Li malah terisak dan suara tangisannya jadi semakin jelas. Martin menyandarkan punggungnya ke jok sambil memegang kepalanya dengan sebelah tangan. Ia sungguh merasa bersalah karena telah berkata ketus seperti itu pada calon istrinya.
"Li…."
"Aku juga ingin bertemu denganmu, Martin, tapi…."
"Ada apa, Li? Kenapa kamu sampai menangis?"
Li menarik ingusnya lagi dengan suara yang berisik. "Tidak apa-apa, Martin. Aku hanya lelah mengurus pernikahan kita sementara aku pun masih harus sibuk bekerja. Padahal aku juga ingin bertemu denganmu."
"Ya sudah, kita bertemu sekarang."
"Tidak bisa, Martin. Setelah ini aku masih ada pekerjaan."
"Bagaimana dengan nanti malam? Aku akan menemuimu di apartemen."
Li terdiam sejenak. Lalu ia berkata, "Baiklah."
Martin mendesah lega. "Syukurlah. Kita makan malam bersama ya. Aku akan membeli Ayam Sechuan kesukaanmu. Oke?"
"Oke."
"Maafkan aku ya, Li karena telah berkata keras padamu. Aku sungguh minta maaf," sesal Martin.