Ozil POV's
Setelah kelas berakhir aku langsung menuju ruang kepala sekolah untuk memberikan surat pertandingan Quidditch lusa nanti.
"Bagaimana tugasmu sebagai headboy Mr.Yu? Lancar?" tanya kepala sekolah padaku.
"Semuanya aman terkendali Sir" ujarku lugas dan setelah anggukannya aku meninggalkan ruangan itu untuk menuju danau hitam.
Dengan gesit aku menaiki pohon tertinggi disana dan tak lama aku melihat Gathan, rivalku tengah duduk dekat dengan danau hitam.
Sedang apa dia, pikirku.
Tidak beberapa lama dia berteriak asshole, apa dia sedang kesal? Entahlah, posisiku saat ini di ranting atas pohon, sebelah kiri Gathan yang duduk menatap danau hitam.
Jadi aku bisa melihatnya dengan jelas dari sini, oh lihatlah wajah marahnya itu, lucu sekali hahaha.
Sudah beberapa kali dia mendiamiku, namun aku sadar kalau aku terus mencarinya.
Perang mantra yang biasa kita lakukan tidak lagi terjadi, lagi pula aku sudah tidak niat perang mantra lagi dengannya.
Lalu mataku terfokus pada wajahnya kini, mata itu menangis.
Sial aku tak suka ini, ada apa dengannya, kenapa menangis?!
Aku terdiam melihatnya menangis, tidak tahu harus apa.
Aku lihat dia beranjak berdiri, langsung saja aku turun dan mengejarnya, menarik tangannya dengan refleks
Sial.
"Kau menangis?" ucapku asal, aahhh bodoh sekali kau Ozil!!!
Aku yakin dia akan menyerangku dengan mantra terkutuk.
★★★
Gathan POV's
Setelah menyadari aku harus kembali, aku bangkit berdiri, lalu berjalan perlahan menjauhi danau hitam.
Brugh!
Aku mendengar suara jatuh dan terkejut seseorang menarik lenganku. Aku membelalakan mataku dan tidak siap jika diserang.
Namun yang kulihat adalah mata sipit berkeping hazel yang kukenal.
"Kau menangis!? " ujarnya dengan keras dan memandangku lekat.
Aku kembali terkejut, tanpa sadar menyentuh pipiku dengan tangan yang tak dia cengkram.
Begitu menyadari jika wajahku berantakan, aku menarik tanganku. Kenapa dia bertanya? Apa dia peduli? Apa dia suka ikut campur urusan orang?
"Aku menolongmu karena aku Headboy. "
Teringat kata-katanya saat lalu. Jadi mungkin dia bertanya karena dia Headboy. Ya, pasti begitu.
Namun kenyataan itulah yang membuat dadaku sesak dan perih.
Aku tersenyum tipis padanya. Entah, hanya itu yang sanggup aku lakukan.
"Kalau kau bertanya karena kau Headboy dan takut aku kena masalah, dengar aku baik-baik saja. Jadi, terima kasih dan sebaiknya kau tidak menggangguku. "
Aku menatapnya dengan datar. Mencoba menutupi luka yang ada.
Mengalihkan tatapan dari Hazel tersebut. Karena aku yakin mataku tidak bisa berbohong.
╰ Ozil POV's
Aku menatap matanya dalam diam, menunggu jawaban yang akan keluar.
"Kalau kau bertanya karena kau Headboy dan takut aku kena masalah, dengar aku baik-baik saja. Jadi, terima kasih dan sebaiknya kau tidak menggangguku. " ujarnya sarkas
Matanya menatapku datar namun langsung mengalihkan tatapan dariku.
Apa dia pikir aku bertanya karena aku Headboy, huh?
Dengan segera aku melepaskannya dan tersenyum kecil, aku tidak bisa marah padanya.
"Bukan begitu, aku hanya bertanya. Mungkin kau ada masalah dengan teman asramamu" ucapku lugas aku menghela nafas dan tersenyum sedih, yaahh mungkin dia tidak ingin aku dekat dengannya.
"Maaf jika membuatmu tak nyaman, tapi jika kau butuh bantuanku, apapun itu, katakanlah, kau tau password nya bukan?" ucapku lagi dengan panjang, tak biasanya aku seperti ini.
Lalu aku tersenyum padanya, senyum tulusku, ah aku mulai gila.
"Sampai jumpa di dalam" dan aku pergi meninggalkannya di sana.
Aku berjalan pelan sambil memikirkan pertandingan Quidditch untuk lusa nanti, sebagai seeker dan captain, aku harus memilih siapa yang pantas untuk meneruskan tugasku.
Tugas lagi tugas lagi, haahh.
Kenapa sih minggu ini aku selalu menghela nafas.
