Dara menghampiri Vivi yang sudah duduk manis di kantin sendirian. Siswi tomboi itu berjalan dan melihat temannya itu melambaikan tangan ke arahnya.
Sementara Dara hanya tersenyum miring dan berjalan menghampiri Vivi yang sudah heboh menepuk-nepuk kursi kosong di sebelahnya.
Siswi itu mendudukkan pantatnya di sebelah Vivi dan merogoh ponsel di dalam saku nya. Dara terlihat serius mengetikkan sesuatu di benda berlayar pipih itu hingga tidak menyadari bahwa Vivi sedang memperhatikan dirinya.
"Ngapain sih lo? Serius banget kelihatannya, lagi DM siapa?" tanya Vivi penasaran.
Dengan cepat Dara memasukkan kembali ponselnya dan menyerobot jus buah milik Vivi.
"Apaan sih, lo? Kepo banget," sahut Dara dengan santainya.
Mendengar jawaban menyebalkan dari teman nya itu, Vivi mendengus kesal dan kembali menarik minuman jus miliknya dari tangan Dara.
"Punya gue nih. Beli sendiri sana," ketus Vivi kesal.
Sementara Dara hanya terkekeh melihat ekspresi wajah Vivi yang sedang merajuk. Sangat lucu menurutnya.
Hingga beberapa saat kemudian, Vivi menyadari ada yang kurang. Ia baru sadar kalau Vania tidak datang bersama Dara, padahal sebelumnya Dara pergi ke toilet bersama dengan Vania.
"Eh, kok lo ke sini nya sendirian? Vania mana? Lo tinggalin dia di toilet ya, Ra?" tukas Vivi.
"Sembarangan aja lo ngomong. Nggak, dia masih ada urusan sama Arin. Jadi, gue di suruh ke sini duluan," elak Dara tak mau di tuding meninggalkan Vania begitu saja.
"Urusan? Sama Arin? Urusan apa emangnya?"
Kini Dara semakin di buat kesal karena Vivi yang tak henti-hentinya bertanya hal yang menurutnya menyebalkan dan membuat nya risih.
"Mana gue tau. Gue mana perduli sama urusan orang lain? Lo kalau mau tau, mending lo tanyain sendiri ke orangnya. Jangan bikin gue emosi ya," gerutu Dara yang sudah tidak tahan lagi.
"Baperan banget sih, ditanya baik-baik juga," sahut Vivi.
"Hm!" Dehem Dara yang sudah tak mau ambil pusing lagi.
Dara pun memesan makanan dan juga minum. Menghadapi segala pertanyaan dari Vivi membuat perutnya keroncongan yang menandakan bahwa cacing cacing di perut nya itu sedang berdemo.
Tidak lama kemudian, pesanan datang di barengi dengan Raka dan kedua temannya yang juga menghampiri Dara dan Vivi.
Dengan cepat Dimas menyerobot tempat kosong di sebelah Dara sebelum salah satu temannya itu mendahului.
"Ck, heboh banget sih," cebik Rizki yang sedang menyamankan duduknya di samping Raka.
"Iri aja, lo. Gue lagi usaha nih," sahut Dimas.
"Jaga jarak sama gue. Gue nggak mau terinfeksi virus," ketus Dara menengahi pembicaraan.
Raka, Rizki dan juga Vivi langsung menahan tawa mendengar celetukan dari Dara.
"Jahat banget sih jadi manusia!" Geram Dimas sebal.
Dara hanya mengedikan bahunya tak acuh. Tidak perduli bagaimana ekspresi Dimas yang sudah sangat kesal padanya.
Sementara Raka kini celingukan mencari keberadaan Vania. Namun ia masih belum berani bertanya kepada Dara ataupun Vivi.
Remaja itu melihat bahwa ada Rayvin juga di kantin, yang itu artinya Vania sedang tidak bersama dengan Rayvin. Ia pun bernafas sedikit lega.
Sesaat kemudian, lamunan Raka buyar karena Vania yang datang menghampiri nya.
"Darimana aja sih? Lama banget," gerutu Vivi.
"Ada masalah sebentar. Tapi, udah selesai kok," ucap Vania sambil menyunggingkan senyum tipis.
Raka pun mendorong Rizki, kemudian menepuk-nepuk bangku kosong yang sebelumnya tempat Rizki duduk.
"Duduk sini, Van!" Pinta Raka.
Vania pun mengangguk dan menurut. Melihat itu Rizki tampak tidak terima.
