah lamunan, perutnya tiba-tiba berbunyi. Wajah Damian menunduk karena malu. Ia pulang untuk makan siang, tapi lupa karena rasa cemburu saat melihat Aldo dan istrinya.
"Lapar?" tanya Julia sambil melepaskan ikatan dasi yang masih belum benar. Ia memandang wajah laki-laki itu. Posisinya yang berdiri membuat ia harus menunduk, menatap Damian yang duduk di depannya.
"Aku pulang karena ini jam makan siang. Kantin sedang tutup, jadi aku pulang untuk makan sian di rumah," jawab Damian beralasan.
Julia bukan orang yang bodoh. Jika kantin tutup, masih banyak resto di luar sana. Namun, Damian lebih memilih pulang dan makan siang di rumah.
'Alasan! Memangnya aku percaya?'
Julia pergi memasak. Ia membuat jus jeruk untuk melepas dahaga sang suami yang sedang menunggunya selesai memasak. Menu makan siang hari ini adalah tumis tahu udang.
Ia hanya membuat satu jenis masakan karena tidak ada bahan lain lagi di dalam lemari pendingin. Terakhir kali, Damian dan Iris yang berbelanja kebutuhan dapur. Sudah berlalu seminggu dan bahan-bahan kebutuhan dapur sudah habis.
Setelah makan siang, Damian kembali ke kantor. Ia tidak memakai dasinya kembali karena sudah ditelepon asistennya. Tidak ada waktu untuk mengikat dasi.
***
Julia melamun di meja makan. Ia menopang dagu di atas meja. Bingung harus bagaimana mengatakan kepada suaminya.
"Kalau aku minta uang belanja, dia pasti salah paham. Tapi, kalau tidak minta, aku tidak bisa masak. Semua bahan-bahan masakan sudah habis. Ini sudah jam tiga sore, sebentar lagi aku harus masak.
"Uangku tidak akan cukup kalau untuk belanja semua kebutuhan dapur. Bagaimana dong?" Julia mengetuk-ngetuk jari telunjuk ke meja.
Di sudut dapur, Aldo mendengar gumaman gadis itu. Ternyata Damian tidak memberikan uang pada Julia. Aldo pun berinisiatif untuk mengajak kakak iparnya pergi ke pasar modern.
"Sedang apa, Kak?"
"Aldo. Aku sedang bingung," jawab Julia dengan wajah ditekuk seperti jemuran kusut.
"Bingung kenapa?"
"Aku mau masak, tapi tidak ada apa-apa di dalam kulkas."
"Kalau begitu, kita pergi belanja ke pasar." Aldo menarik tangan Julia. Namun, gadis itu menahan tangannya. "Kenapa lagi?"
"Aku … tidak ada uang," jawabnya dengan senyum canggung.
"Hah! Kukira karena apa. Jangan berpikir kalau aku tidak punya uang karena jadi pengangguran di rumah. Aku akan membayar semua belanjaan, Kakak ipar. Ayo, pergi!"
Julia tersenyum. Ia pergi ke pasar bersama Aldo. Laki-laki itu adalah adik iparnya, wajar menurut Julia jika Aldo berbelanja kebutuhan dapur di rumah kakaknya.
Sejak menjadi istri Damian, baru kali ini ia pergi belanja. Itu pun karena adik iparnya yang mengajak. Ia belum pernah pergi berbelanja bersama suaminya, seperti pasangan lain pada umumnya.
Julia merasa sedikit sedih. Ia menjalani rumah tangga yang berbeda dengan mereka. Melihat pasangan lain berbelanja bersama, ia merasa iri.
Ia berharap, laki-laki yang telah mengucap janji pernikahan dengannya itu bisa berubah suatu hari nanti. Julia juga ingin seperti pasangan lainnya, saat berbelanja ada sang suami yang mendorong troli untuknya. Membantunya memilih bahan-bahan apa saja yang mereka butuhkan.
'Semoga saja, aku tetap sanggup menerima keadaan ini. Aku sudah bersumpah pada ibu dan Pak Oman, bahwa aku akan setia pada suamiku. Kuatkanlah hatiku, Tuhan.'
*BERSAMBUNG*
cemburu tapi malu. dasar Damian