Descargar la aplicación
7.12% You and My Destiny / Chapter 23: Rayvin, Fighting!

Capítulo 23: Rayvin, Fighting!

Dari kejauhan, Rayvin tak henti-henti nya memperhatikan Vania tanpa jenuh sedikit pun. Remaja tampan itu ikut tersenyum ketika Vania yang juga tersenyum karena perbincangannya dengan teman-teman nya itu.

Hingga tanpa sadar, sedari tadi teman Rayvin yang bernama Reno itu menaikkan sebelah alisnya karena heran melihat Rayvin yang tiba tiba tersenyum tanpa sebab.

Tidak tahan melihat Rayvin yang semakin bertingkah tidak jelas, Reno pun menyenggol lengan temannya itu.

"Kenapa sih lo? Ngelihatin siapa sih? Kayak nya seru banget," ucap Reno sambil celingukan mencari apa yang sebenarnya di lihat oleh Rayvin.

Sedangkan Rayvin terkekeh kecil ketika lamunan nya di sadarkan oleh Reno.

"Enggak. Bukan apa-apa, nggak usah penasaran kayak gitu kenapa sih? Bikin risih gue aja," sahut nya kemudian.

"Ya habisnya lo aneh sih, masa tiba-tiba senyum sendiri. Nanti kesambet baru tau rasa lo," gerutu Reno.

"Gue sebenernya lagi lihatin si Vania," ucap Rayvin jujur.

Seketika Reno langsung mengarahkan pandangannya pada Vania. Ya, Reno sudah tau siapa Vania karena sebelumnya ia pernah berpapasan dengan gadis cantik itu setelah Rayvin berbincang dengannya.

"Lo suka ya sama dia?" tukas Reno sambil memicingkan matanya mengintimidasi Rayvin.

"Iya. Emang kenapa?" jawab Rayvin santai dan sama sekali tak merasa berdosa.

"Apa lo bilang? Iya? Beneran suka gitu maksudnya?" sahut Reno dengan heboh.

Rayvin yang kesal itu pun menonyor kepala teman sebangku nya itu dengan pelan. Kemudian mencebik tak suka.

"Ck, emang apa salahnya sih? Kan gue normal. Ya wajar kali kalau gue suka sama cewek. Apa yang jadi masalah?" ketus Rayvin.

"E-enggak ada yang salah sih, tapikan... Vania suka sama Raka," lirih Reno.

"Apa lo bilang? Vania suka sama Raka? Jangan ngarang Lo," sarkas Rayvin tak terima.

"Iya, orang biasanya gue lihat si Vania nungguin Raka kalau pulang sekolah. Biar barengan," jelas Reno apa adanya.

Kini Rayvin langsung terdiam mematung mendengar pernyataan dari temannya itu. Ia menghela nafas berat, kemudian melihat Vania yang masih asyik berbincang dengan teman-temannya.

Sesaat kemudian, Rayvin mulai sadar kalau Vania memang menyukai Raka. Bisa di lihat dari bagaimana Vania selalu perhatian pada Raka, dan juga bagaimana Vania yang terkadang curi-curi pandang pada Raka.

Seharusnya Rayvin tau hal ini dari awal sebelum ia lebih mengenal Vania. Sekarang ia sudah jatuh terlalu dalam untuk mencintai Vania. Karena pribadi Vania yang baik hati dan selalu bersikap sopan pada siapapun membuat Rayvin benar-benar serius ingin mendapatkan gadis cantik itu.

"Harus nya lo sadar, kalau pertemanan antara cewek dan cowok itu mustahil tanpa adanya rasa," tutur Reno merasa paling bijak.

"Diem ah. Jangan bikin gue kepikiran ya," geram Rayvin.

"Sekarang pertanyaannya apa si Raka juga suka sama Vania?" tanya Reno sambil mendekatkan wajahnya menatap Rayvin dengan intens.

Rayvin memundurkan kepalanya menjauh dari Reno yang semakin mendekati dirinya. Ia tidak suka jika di perhatikan terlalu berlebihan oleh orang lain meskipun itu temannya sendiri.

"Gue tau, Raka suka sama Vania. Bahkan dia bilang itu sendiri ke gue," gumam Rayvin.

"Jadi, intinya lo udah nggak ada kesempatan kan buat dapetin Vania?" Celetuk Reno dengan santainya.

"Maksud lo? Gue harus nyerah gitu? Ya kali dong gue nyerah. Bukan vibe gue tuh," ketus Rayvin tidak santai.

"Ya terus? Kalau misalnya Raka bilang kalau dia ada rasa sama Vania gimana? Presentase mereka jadian aja udah lebih dari 70%. Apa lo nggak mikir sejauh itu?" sahut Reno yang menurut Rayvin memang ada benarnya.

"Jadi? Apa yang harus gue lakuin? Gue nggak mau nyerah, tapi gue juga nggak mau kalau sampai gue kalah cepet sama si Raka,"

"Gue sih ada saran..." Ucap Reno sambil melipat kedua tangannya di atas meja kantin.

"Apa itu?" tanya Rayvin dengan rasa penasaran yang sudah tidak bisa ia tahan lagi.

