05 november, kantor kepolisian Aylesbury.
Waktu menunjukan pukul 03.30
John berdiri bersandar pada mobil Alison, menarik nafas dalam dan menghembuskannya. Dia bisa merasakan udara dingin yang membekukan paru-parunya, mengalir melalu tenggorokannya. John mengambil sebungkus rokok yang ada di saku mantelnya dengan tangan gemetar karena suhu yang dingin. Dia mengambil satu batang rokok dan menyelipkannya di antara giginya lalu menyalakan api dan menghisapnya dalam-dalam. Rasa pahit memenuhi mulutnya, ada sedikit rasa sesak di paru-parunya karena asap rokok yang dihisapnya bercampur dengan udara yang dingin. John terus mengulanginya beberapa kali, berusaha untuk menenangkan pikirannya yang dibalut rasa ragu dan takut. Ragu akan kemampuannya untuk menghadapi kasus ini, juga rasa takut akan kegagalan. John kembali mengingat masa lalunya, sebuah masa lalu yang sangat ingin dia lupakan, tapi dia tidak akan pernah melupakan masa lalunya itu bagaimanapun caranya. Ibu John tewas di dalam sebuah kebakaran, setidaknya itu yang mereka katakan, tapi John tau yang sebenarnya terjadi, dia masih mengingat semuanya dengan jelas, momen di mana Ibu John berteriak memanggil namanya dengan putus asa memohon pertolongan pada John. Tapi John yang saat itu masih kecil tidak dapat melakukan apapun, dia hanya berdiri terdiam melihat apa yang sedang terjadi.
John hampir meneteskan air matanya, entah sudah berapa kali hati John hancur setiap kali mengingat hal itu, tapi rasa sesak di dada John juga udara dingin yang membekukan kulitnya membantu John untuk membendung air matanya. John kembali menghisap rokoknya dalam-dalam, menahan nafasnya untuk beberapa detik dan menghembuskannya, lalu membuang puntung rokoknya di tanah dan menginjaknya untuk mematikan apinya.
"Hei." Sahut Alison.
John berbalik kearah Alison yang memanggilnya. Tanpa John sadari Alison sudah ada di sisi lain mobilnya.
"Tangkap!" Ujar Alison seraya melempar sebuah kopi kalengan yang dihangatkan.
John menangkap kaleng kopi hangat itu dengan kedua tangannya yang mati rasa karena membeku. Kaleng kopi yang hangat itu seperti menghidupkan kembali tangan John yang nyaris menjadi es itu.
"Kau sedikit aneh hari ini john, ada apa?" Tanya Alison.
"Tidak. Mungkin aku hanya sedikit lelah." Jawab John.
"Aku sudah lama mengenalmu John, kau bukan orang yang ragu saat menjalankan tugas."
"…" John hanya diam dan tidak menjawab pertanyaan Alison.
"Cerita lah padaku john, kita ini tema kan, dan aku yakin kau tidak memiliki teman dekat selain aku."
John masih tidak menjawab pertanyaan Alison, sulit baginya untuk mengatakannya, karena menurut John apapun yang dia katakan, bagai manapun dia menjelaskannya, tetap hanya dia yang merasakannya.
"Sudahlah, aku ingin istirahat, kita harus bergegas besok pagi." Ujar John seraya membuka pintu mobil dan duduk di kursi penumpang depan mobil Alison.
Alison hanya menghela nafasnya melihat John yang seperti itu, sebenarnya Alison sudah mengetahui masa lalu yang menyakitkan temannya itu, hampir semua orang di kantor kejaksaan London tau cerita mengenai Ibunya yang tewas dalam sebuah kebakaran, dan cerita mengenai seorang jaksa yang memenjarakan Ayahnya sendiri.
Alison mengenal John sejak lima tahun yang lalu. Saat itu Alison baru menjabat sebagai seorang detektif kepolisian. Kasus pertama yang mereka tangani bersama adalah kasus penyelundupan narkoba sekala besar, yang melibatkan penjabat Negara. Kasus itu berhasil mereka kuak berkat kegigihan John, walaupun banyak terror ancaman pembunuhan yang John terima, dia tidak berhenti untuk menyelesaikan kasus itu, dan setelah itu entah sudah berapa banyak kasus yang mereka tangani bersama.
