Hari pertandingan basket pun telah tiba. Pertandingan di adakan di SMU HARAPAN BANGSA. Semua murid SMU HARAPAN BANGSA berkumpul di lapangan menyaksikan pertandingan sengit antara Tim Raka Rayvin, melawan Tim Marvel dari SMA NUSANTARA.
"Gue harap, kita semua bisa bekerjasama dengan baik," Ucap Rayvin sebagai ketua Tim basket.
"Iya iya. Udah tenang aja, kita pasti menang kok," Sahut Raka dengan penuh percaya diri.
"Gue suka semangat lo,"
Raka hanya tersenyum miring menanggapi pujian dari sang kakak kelasnya itu.
Pertandingan pun segera dimulai. Karena itu bukan pertandingan olahraga secara resmi, maka waktu yang di tentukan pun hanya 3 x 10 menit. Sebagai penentu jika 20 menit pertama kedua Tim memperoleh hasil skor yang sama.
Vania sangat antusias mendukung Raka dan Tim nya. Sementara Arin, sudah jelas dia mendukung Tim basket sekolah Marvel.
"Marvel... Semangattt!!!" Teriak Arin pada Marvel yang serius memperebutkan bola basket di tengah lapangan.
"Rin? Kok lo malah dukung Tim nya Marvel sih? bukannya dukung Tim basket sekolah kita. Aneh lo," Ucap Elsa yang berdiri di sampingnya itu.
"Suka suka gue dong, lagian ini juga bukan pertandingan olahraga secara resmi kali. Ini cuma seru seruan. Jadi, apa salah nya kalo gue dukung cowok gue sendiri?" Sahut Arin sedikit sewot dan tidak perduli dengan ocehan sahabatnya itu.
"Ck, dasar.." cebik Elsa kesal, karena sebenarnya Elsa sudah lama mengagumi sosok kakak kelasnya yang keren itu. Siapa lagi kalau bukan Rayvin.
Finally. . .
Berkat keseriusan dan kekompakan Tim basket Raka dan Rayvin, tim mereka pun keluar sebagai juara dengan unggul 5 poin di babak ke 3. Marvel kembali kesal, karena dia gagal untuk mempermalukan Raka dan malah dirinya sendiri yang menanggung malu.
Marvel yang tidak menerima kekalahannya itu pun melampiaskan amarahnya pada Arin. Padahal Arin sama sekali tidak bersalah ataupun berkaitan dengan tantangan yang Marvel buat sendiri.
"Ini semua tuh gara gara kamu. Aku jadi kalah kan?!" bentak Marvel sambil menunjuk-nunjuk wajah Arin dengan kasar.
"Loh, kok kamu nyalahin aku sih, Vel? Aku kan nggak tau soal ini, aku aja nggak tau kalau kamu nantang Raka buat main basket. Kenapa jadi aku yang kamu salah in sih?" Sahut Arin kebingungan dengan tingkah laku Marvel.
"Iya. Ini semua gara gara kamu, coba aja kalau kamu nyemangatin aku lebih lagi di depan Raka, pasti nggak akan kayak gini kan. Pasti aku bakalan menang," ketus Marvel yang kemudian membuang muka enggan menatap Arin.
"Maksud kamu? Aku nyemangatin kamu di depan Raka? Aku nggak ngerti,"
Arin bertambah bingung dengan maksud Marvel yang berbelit-belit. Gadis itu menautkan kedua alisnya penasaran.
"Ah, udah lah lupain aja. Aku mau balik dulu." Pungkas Marvel dan segera pergi meninggalkan Arin.
"Aneh banget sih tu anak. Nggak ngerti gue maksudnya apaan coba. Nggak jelas," Gumam Arin yang memandang punggung pacarnya itu semakin menjauh.
Vania bersama Dara langsung menghampiri dan memberikan selamat pada Rayvin dan Raka yang terlihat masih duduk bersama setelah pertandingan.
"Selamat ya. kalian semua mainnya keren banget," ucap Vania sambil mengacungkan kedua jempolnya.
Gadis itu menampilkan senyuman manis nya. Membuat Rayvin semakin suka dengan gadis yang memiliki kepribadian riang itu.
"Ah, nggak. Biasa aja kali," sahut Rayvin sambil tersenyum canggung.
"Iya biasa aja. Biasa denger teriakan semangat dari banyak cewek cewek gitu," Sela Dara dengan nada blak-blakan nya itu.
"Apaan sih? Nggak gitu juga kali," decak Rayvin tak suka.
"Ka? Kok kamu diem aja sih? Nggak seneng ya udah menang?" Tanya Vania yang melihat Raka tampak biasa saja ketika dia memberikan ucapan selamat.
