Dor! Dor! Dor!
Suara letusan senjata api, terdengar nyaring, dari luar ballroom Puri Begawan.
Seketika suara musik dan nyanyian terhenti. Suasana menjadi hening. Para tamu undangan terlihat terkejut. Saling berbisik, mencari-cari sumber suara itu. Bertanya-tanya, apa yang sedang terjadi.
Tak terkecuali dengan Alisha, dirinya sudah bersiap akan turun dari pelaminan, jika tidak dicegah oleh Adrian. Lengannya dengan sigap Adrian tangkap. Alisha mencoba melawan, namun Hilman mengatakan untuk diam di tempat. Dan membiarkan ia dan ayahnya yang mengatasi.
Hilman dan ayah Alisha turun dari pelaminan, menenangkan para tamu undangan, dan meminta wedding singer meneruskan nyanyian mereka untuk tetap memeriahkan acara pernikahan itu.
Ayah Alisha sebelum kembali ke atas pelaminan, untuk menenangkan para wanita di sana, Mira dan Regina, memberi isyarat kepada kedua kakak kembar Alisha, Aldian dan Alvian, untuk mengecek asal suara itu di luar. Sementara Hilman sendiri ikut bersama kedua kakak Alisha.
Di luar, sudah ada tiga orang petugas yang mengarahkan pistol mereka kepada seorang laki-laki asing, yang kedua tangannya dipegangi oleh petugas yang lain.
Para petugas itu mengatakan, bahwa pria yang telah berhasil mereka lumpuhkan, memaksa masuk ke dalam tanpa mau melewati alat pendeteksi logam. Berpura-pura tidak memahami apa yang petugas ucapkan. Hal ini membuat mereka curiga, dan akan menggeledah pakaian pria tersebut, namun, pria itu langsung mengeluarkan senjatanya dan melepaskan dua kali tembakan.
Petugas yang berjaga dengan sigap membalas dengan satu kali tembakan dan membekuk pria itu. Satu tembakan itu berhasil mengenai sebelah kakinya.
Aldian maju dan bertanya pada pria berperawakan tinggi besar, khas orang eropa tersebut, apa motif pria itu membawa senjata ke dalam pesta pernikahan adiknya.
Pria tersebut enggan menjawab, alih-alih meludahi Aldian. Aldian yang tidak terima, mengeluarkan senjata tersembunyi miliknya, untuk menggeretak.
"Katakan! Apa tujuanmu membawa senjata api, heh?! Jika tidak, aku akan pastikan isinya bersarang di kepalamu!" ancam Aldian.
Pria tersebut, alih-alih menjawab, mencoba menyerang Aldian. Membuat Aldian geram dan langsung mengarahkan pistolnya di dahi pria itu.
"Mencoba, menguji kesabaranku, hah?!" gertak Aldian.
Alvian dan Hilman mencoba menenangkan. Meski Hilman curiga dan tetap waspada pada pria itu.
Mia, melalui alat komunikasi rahasianya memberikan informasi kepada Hilman, bahwa pria tersebut bukan termasuk orang-orang yang selama ini mereka awasi. Kemungkinan, dari organisasi rahasia lain, yang hendak mengacaukan misi. Prediksinya, organisasi asing. Mia belum mendapatkan informasi, siapa target pria itu. Alishakah atau Adrian.
"Kasih tau, majikanmu! Jangan main-main dengan kami. Kami tidak akan segan-segan menangkap komplotan kalian," tutur Alvian.
Merasa tidak mungkin menginterogasi pria tersebut, Aldian kemudian menginstruksikan ketiga petugas yang tadi telah berhasil menangkap pria itu, membawanya ke kantor polisi untuk ditindak lebih lanjut.
Aldian dan Alvian merasa heran, bagaimana bisa, ada orang yang berani datang ke pernikahan adik perempuan mereka, dengan membawa senjata. Apakah mereka tidak tahu, bahwa ayah Alisha dan kedua kakaknya adalah seorang polisi?
Penjahat bodoh mana yang tidak mengenal sosok ayah mereka, Kapolri Jendral Yahya, sehingga berani menyerang secara terbuka seperti ini.
Pantas, semalam Yahya, meminta kedua putranya untuk membawa senjata rahasia di balik jas mereka, saat pernikahan Alisha. Insting ayahnya tidak pernah meleset.
Hilman, mengawasi dari belakang. Kembali menginstruksikan para bawahannya melalui alat komunikasi rahasia, untuk tetap waspada. Jangan sampai ada lagi keributan lainnya. Sudah cukup wanita bernama Angel dan pria asing tak dikenal itu, yang mencoba merusak hari bahagia kakaknya.