"Ck, ngeselin banget sih. Itu kan tempat duduk gue," dengus Rizki kesal.
"Ya udah sih ngalah sama cewek. Tempat kosong kan banyak, noh lapangan juga lebar," timpal Dimas yang di iringi dengan kekehan kecilnya.
Dengan terpaksa Rizki pun kembali duduk di tempat lain yang masih satu area dengan mereka. Remaja berbadan cungkring itu melihat sekelilingnya yang terlihat ramai dan juga banyak murid lain yang duduk berdampingan dengan pacar mereka masing masing.
Sesaat kemudian ia mendengus pelan melihat Raka yang sibuk berbincang dengan Vania, Vivi yang sibuk dengan ponselnya, Dara yang sibuk dengan makanan nya dan juga Dimas yang sibuk memperhatikan Dara.
Rizki merasa asing di tengah teman-teman nya sendiri. Bukan tanpa sebab, hal ini juga karena pemikiran Rizki yang masih terlalu sempit dan terkadang terkesan konyol.
"Gue kayak orang asing tau nggak!" Ucap Rizki lantang yang sukses membuat semua teman-teman nya itu mengalihkan perhatian mereka pada Rizki.
Mendengar pernyataan dari Rizki membuat mereka sedikit keheranan.
"Kenapa sih lo? Aneh banget," tanya Dimas sambil menautkan kedua alisnya bingung.
Rizki kembali menghela nafas untuk kesekian kalinya. Remaja itu mempoutkan bibirnya kesal.
"Lihat deh, hampir 60% murid di sekolah ini tuh punya gandengan semua. Kok gue enggak?" Decak Rizki yang terlihat benar-benar menyedihkan.
Hal ini justru membuat Raka dan Dimas bergidik geli karena melihat tingkah Rizki yang menyebalkan menurut mereka.
"Y-ya, kalau lo mau punya pacar cari lah. Kenapa malah marah ke kita?" ucap Raka dengan ragu.
"Gue sih pengen punya pacar, tapi muka sama dompet gue nggak mendukung," sahut Rizki memelas.
Pernyataan Rizki yang nyeleneh ini sukses membuat teman-teman nya tertawa pecah.
"Ahahahaha?!"
"Aduh duh duh... Sakit perut ku... Astaga, ih Rizki gak boleh ngomong kayak gitu tau," ucap Vania sambil memegangi perutnya yang terasa kaku menahan gelak tawanya.
"Ya gimana? Kenyataannya emang gini," sahut Rizki pasrah.
"Nggak apa-apa, nanti kalau jodohnya udah dekat pasti juga ketemu kok. Udah, tenang aja," tutur Vania mencoba memberi semangat pada Rizki.
"Miris banget hidup lo. Gue aja yang gak di kasih kepastian tuh B aja," celetuk Dimas.
"Emang kepastian dari siapa?" tanya Raka sambil mengerutkan keningnya bingung.
"Nih, samping gue," jawab Dimas sambil melirik Dara.
Yang dilirik pun langsung melengos menatap Dimas dengan lekat. Merasa di tatap seperti itu oleh Dara, Dimas pun merasa tak nyaman dan salah tingkah.
Senyuman mengembang di kedua sudut bibir remaja itu. Deretan giginya pun terpampang rapi tepat di depan ekspresi wajah datar Dara.
"Emangnya lo pernah minta kepastian dari gue?" tanya Dara dingin.
Dimas pun menggelengkan kepalanya cepat. "E-engak," jawabnya.
Dara pun membuang muka. Sementara Dimas mendekatkan wajahnya menatap Dara.
"Emang nya lo mau kasih gue kepastian kalau gue nanya?" tanya Dimas penasaran.
Semua orang menyimak dengan tenang untuk mendengarkan jawaban dari Dara. Apakah siswi tomboi itu akan menjawab iya atau justru sebaliknya.
Yang paling penasaran adalah Rizki. Jika Dimas sampai di beri kepastian oleh Dara, maka habis lah riwayatnya menjadi sadboy yang masih setia melajang.
Dara pun menghela nafas dan kembali menatap Dimas dengan serius.
Dimas pun menelan ludahnya sendiri karena gugup mendengar jawaban Dara. Ia berpikir bahwa Dara akan serius menjawab pertanyaan nya itu.
Namun, dengan santai Dara menjawab ...
"Enggak!"
Singkat padat dan jelas.
Kasian ... :'(
***