"Apanya yang dibangga in? Nggak ada piala atau piagam nya juga. Capek yang ada," sahut Raka sedikit ketus.
Vania menatap Raka sedikit heran. Tidak biasanya Raka bersikap seperti ini padanya.
"Gue cabut duluan ya," pamit Raka meninggalkan yang lain.
Yang di tinggalkan itu menatap heran Raka yang terlihat lebih dingin dari biasanya.
"Kenapa sih tu anak? Aneh banget!" Ucap Dara spontan.
"Yaudah lah biarin aja. Mungkin dia capek. Ke kelas aja yuk?" Ajak Vania pada Dara.
Dara pun mengangguk kecil.
"Ayoklah," sahutnya semangat.
"Kak, kita ke kelas duluan ya?" Pamit Vania pada Rayvin.
Rayvin yang tadinya duduk, langsung berdiri seketika.
"Eh, tunggu dulu?!" Pekik Rayvin menarik pergelangan tangan Vania.
Vania pun melihat tangan Rayvin yang mencengkeram erat pergelangan tangannya itu.
"Sorry sorry," ucap Rayvin dan segera melepaskan tangan Vania.
"Ada apa lagi ya, kak?" Tanya Vania bingung.
"Nanti malem jalan yuk," ajak Rayvin to the point.
Vania terdiam mendengar ajakan dari kakak kelas yang baru ia kenal kemarin itu.
Dara mencoba memprovokasi Vania agar mau di ajak jalan oleh Rayvin. Terpaksa, mau tidak mau Vania pun menuruti apa yang dikatakan oleh Dara. Ia mau di ajak jalan jalan oleh Rayvin. Rayvin sangat senang Vania mau pergi bersama dengan dia.
"Y-ya udah. Aku mau, kak.." lirih Vania.
"Oke. Nanti aku jemput," sahut Rayvin dengan senyuman lebar.
Vania mengangguk kecil sebagai balasannya.
Bersama Dara, ia pun kembali ke kelasnya. Sesampainya di kelas, ternyata Raka juga menawarkan hal yang sama seperti Rayvin.
"Van, nanti malam jalan yuk," ajak Raka.
Vania langsung terdiam mematung.
"Ah, lo telat, Ka. Nanti malem Vania udah ada janji sama kak Rayvin," sela Dara yang tiba tiba menyampaikan informasi tentang Rayvin yang mengajak jalan Vania.
"Seriusan lo? Gercep banget tuh si Rayvin," sahut Dimas.
"Lo juga harus gercep, Dim. Nanti si Dara keburu jadian sama gue baru tau rasa," Ucap Rizki menyela.
"Kalo sampe lo jadian sama Dara, gue musuh in lo seumur hidup gue!" Ancam Dimas pada Rizki.
Rizki hanya tersenyum remeh untuk menggoda Dimas. "Apa gue terlihat perduli?" Sahutnya santai.
"Ngajak ribut lo?" Geram Dimas.
"Siapa takut?!"
Dara yang mendengar keributan itu sudah merasa tidak tahan lagi.
"Apaan sih lo berdua?!" Teriak Dara kesal.
Gadis tomboi itu melempar buku paket tebal pada Rizki.
Bughh....?!
"Aisshh, sakit. Buku tebal gini, keena kepala gue. Asem lo," gerutu Rizki sambil mengelus kepalanya yang terkena lemparan buku paket dari Dara.
"Mau gue lempar meja sekalian?!" Ancam Dara.
Rizki pun terdiam dan tidak berbicara lagi, begitu juga dengan Dimas yang menahan tawa melihat Rizki kesakitan.
Sementara Vania berdiri berhadapan dengan suasana canggung.
"Maaf ya, Ka" lirih Vania pada Raka dengan wajah masam, karena merasa menyesal menerima tawaran dari Rayvin.
"Iya, udah nggak apa-apa. Kan lain kali juga bisa. Ngapain muka lo sedih gitu?" Sahut Raka memperhatikan Vania lebih intens.
"Enggak. Nggak kenapa-kenapa kok," elak Vania berusaha untuk tidak menunjukkan raut penyesalannya lagi.
Gadis itu tersenyum dengan canggung.
"Van, pinjemin buku bahasa Inggris lo dong. Gue belom selesai nih nyalinnya," Ucap Vivi memecahkan suasana canggung diantara Raka dan Vania.
Vania langsung menanggapi Vivi agar tidak terlalu canggung dengan Raka.
"Kenapa gue harus kecewa ya kalo Vania nggak bisa jalan sama gue? Gue kan bukan siapa siapa Vania, kenapa gue ngerasa kecewa banget? Harusnya lo sadar diri Ka. Lo itu cuman temennya Vania nggak lebih. Ah, bego banget sih lo?!" Maki Raka dalam hatinya.
***