Tapi untuk pertama kalinya Alison melihat John seperti ini, dan itu sangat membuat Alison penasaran juga khawatir akan apa yang membuat sahabatnya seperti itu. Alison menghela nafasnya sekali lagi, lalu membuka pintu mobilnya dan duduk di kursi pengemudi.
"Ayolah John, ceritakan lah padaku." Ujar Alison, dengan nada yang memohon.
"Ya… nanti aku ceritakan, tapi lebih baik sekarang kita cari hotel dan istirahat." Jawab John datar.
"Baiklah, tapi kita hanya akan pesan satu kamar dengan satu tempat tidur. Kecuali kau mau menceritakannya padaku selagi di perjalanan." Ujar Alison, dengan nada yang meledek.
John menoleh kearah Alison dengan wajah yang terheran-heran, John baru menyadari kalau partnernya itu kadang suka memaksa dan menyebalkan.
"Baiklah. Tapi sekarang lebih baik kau mulai menjalankan mobilnya." Ujar John dengan nada yang sedikit kesal.
"Yes Sir!!!" Jawab Alison, seraya menyalakan mobil dan menekan pedal gas dengan kakinya, meluncurkan mobilnya berlahan keluar dari area kantor kepolisian.
Mobil mereka sudah cukup jauh dari kantor kepolisian Aylesbury. Tapi Johnatan masih saja diam, sementara Alison terus menunggu John menceritakan padanya.
"Ayolah John. Apa kau sungguh ingin tidur denganku?" Sahut Alison.
Mendengar perkataannya sedikit membuat John kesal, membayangkannya saja sudah membuat perutnya mual. John menarik nafas panjang dan menghembuskannya, sebenarnya dia sudah ingin menceritakannya pada Alison sedari tadi, tapi dia tidak tau harus memulainya dari mana.
"Kasus ini mengingatkanku pada masa lalu ku." Jelas John.
"Masa lalu seperti apa?" Tanya Alison, walaupun sebenarnya dia sudah tau.
"Ibuku meninggal 15 tahun yang lalu dalam sebuah kebakaran. Setidaknya itu yang mereka katakan. Tapi yang sebenarnya terjadi Ibuku mati karena Ayahku yang membunuhnya. Pengadilan saat itu hanya memberi hukuman ringan karena bukti yang kurang. Dan saat itu aku memutuskan akan membalas Ayahku, dan butuh waktu 10 tahun untukku membuktikannya. Tapi saat itu, semua seakan sudah terlambat." Jelas John.
Alison hanya tercengang dan terkejut mendengar perkataannya, itu pertama kalinya dia mendengar cerita bahwa Ibu John mati karena Ayahnya, dan dia mendengar itu dari John sendiri.
"Jadi itu alasan John memenjarakan Ayahnya sendiri." Pikir Alison.
"Ma… Maaf, mungkin seharusnya aku tidak menanyakannya." Ujar Alison, dengan nada yang menyesal.
"Tidak apa, itu cerita 15 tahun lalu." Jawab John.
"Aku merasa bahwa kasus ini akan berakhir sama." Jelas John
"Apa maksudmu?" Tanya Alison, dengan nada yang sedikit naik.
"Aku juga tidak tau, itu hanya perasaanku. Aku merasa ragu akan diriku sendiri."
"Apa maksudmu?" Tanya Alison sekali lagi, dengan nada yang sedikit lebih tinggi.
Mendengar nada Alison yang terdengar tinggi, John menoleh kearah Alison. Wajah Alison memang terlihat kesal. Melihat hal itu membuat John sedikit bingung, entah apa yang membuatnya kesal.
"Jadi kau ingin menyerah?" Tanya Alison dengan nada kesal.
"Tidak bukan itu maksudku." Jawab John.
"Lalu apa?" Tanya Alison.
