Tanpa terasa, pasangan ibu dan anak itu sudah berada di bandara. Felicia langsung berlari menuju terminal kedatangan. Dia cukup mengenal bandara itu karena sudah beberapa kali Felicia ke sana.
"Mama! Bukankah itu Kak Varo?" teriak Felicia kegirangan saat melihat sosok lelaki tampan yang sudah berdiri untuk menunggu dirinya. Seolah tak memiliki kesabaran lagi, ia berlari sekencang mungkin hingga hampir terjatuh. Untung saja, lelaki tampan itu langsung menangkap gadis manja yang sedikit ceroboh itu.
"Gadis manja, masih aja ceroboh!" Sebuah sentilan lembut mendarat di kening Felicia. Bukan cacian, Alvaro justru mendapatkan pelukan hangat dari adik kesayangannya.
Felicia memeluk erat seorang lelaki yang sudah bertahun-tahun tak dilihatnya. Rasanya ia sangat bahagia bisa kembali berjumpa dengan kakak laki-laki kesayangannya. "Aku sangat merindukanmu, Kak," ucapnya lirih.
Tanpa disadarinya, air mata Felicia mengalir deras di pipinya. Dia benar-benar tak bisa menahan air mata kebahagiaan di dalam hatinya.
"Kembalilah lagi ke Singapura, Anak nakal! Kamu membuat anak Mama menangis." Tiba-tiba Amelia ikut memberikan sebuah pelukan pada anak laki-laki yang sudah sangat lama dirindukannya.
"Maafkan Varo, Ma," ucapnya tulus pada seorang wanita yang sudah melahirkannya itu.
Mereka bertiga langsung masuk ke dalam mobil supaya bisa segera kembali ke rumah yang baru bagi Alvaro. Sebelumnya, lelaki itu hanya tinggal bersama keluarga di ibukota. Sekarang ... Alvaro harus menjalani kehidupan yang baru di sebuah kota yang berbeda dari tempat tinggalnya dulu.
"Apakah tinggal di sini jauh lebih nyaman, Gadis nakal?" tanya Alvaro pada perempuan muda di sebelahnya.
"Aku suka tinggal di sini, Kak. Tidak terlalu ramai, suasananya juga cukup nyaman. Kakak pasti akan senang bisa tinggal di sini," jawab Felicia cukup menyakinkan. Ia juga memperlihatkan sebuah senyuman indah di wajah cantiknya.
Amelia sejak tadi terus saja memandangi anak laki-lakinya. Dia benar-benar bahagia bisa berkumpul kembali dalam sebuah keluarga yang utuh. Walaupun itu semua butuh perjuangan yang tak sedikit, ia sampai mengancam suaminya agar Alvaro bisa kembali.
"Haruskah kita ke restoran dulu untuk makan siang?" tanya Amelia pada kedua anaknya yang terlihat sangat akur. Bahkan Alvaro terlihat sangat menyayangi adik perempuannya itu.
"Kita langsung pulang saja, Ma. Aku sudah sangat merindukan masakan Mama." Rasanya Alvaro sudah tak sabar untuk kembali menikmati betapa lezatnya masakan dari ibunya. Sudah bertahun-tahun ia hidup seorang diri di negeri orang, sekarang tiba saatnya untuk mendapatkan semua yang seharusnya dimilikinya.
Amelia cukup puas dengan jawaban dari anaknya. Di rumah, ia sudah menyiapkan jamuan makan siang untuk anak laki-lakinya itu. Rasanya sudah sangat tak sabar untuk segera menikmati makan siang bersama anak-anaknya.
"Varo ... apa kamu memiliki kekasih selama di Singapura?" Amelia sangat penasaran dengan kisah cinta anaknya yang dulu begitu memilukan.
"Coba Mama perhatikan lagi." Alvaro memperlihatkan senyuman terbaik di dalam wajahnya. "Bukankah aku terlalu tampan untuk seorang jomblo?" Lelaki itu langsung terkekeh mendengar pertanyaannya sendiri. Dia merasa jika dirinya terlalu tampan dan tentu saja di atas rata-rata.
"Dasar, Anak nakal!" gerutu Amelia pada anak laki-lakinya yang memang terlihat semakin tampan. Bahkan ketampanan Alvaro melebihi ayahnya, Felix.
