Descargar la aplicación
86.2% My Lovely Sister / Chapter 25: Kenyataan Pahit

Capítulo 25: Kenyataan Pahit

"Kak aku capek!" teriakku yang sudah tidak kuat lagi untuk berlari.

"Terus berlari Rui. Kita sudah tidak ada waktu lagi untuk beristirahat!" jawab kakak terus menarik tanganku.

Hari semakin sore sementara kami telah berlari dua kilometer jauhnya meninggalkan taman tersebut.

"Jika perkiraan kakak benar, dua kilometer lagi kita akan sampai di rumah," tutur kakak.

"Tapi kak, aku sudah tidak kuat lagi. Perut sebelah kiri ku sakit sekali!" keluh ku yang masih terus berlari.

Kakak yang mendengar keluhan ku segera menghentikan langkahnya dan berbalik menghadap ku.

"Mau kakak gendong?" tanyanya.

"Tidak perlu kak, aku hanya butuh istirahat sebentar saja," jawabku dengan nafas yang terengah-engah.

"Hm, baiklah. Tapi setidaknya kita perlu tempat yang lebih tertutup untuk istirahat." Kakak menarik ku dan membawa ku ke tempat yang lebih tertutup; di balik sebuah pohon besar tak jauh dari tempat kami berdiri.

Sang mentari sudah mulai terbenam, sementara lampu-lampu kota telah dinyalakan. Hiruk pikuk jalanan kota ramai dengan para pegawai kantor yang hendak pulang ke rumahnya masing-masing.

"Bagaimana perutmu? Apa sudah bisa dibawa lari?" tanya kakak setelah lima menit kami beristirahat.

"Sepertinya sudah," jawabku sambil beranjak berdiri.

"Baiklah, kalau begitu ayo lanjut!" celetuk kakak yang segera menarik tanganku dan berlari.

Kami kembali melanjutkan pelarian hingga tiba di gerbang rumah tepat saat matahari sepenuhnya tenggelam.

"Hah, akhirnya kita sampai juga ya kak di rumah!" ucapku dengan hati bahagia.

"Iya sayang, beruntung kita masih bisa pulang ke rumah," timpal kakak.

Aku membuka gerbang rumah kami dan segera masuk disusul kakak dari belakang.

"Kak?"

Aku begitu terkejut saat memasuki halaman rumah dan mendapati garis polisi yang melintang di pintu depan.

"Eh, ada apa Rui?" tanya kakak yang belum mengetahui apa yang terjadi.

"I-itu Kak, kenapa ada garis polisi di depan pintu rumah kita? Jangan-jangan polisi itu sudah menemukan kita?!" jawabku setengah panik.

"Eh, tapi mustahil mereka menemukan kita secepat itu," kakak mencoba berpikir kritis.

"Tapi bisa saja kan kak, mereka itu hebat-hebat loh kak. Kita harus bagaimana sekarang?" Aku yang panik bersembunyi di belakang kakak.

"Tenang Rui, sebaiknya kita masuk saja ke dalam rumah untuk mengecek apa yang sebenarnya terjadi," bisik kakak.

"T-tapi bagaimana jika di dalam ada polisi yang ternyata telah menunggu kita?" tanyaku cemas.

"Kita akan lari," jawab kakak singkat.

"Ish kakak! Jangan menyepelekan hal seperti ini!" gerutu ku pada kakak.

"Huh, pokoknya kita harus mengeceknya ke dalam. Jika kamu takut tetaplah di belakang kakak dan jangan merengek," ujar kakak.

"Hm, baiklah kak."

Perlahan kami berjalan masuk ke dalam rumah di pimpin kakak yang berada di depan. Rumah tampak sepi dan gelap saat kami memasukinya.

"Sepertinya tidak ada orang di dalam sini," celetuk kakak.

"Mungkin saja mereka sedang bersiap-siap menangkap kita," jawabku spontan.

"Tidak mungkin Rui. Kamu ini terlalu mengada-ada," sanggah kakak.

Kami terus berjalan perlahan mengecek setiap ruangan hingga sampai di kamar kakak yang lampunya terlihat menyala.

"Kak, perasaanku tidak enak," bisik ku yang melihat kamar kakak dengan lampu yang menyala dari luar.

"Tenang, tetaplah di belakang kakak," bisik kakak sembari mengeluarkan kapak dari ransel.

Kami berjalan mengendap-endap memasuki kamar kakak dan sesaat setelah pintu dibuka,

"Hei siapa kamu?!" teriak kakak sambil menodongkan kapak ke orang yang berada di dalam kamar tersebut.

Aku ikut masuk ke dalam kamar dan saat kulihat ternyata,

"M-mira?!" panggil kakak.

Ternyata orang tersebut adalah Kak Mira, salah satu teman kakak yang pernah menginap disini.

"Eh, G-guin?!!" Kak Mira tampak terkejut dan setelah itu langsung memeluk kakak dengan erat.

"Guin?!! Darimana saja kamu! Aku khawatir sekali padamu!" Kak Mira tampak menangis tersedu-sedu sembari memeluk kakak.

"Kami mengalami hari yang panjang," jawab kakak sembari mengelus punggung Kak Mira berusaha menenangkannya.

"Kenapa kamu tidak menghubungiku bodoh?! Kamu tahu kan aku yang paling khawatir denganmu yang menghilang tanpa kabar selama seminggu lebih!" bentak Kak Mira.

"Maaf Mira, handphone-ku mati. Dan selama itu pula aku tidak bisa menghubungi siapapun termasuk kamu." Kakak berusaha menjelaskannya dengan pelan.