"Ayahku adalah seorang bajingan, dia hanya seorang pengangguran yang hanya bisa berjudi dan mabuk, dan tidak pernah membiayai hidupku dan Ibuku. Ibuku berkerja demi uang untuk menghidupiku, tapi ayahku selalu merampas uang hasil jerih payahnya bahkan memukulinya. Setiap kali mereka bertengkar Ibuku selalu menyuruhku untuk pergi, dan saat aku kembali Ibuku selalu dalam keadaan terluka. Hingga suatu hari mereka bertengkar hebat, dan aku akan pergi seperti biasa, tapi hari itu Ibuku mengatakan sesuatu sebelum aku pergi, bahwa dia akan selalu menyayangiku, lalu aku pun pergi seperti biasa, tapi saat aku kembali, aku melihat kepulan asap hitam yang menjulang ke langit, seperti sebuah menara hitam yang menghubungkan bumi dengan langit. Aku melihat rumahku terbakar, dan Ibuku yang berteriak meminta tolong dari jendela lantai dua, meraung karena api yang membakarnya. Dan kata terakhir yang keluar dari ibuku adalah namaku. Aku hanya diam terpaku tanpa bisa melakukan apapun melihat apa yang terjadi pada Ibuku saat itu. Lalu aku melihat Ayahku yang berdiri di depan rumah kami yang terbakar, tersenyum dengan wajah yang puas. Saat itu waktu seakan berjalan lambat, seakan momen itu berjalan berjam-jam, hingga Ayahku mulai berteriak dan berlarian meminta pertolongan. Beberapa bulan kemudian Ayahku mengajukan klaim asuransi dan meninggalkanku di rumah Nenekku. Sejak saat itu aku bersumpah dan mendedikasikan hidupku untuk membalas apa yang telah dia perbuat. Tapi setelah aku memenjarakannya, aku merasakan hampa dalam hidupku, aku tidak tau lagi apa yang harus aku lakukan. Semua seakan sudah terlambat, seandainya saat itu aku bisa membalaskan kematiannya lebih cepat. Dan sekarang kehampaan itu menjadi sebuah keraguan." Jelas John.
Alison hanya diam, tidak tau harus menanggapinya bagaimana. Dia tidak bisa membayangkan apa yang dirasakan oleh Johnatan, ceritanya itu sungguh menyakitkan, bahkan untuk Alison yang mendengarnya.
"Kasus ini sulit Alison, foto itu mungkin bisa menjadi bukti untuk menuduhnya, tapi itu tidak cukup untuk memenjarakannya. Dan jika terus seperti ini kejadian yang sama akan terulang." Ujar John.
Alison hanya diam, wajahnya kembali terlihat kesal. Untuk beberapa saat suasana menjadi hening, hanya terdengar suara dengung pelan mesin mobil dan ban yang meluncur di aspal.
"Aku tidak akan mengatakan apapun tentang masa lalu mu. Tapi kau terlalu memikirkannya, semua itu sudah berlalu, ambisi mu sudah terpenuhi, tapi hidupmu masih terus berjalan, oleh karena itu jangan pernah berhenti John." Ujar Alison.
John sedikit terpukul mendengar perkataannya itu, mengingatkannya pada saat Ibunya memeluk John untuk terakhir kalinya. "Jangan pernah berhenti untuk hidup John, Ibu akan selalu menyayangimu." Kata-kata itu kembali mengiyang di kepala John. Mengembalikan semua perasaan dukanya yang menyayat hatinya itu. John hanya diam dan tidak mengatakan apapun, berusaha untuk membendung air matanya agar tidak menetes.
"Ikutlah denganku besok." Ujar Alison.
"Kemana?" Tanya John dengan suara yang sedikit bergetar karena berusaha menahan air matanya.
"Seseorang yang mungkin bisa membantumu." Jawab Alison.
"Lalu bagaimana dengan Harry? besok pengacaranya akan datang." Ujar John.
"Akan aku serahkan ke bawahan ku untuk besok."
5 November, kantor kepolisian Aylesbury. Waktu menunjukan pukul 09.00
Harry duduk di dalam selnya. Tangannya sedikit gemetar, berusaha untuk menyembunyikan perasaan senangnya dan menahan senyum di wajahnya. Membayangkan apa saja yang akan dia lakukan pada orang itu nanti.
"Harry Bloodwood, ada seseorang yang ingin menemui mu." Ujar seorang polisi, dari balik jeruji.
Perasaan senang Harry semakin menjadi-jadi, sekarang dia tidak bisa menahan senyum di wajahnya, dan menutupinya dengan sebelah tangannya.