Pernikahan sudah di depan mata. Milly merasa semakin tegang setiap harinya. Trauma karena pernah gagal menikah seolah menghantuinya. Berbagai pertanyaan menyerang benaknya.
Bagaimana jika Nick tidak menjemputnya di hari pernikahan mereka? Bagaimana jika salah satu anggota keluarganya ada yang sakit? Ibunya Nick terlihat sangat mengkhawatirkan Rissa yang baru melahirkan. Bagaimana jika terjadi sesuatu pada Rissa dan ibunya gelisah dan ingin segera terbang ke Bandung untuk menemui anaknya?
Milly harus membenahi pikirannya agar ia tidak jadi semakin stress. Semua ini benar-benar membuatnya tertekan lebih buruk daripada saat ia mempersiapkan pernikahan dengan Martin.
Saat itu, semuanya terkesan terburu-buru dan tidak ada waktu untuk memikirkan sesuatu yang spektakuler. Ia hanya memikirkan segala sesuatunya sesederhana mungkin. Ia tidak ingin membebani Martin waktu itu.