Mereka bertiga kembali ke ballroom. Tampak Alisha dan Adrian sedang berdansa, mengikuti alunan musik. Terlihat mesra. Namun, yang tidak mereka ketahui, Alisha dan Adrian sebetulnya sedang beradu argumen.
Saling berbisik dan berbicara dengan mulut terbuka sedikit. Alisha sangat kesal, mengapa Adrian melarangnya untuk pergi. Adrian menjawabnya dengan alasan logis, bahwa mereka kini adalah Raja dan Ratu Sehari. Sudah seharusnya Alisha diam di tempat, dan membiarkan kedua kakaknya yang menangani keributan di luar.
"Aku gak bisa diem gitu aja. Sementara tau ada sesuatu yang terjadi di luar," Alisha bersikeras.
"Dan membuat istriku kelelahan, bertarung dengan mereka di luar? Seperti tempo hari lalu? Sebelum malam pertama kita?" jawab Adrian sinis. Membuat Alisha terkejut dengan jawaban Adrian. Ya, Alisha kembali tersadar, kini mereka telah resmi menjadi suami istri.
"Malam pertama kita apanya?" jawab Alisha, pura-pura bodoh, matanya membola, menatap tajam manik hazel milik Adrian. Seketika sadar, kini wajah mereka sangat dekat. Helaan napas Adrian menerpa wajahnya, terasa hangat. Aroma segar entah apa, terhindu olehnya. Alisha menyadari wajah Adrian kini memerah. Mungkin sama dengan dirinya kini, karena panas terasa di wajahnya juga.
Suara berdeham dari belakang mereka, menginterupsi pertengkaran Alisha dan Adrian.
"Boleh aku menyela? Meminjam istrimu sebentar, My Big Bro?" tanya Hilman.
"Silahkan," jawab Adrian, melangkah mundur sedikit, sehingga kini ada jarak di antara mereka.
"Aku bukan barang," jawab Alisha ketus, hampir berbarengan dengan jawaban Adrian.
Namun, tak urung Alisha menerima uluran tangan Hilman, untuk berdansa sebentar dengannya. Satu-satunya cara untuk bisa berbicara rahasia, berdua, tanpa ada yang curiga.
Alisha kemudian menyadari, Mia pasti mendengar perdebatannya dengan Adrian, sebagaimana Alisha mengetahui apa yang sedang terjadi di luar tadi, melalui alat komunikasi yang telah dipasang di antingnya. Dan Hilman, pasti turut mendengarkan. Sial!
"Ada yang mencoba dua kali menggagalkan misi. Kamu harus berhati-hati. Selalu waspada," Hilman memperingati, di tengah-tengah dansa mereka.
"Masih perhatian? Kukira, kau sudah tidak peduli keselamatanku, Bapak Hilman yang terhormat!" jawab Alisha ketus, matanya menatap tajam ke dalam bola mata Hilman, yang juga berwarna hazel. 'Mengapa mata mereka begitu mirip?' batin Alisha meracau.
"Al, aku ini masih atasanmu, dan tugasku adalah, memastikan para bawahanku selamat, selama mereka bertugas," jawab Hilman tenang. Tidak terlihat terprovokasi oleh ucapan Alisha yang menyindirnya. Alisha mendengus, sebagai jawaban.
"Jangan menghindari malam pertama kalian," ucap Hilman, kemudian menghentikan dansa mereka. Meninggalkan Alisha berdiri mematung.
Apa yang ia dengar barusan? Hilman mengingatkannya tentang malam pertama? Malam pertamanya dengan Adrian, kakaknya. 'Dasar lelaki gila!' umpat Alisha dalam hati.
Sisa hari itu berjalan dengan lancar. Tidak ada lagi penyusup yang berusaha merusak hari bahagia Alisha dan Adrian.
Adrian ikut pulang ke rumah Alisha dan akan bermalam di sana, sebelum nantinya akan membawa Alisha ke tempat tinggalnya di Bandung.
Selepas makan sore kedua keluarga, Hilman dan Regina, ibu Adrian dan Hilman, berpamitan untuk pulang ke tempat tinggal Hilman di Jakarta.
Tak lama, Laras dan Mira, tante Alisha beserta keluarga yang lain pun menyusul berpamitan. Memberi kesempatan bagi tuan rumah untuk beristirahat.
Dan di sinilah Alisha dan Adrian sekarang. Di dalam kamar Alisha. Duduk di masing-masing ujung ranjang. Bak pasangan suami istri yang sedang bermusuhan.
ooo
Hai, terima kasih masih setia membaca cerita ini. Jangan lupa masukkan ke dalam koleksi bacaan ya. Dukung cerita ini dengan mengeluarkan si batu biru. Dan dapatkan 1 voucher membaca gratis setiap harinya, untuk membuka gembok cerita.