"Bikin Vania jatuh lah sama lo. Sebelum Raka ngungkapin perasaan nya," jawab Reno serius.

"Tapi, gimana caranya? Ya, sebenarnya gue juga tau kalau Vania itu baik dan perhatian sama semua orang. Tapi, dia cuman nganggep gue itu temen. Nggak lebih dan nggak kurang," sahut Rayvin yang hampir putus asa.

Reno pun mengerutkan keningnya heran, entah sejak kapan Rayvin berubah menjadi orang yang lebih bodoh dari dirinya. Apa hal seperti ini ia tidak bisa menggunakan logikanya sendiri?

Atau memang benar kata orang kalau jatuh cinta itu membuat kita menjadi lupa dengan segalanya, termasuk bagaimana cara berpikir secara jernih dan menggunakan logika untuk menyelesaikan suatu masalah.

Hingga Reno mulai geram menghadapi bagaimana Rayvin yang sangat lambat ini.

"Sekarang lo pikirin aja deh, Vania bisa suka sama Raka pasti kan karena mereka selalu dekat? Jadi, kalau lo mau Vania jatuh cinta sama lo, lo juga harus deket terus sama Vania. Masa lo nggak ngerti sih apa yang gue maksud?" omel Reno panjang lebar yang membuat Rayvin sedikit keheranan mendengar nya.

Lama Reno memberikan arahan kepada Rayvin, namun Rayvin hanya mengangguk-angguk kan kepalanya sebagai respon. Hingga Reno sudah benar-benar jengah dengan tingkah Rayvin yang tak kunjung paham.

Baiklah, tidak ada waktu untuk merenungkan itu semua. Kini yang perlu Rayvin lakukan hanyalah memberi Vania perhatian lebih dari perhatian yang di berikan oleh Raka. Apapun resikonya, Rayvin harus menerima dengan lapang dada.

"Nanti lo ajak Vania buat pulang bareng, atau kalau enggak gitu cari alasan apa gitu kek. Misalnya ajak dia ke toko boneka buat beliin boneka adek lo atau siapa gitu," usul Reno dengan antusias.

"Terus maksudnya biar gue bisa lebih dekat gitu sama Vania?" tanya Rayvin memastikan sambil menyunggingkan senyum tipis.

Reno hanya mengangguk dan tersenyum paksa sebagai jawaban. Demi apapun, selama hampir 3 tahun mereka berteman di sekolah menengah atas, ini adalah pertama kalinya Rayvin menjadi seseorang yang sangat lambat dalam berpikir.

Namun Reno bisa memahami itu karena selama ini Rayvin kurang bergaul dengan teman perempuan. Bukan tanpa alasan, hanya saja Rayvin tidak mau memberikan harapan palsu pada setiap gadis yang menyukainya.

Itu lah sebabnya kenapa meskipun Rayvin lebih terkenal dari Raka, namun lebih banyak gadis lain yang mengutarakan perasaan mereka pada Raka di bandingkan pada Rayvin.

Kini Rayvin mulai bertekad untuk menjalankan apa yang di sarankan oleh Reno.

"Baiklah, mari kita buat Vania jatuh cinta padaku. Fighting!" ucapnya dengan semangat yang menggebu-gebu.

Sedangkan Reno hanya bisa terkekeh kecil melihat Rayvin yang secara tidak sengaja menunjukkan sisi lain dari dirinya. Terlihat sangat jauh berbeda dari Rayvin yang selama ini terkenal sebagai senior yang dingin dan keren.

"Andai saja para penggemar mu tau bagaimana sifat asli mu," ucap Reno dengan nada mengejeknya.

"Cih, apa aku terlihat peduli?" sahut Rayvin dengan sombong.

"Aish, terserah lo, deh. Bodoamat. Gue juga nggak perduli!" pungkas Reno dan berlalu meninggalkan Rayvin di kantin.

Sementara Rayvin hanya terkekeh kecil melihat temannya yang merajuk. Dan sesaat kemudian, sepasang matanya kembali teralih pada Vania yang tertawa kecil mendengar candaan dari teman-teman nya.

"Biarkan aku berusaha satu kali saja!" ucap Rayvin dalam hati nya.

***


Load failed, please RETRY

Regalos

Regalo -- Regalo recibido

    Estado de energía semanal

    Rank -- Ranking de Poder
    Stone -- Piedra de Poder

    Desbloqueo caps por lotes

    Tabla de contenidos

    Opciones de visualización

    Fondo

    Fuente

    Tamaño

    Gestión de comentarios de capítulos

    Escribe una reseña Estado de lectura: C23
    No se puede publicar. Por favor, inténtelo de nuevo
    • Calidad de escritura
    • Estabilidad de las actualizaciones
    • Desarrollo de la Historia
    • Diseño de Personajes
    • Antecedentes del mundo

    La puntuación total 0.0

    ¡Reseña publicada con éxito! Leer más reseñas
    Votar con Piedra de Poder
    Rank NO.-- Clasificación PS
    Stone -- Piedra de Poder
    Denunciar contenido inapropiado
    sugerencia de error

    Reportar abuso

    Comentarios de párrafo

    Iniciar sesión