Monica terdiam menatap Bryana yang masih terlelap dalam pengaruh obat tidur yang diberikan oleh dokter untuk membuatnya tenang dan istirahat dengan cukup. Dia duduk di tepi ranjang, menatap perut buncit adik iparnya yang besar dan mungkin sekitar dua bulan lagi akan melahirkan.
"Ya Tuhan, aku mengenalnya beberapa tahun. Dia datang ke Indonesia dengan beban pikiran setelah ibunya meninggal, lalu menikah dengan pria yang ternyata hanya memanfaatkan hartanya. Perceraian, kehilangan janin, tertipu, dikhianati, sungguh membuatnya terluka." Monica menghela napas dan menyentuh permukaan perut Bryana.
"Dia baru saja bahagia dengan cinta barunya, kehidupan barunya dan bahkan dengan calon buah hatinya. Tapi kenapa, kenapa cobaan semacam ini harus dialaminya lagi? Aku cukup rapuh menjadi saksi setiap penderitaan nya, apalagi dia yang menjalani pasti sangat berat...." Tidak terasa air matanya menetes begitu saja. Monica terlalu terpukul melihat keadaan Bryana saat ini.
Ceklek