"Hkks, setidaknya sebelum kamu menghilang beritahu aku terlebih dahulu." Kak Mira melepas pelukan sembari mengusap air mata di pipinya.

"Sedang apa Kak Mira disini?" tanyaku memotong pembicaraan mereka.

Kak Mira hanya diam, mulutnya terlihat kaku saat hendak menjawab pertanyaan ku.

"Iya Mira, kenapa kamu berada disini? Lalu dimana Mama Papa? Dan, mengapa di depan rumah terpasang garis polisi?" sambung kakak melanjutkan pertanyaan ku dan berbagai pertanyaan lainnya.

Kak Mira masih diam sembari sesekali menatap kami secara bergantian.

"Ada apa sebenarnya Mira? Cepat jawab pertanyaan ku!" Kakak mulai terlihat khawatir dengan sikap Kak Mira yang aneh.

"A-aku tidak tahu harus bagaimana menjelaskannya," gumam Kak Mira setelah beberapa menit hanya diam.

"Apa maksudmu?" Kakak mulai terlihat cemas, ia semakin mendesak Kak Mira untuk menjelaskan apa yang terjadi sebenarnya.

"Hmm, baiklah. Aku akan menjelaskannya, tapi berjanjilah untuk tetap tenang setelah mendengar penjelasan dariku." Kak Mira menarik nafas panjang bersiap untuk menjelaskan semuanya.

"Cepat Mira katakan!" desak Kakak.

"Orang tua mu, sekarang ada di rumah sakit," jelas Kak Mira pelan.

Kakak yang panik segera menyergap. "R-rumah sakit? Kenapa bisa?!"

"Jadi, satu minggu yang lalu saat kalian menghilang, ada saksi mata yang mengatakan jika beberapa orang sempat menyerang rumah kalian," lanjut Kak Mira.

"Eh, siapa yang menyerang rumah kami?" tanyaku.

"Entahlah, aku tidak tahu pasti, tapi menurut saksi mata mereka berjumlah sekitar 4-5 orang. Menggunakan mobil box dan membawa senjata laras panjang." Kak Mira menatapku lamat-lamat.

"Eh, mobil box? Senjata laras panjang?"

Perasaanku mulai tidak enak saat mendengar ciri-ciri yang diucapkan Kak Mira itu.

"J-jangan-jangan, itu penculik yang menculik kita, Rui!" Kakak yang panik sontak berteriak.

"Eh, penculik kalian?" tanya Kak Mira.

"Iya! Tidak salah lagi jika yang menyerang Mama dan Papa adalah penculik itu. Mereka mempunyai dendam pribadi pada Papa karena urusan pekerjaan," jelasku pada Kak Mira yang tampak bingung.

"Tunggu. Lalu mengapa ada garis polisi di depan?" tanya kakak.

Kak Mira terdiam sembari matanya tampak meneteskan air mata.

"Mira? Mengapa kamu menangis?" Kakak mendekati Kak Mira.

"Jadi, kejadian tersebut sempat melukai orang tuamu. Tetapi beruntung Mama mu bisa selamat dan hanya mengalami luka-luka yang sekarang sedang di rawat di rumah sakit," papar Kak Mira.

"Lalu bagaimana dengan Papa?!" Kakak mulai panik, tak sabar menunggu jawaban dari Kak Mira.

"P-Papamu, dia tewas di tempat kejadian." Kak Mira berusaha menjelaskannya meski dengan suara yang terbata-bata.

"A-apa?! Papa tewas?!"

Kak Guin yang begitu terkejut mulai kehilangan kesadarannya dan tak lama kemudian ia pingsan.

"Guinnn!!"

Kak Mira berusaha menangkap tubuh Kakak yang tiba-tiba ambruk tersebut, lalu menidurkannya di kasur.

"K-kenapa Papa bisa meninggal?" tanyaku setelah semuanya tenang.

"Mungkin dia berusaha melindungi Mama, Rui," jawab Kak Mira menenangkan ku.

"Tapi, kenapa Kak Mira bisa disini?"

"Kakak mendapat amanat dari Mama mu untuk menjaga rumah ini selama beliau di rawat di rumah sakit."

"Lalu siapa yang menjaga Mama?!"

"Tidak ada, beliau yang bilang sendiri pada Kakak jika tidak masalah tidak ada yang menjaganya," jelas Kak Mira.

"Hmm, kenapa masalah yang menimpa kami berat sekali?"

"Tenanglah, Rui. Mungkin ini yang terbaik untuk kalian berdua." Kak Mira memelukku dengan erat.

"Hkks, tapi kenapa harus Papa yang meninggal."

Air mataku mulai menetes, membayangkan rencana liburan ke pantai dan membangun istana pasir bersama-sama, kini hanya tinggal angan-angan semata.


Load failed, please RETRY

Estado de energía semanal

Rank -- Ranking de Poder
Stone -- Piedra de Poder

Desbloqueo caps por lotes

Tabla de contenidos

Opciones de visualización

Fondo

Fuente

Tamaño

Gestión de comentarios de capítulos

Escribe una reseña Estado de lectura: C25
No se puede publicar. Por favor, inténtelo de nuevo
  • Calidad de escritura
  • Estabilidad de las actualizaciones
  • Desarrollo de la Historia
  • Diseño de Personajes
  • Antecedentes del mundo

La puntuación total 0.0

¡Reseña publicada con éxito! Leer más reseñas
Votar con Piedra de Poder
Rank NO.-- Clasificación PS
Stone -- Piedra de Poder
Denunciar contenido inapropiado
sugerencia de error

Reportar abuso

Comentarios de párrafo

Iniciar sesión