Coba saja ada hal yang menarik biar aku lepas dari stress ini, mungkin melubangi dinding akan asik, hm boleh juga
★★→Gathan POV's
Tidak pernah aku bayangkan, Ozil Yu akan tersenyum semanis itu kepadaku. Tidak lama kemudian dia pergi.
Demi Merlin!
Aku mungkin sudah sering melihatnya tersenyum. Namun, senyum itu ditujukan kepadaku, ini pertama kalinya, kecuali senyum mengejek yang menyebalkan saat perang mantra di koridor hingga mendapat detensi.
Aku tersenyum dan kuyakin pipiku akan merona. Menyenangkan juga jatuh cinta, huh?
Bermain-main dengan hati. Hingga akan tiba saatnya patah hati sendiri.
Aku memandang pundung lebarnya yang perlahan menjauh menuju Aula Besar.
Aku mengikuti langkahnya. Dia berjalan santai entah sambil memikirkan apa.
Aku mendengus menahan tawa. Melupakan kesedihanku hanya karena berpikir memiliki Ozil Yu. Hanya karena perhatian kecil dan bantuan yang dia janjikan.
Apa dia pikir aku Omega lemah? Apa dia lupa jika akulah lawannya dalam perang mantra?
Meski aku tahu perasaan ini harus aku hapus, namun menikmatinya sebentar tidak apa bukan?
Biar aku tanggung rasa sakitnya nanti.
╰
Ozil POV's
Minggu ke dua
Hogwarts Castile
Library
✧✧✧
Minggu ini semua pelajar tingkat tujuh akan lebih sering ke perpustakaan, mencari bahan untuk ujian nanti.
Sama sepertiku sekarang, walau aku yakin bisa menyelesaikan ujianku dengan nilai Outstanding
di semua mata pelajaran yang aku ambil, namun aku tak yakin dengan sejarah sihir.
Aku selalu tidur siang saat pelajaran berlangsung.
"Hei Ozil, apa kau bisa membantu essai Ramuanku?" Camellia menegurku pelan saat aku tengah membaca Sejarah saat perang ke tiga di dunia sihir.
"Oh tentang apa?" tanggapku pelan, kami seolah berbisik saat menyelesaikan essay Ramuan tidur tanpa mimpi punya nya.
Aku merapihkan bukuku dan beranjak menuju pintu keluar, namun aku terdiam saat melihat Gathan tengah menatapku kesal.
Oh kenapa dia? Terlihat marah padaku.
Namun tak lama dia beranjak pergi meninggalkanku, hei apa itu, apa dia sedang ngambek padaku?
Dengan langkah cepat, aku terus mengikutinya, hingga sampai pada lorong menuju kelas Ramalan.
"Gathan" oh sial aku memanggil nama kecilnya.
★★→Gathan POV's
Library
Hogwarts
Memikirkan NEWT membuatku makin tertekan, tidak hanya harus mendapat deretan nilai O meski aku yakin aku bisa. Namun aku tetap khawatir.
Sedang menahan kantuk di pojok perpustakaan, aku lihat Ozil Yu duduk di meja dalam jarak pandangku.
Kenapa dia harus duduk disana? Menyusahkan hatiku saja.
Kulihat dia berusaha menahan kantuk membaca buku Sejarah Sihir. Aku tersenyum kecil sebelum seorang gadis cantik menegurnya dan duduk di sampingnya.
Bahu mereka menempel saking dekatnya. Aku tahu gadis itu merupakan prefek Gryffindor dan dekat dengan Yu.
Aku kesal dan marah. Namun jiwa Slytherinku memaksaku untuk menyembunyikan emosi.
Aku menunduk dan dengan tololnya terus memandangi dua orang di depanku. Beberapa murid lain berbisik dan cekikikan melihat keduanya.
Aku tahu Ozil Yu tampan dan apa pun yang dia lakukan akan jadi bahan pembicaraan gadis-gadis sinting Hogwarts.
Gadis itu selesai dan kulihat Ozil Yu memberikan senyum manis padanya. Bahkan membantu gadis itu merapihkan barangnya.
Aku menyipit. Roman picisan sialan.
Merepotkan juga menyukai seseorang ya. Apalagi aku hanya seorang Omega yang tidak berani mendekat.
Merasa muak melihat Ozil Yu, aku merapihkan buku-bukuku dan menyampirkan tasku kebahu lalu pergi.
Dia mendongak padaku saat aku melintas. Namun padanganku begitu dingin.
Kalian tahu apa yang menyakitkan dari mencintai dalam diam?
Ketika kau tahu semuanya harus berakhir bahkan saat kau tak pernah memulainya.
Aku meringis menahan amarah karena tidak berdaya menahan perasaan menyusahkan ini.
Kenapa aku harus naksir Ozil Yu?
Kenapa tidak Bright saja?
Atau yang lain. Sialan. Sepertinya sudah waktunya aku mengakhiri main-main perasaan ini.
"GATHAN! "
Aku membeku.
To be Continued....