Sepanjang perjalanan, mereka bercanda dalam suasana hangat yang penuh kemesraan. Tak jarang Amelia mencubit kedua anaknya karena terlalu gemas dengan tingkah kedua anak kesayangannya itu. Saking asyiknya bercanda, mereka tak sadar jika sudah sampai di depan rumahnya.
Felicia langsung menarik kakaknya dan membawa Alvaro ke sebuah kamar yang sudah disiapkan oleh ibunya. "Mulai sekarang, Kak Varo akan tidur di samping kamar Felicia. Jika aku kangen, langsung bisa menyusul Kakak ke kamar," ucap gadis itu dengan gayanya yang sangat manja.
Melihat sikap adiknya yang sama sekali tak berubah, Alvaro hanya bisa senyum-senyum penuh arti. Dia menyesal telah melewatkan banyak waktunya bersama Felicia. Alvaro berjanji akan menjaga adiknya itu dengan sangat baik. Seburuk apapun hidupnya saat di negeri orang, ia ingin menjadi seorang kakak yang terbaik bagi Felicia.
"Gadis manja!" panggil Alvaro pada adiknya. Felicia langsung memalingkan wajahnya dan menatap lelaki tampan di depannya penuh arti. "Kakak sangat menyayangimu," lanjutnya sembari memberikan belaian di kepala gadis cantik yang masih SMA itu.
"Alvaro! Felicia! Cepatlah turun, kita makan siang bersama," panggil Amelia pada kedua anaknya yang masih berada di kamar milik Alvaro.
Mendengar teriakan dari ibunya, mereka berdua langsung turun ke ruang makan. Terlihat Amelia sudah duduk menunggu kedua anak kesayangannya.
"Di mana Papa, Ma?" tanya Alvaro pada wanita cantik yang menjadi ibunya itu.
"Papamu sedang menyiapkan materi untuk seminar besok pagi bersama kedua rekannya. Kemungkinan akan kembali saat malam," jawab Amelia sembari mengambilkan beberapa makan untuk kedua anaknya.
Alvaro hanya tersenyum simpul mendengar penjelasan ibunya. Dia berpikir jika seminar itu terlalu kebetulan bersaamaan dengan kepulangannya ke tanah air. Rasanya seolah Felix Angelo sengaja menghindari kedatangannya kembali.
"Ada apa dengan wajahmu, Kak?" Felicia bisa melihat kekecewaan dalam ekspresi yang ditunjukkan oleh kakaknya. "Papa benar-benar akan menjadi pembicara di sekolahku besok pagi," jelas gadis cantik yang sejak tadi terus memandangi Alvaro.
"Benarkah?" Alvaro terlihat kurang percaya dengan penjelasan adiknya. "Kalau begitu ... mumpung besok pagi aku masih libur, aku akan mengantar dan menjemput kamu ke sekolah." Mendadak wajah Alvaro berubah senang, ia sudah tak sabar untuk segera esok hari.
Felicia juga sangat senang mendengar hal itu, sampai ia melupakan jika selama ini dia menutupi status sosialnya dari semua orang di sekolah. Rasanya ia seolah tak peduli jika semua orang mengetahui identitasnya yang sebenarnya. Dengan kembalinya Alvaro ke tanah air, Felicia merasa lebih aman dan tentunya rasa percaya dirinya langsung meningkat drastis.
"Besok pakai saja mobil Mama dulu. Sepertinya papamu sudah menyiapkan sebuah mobil baru khusus untukmu," terang Amelia dengan wajah berbinar karena terlalu senang.
"Sebenarnya aku bisa memakai mobil Felicia saja, Ma. Bukankah mobilnya juga terlihat di garasi?" Saat memasuki rumah tadi, Alvaro tak sengaja melihat mobil sport milik Felicia. Dia tak ingin membuang-buang uang hanya untuk hak yang tidak terlalu penting.
"Mobil Felicia sudah sangat lama tak dipakai. Namun adikmu selalu menolak saat kami akan menjualnya, mungkin sebentar lagi akan menjadi barang antik di garasi," ledek Amelia bersaamaan sebuah lirikan yang sengaja dilemparkannya pada gadis yang hanya senyum-senyum mendengarkan pembicaraan mereka.
Alvaro sedikit tak percaya jika Felicia sudah tak mengendarai mobilnya. Bahkan saat masih SMP, dia pernah nekat membawa mobil miliknya hingga menabrak trotoar jalan. Untung saja jalanan saat itu masih sepi tak sepadat setelah ia SMA.
Happy Reading