Sepulangku dari rumah Aisyah aku lalu mencari daun nangka buat pakan ternak ku, setelah selesai mencari daun nangka dan rumput aku lalu pergi kekandang dimana Paijo si sapi kesayangan ku berada, sembari memberi rumput kepadanya aku elus elus kepalanya sembari berucap.
"oalah jo...jo...sedari kecil kamu aku rawat dan aku besarkan sekarang sebentar lagi kamu bakal di jual,kalau aja bukan karna pernikahan enggak bakal aku mau jual kamu jo" ucap ku
Setelah memberi makan ternak aku lalu duduk termenung didepan kandang Paijo sembari memikirkan masa depan ku dan Aisyah kelak
"gimana jadinya yah di umurku yang masih 19 tahun kelak bakal jadi pemimpin rumah tangga?. Sedangkan ilmu ku tentang kehidupan berumah tangga sangat lah sedikit, apakah aku bakal bisa menjadi pemimpin untuk Aisyah kelak?, pekerjaan saja aku belum punya, Ya Allah kalau memang Engkau menjodohkan diriku dengan Aisyah hamba mohon diberi kemudahan dan tanamkan jiwa pemimpin di diri hamba dan tanamkan rasa cinta dan sayang di hati hamba untuk Aisyah tentunya cinta karna Engkau Ya Rabb" bathin ku sembari berdoa
"eh anak lanang(cowok) lagi ngelamun disini, Ayah cari cari pantes enggak ada" sapa Ayah yang mengejutkan ku
"eh Ayah, lagi santai kok Yah enggak ngelamun" jawab ku
"wong Ayah sudah berdiri didepanmu 10 menit yang lalu kok, pandangan mu kayak kosong gitu, emang lagi mikirin apa to Le?" tanya Ayah
"mikirin nikah Yah"
"loh bagus dong kalau mikirin nikah, terus kenapa muka mu jadi sedih gitu?"
"kan Ayah tau aku kerjaan aja enggak punya"
"Nak...Allah menjamin rezeki bagi pemuda yang ingin menyelamatkan dirinya dari fitnah wanita dengan jalan pernikahan, apa kamu enggak percaya akan janjiNya? banyak kok yang nikah muda seperti teman Ayah dulu pengangguran dan setelah menikah hidupnya makin sukses"
"oh gitu ya Yah?" ujar ku sembari menyimak kata kata beliau
"sekarang Bapak mau tanya niat kamu nikah untuk apa?"
"hmmm...ya untuk menyempurnakan separuh agama ku Yah, juga memperbanyak keturunan dan menghindari fitnah" jawab ku
"kalau niatmu gitu insya Allah kamu bakal di tolong sama Allah, kamu harus menanamkan keyakinan itu, pegang deh kata kata Ayah" ujar beliau
"insya Allah aku yakin Yah" jawab ku dengan tegas
"nah gitu dong, itu baru anak Ayah" sembari menepuk pundak ku
"oia Yah, tadi dapat salam dari Om Rahman"
"wa'alaikumsalam, terus apa kata beliau?" tanya Ayah
"hmm...pernikahan ku dengan Aisyah bakal di percepat Yah kemungkinan 2 minggu sebelum ramadhan ini" ucap ku
"Alhamdulillah...bagus itu Le, semakin cepet semakin bagus, ahh...Ayah malah enggak sabar cepet cepet gendong cucu pertama Ayah" ucap beliau sembari berkhayal
"iya Yah syukur kalau Ayah mau pernikahan ini dipercepat"
"yasudah Ayah mau ketempat teman Ayah dulu, mau nawarin Paijo sapa tau mau dibeli dengan harga mahal" ujar beliau yang berlalu meninggalkan ku
Akhirnya selama beberapa hari aku mencari refresnsi ceramah masalah membangun rumah tangga yang di ingin kan Allah dan RasulNya namun tetap aja ketika ustadz menerangkan cuman masuk telinga kanan keluar telinga kiri enggak ada satu kata pun yang nyangkut di otak ku padahal pernikahan ku hanya tinggal beberapa hari lagi.
Akhirnya diriku yang dulunya malas tahajud tengah malam kini rajin bangun tengah malam meminta kepada Rabb yang maha tahu apa yang di butuhkan hambaNya selain itu juga aku minta petunjuk melalui sholat istikharah meminta di teguhkan hati ku kalau Aisyah adalah pilihan terakhir ku.
Waktu yang ditunggu tunggu akhirnya tiba juga dimana aku duduk bersimpuh didepan penghulu yang disaksikan oleh ayah ibuku juga dari wali pihak wanita rasa gugup dan grogi menyelimuti diriku saat itu karna dihadapan para saksi dari manusia juga malaikat dan yang terutama Allah rabbul'alamin aku bakal mengucap sumpah suci ku kepada orang tua Aisyah untuk menikahi anaknya.
Penghulu lalu menjabat tangan ku seraya berkata "Saya nikahkan anak saya yang bernama si A kepadamu dengan mahar Blablabla..."
Aku lalu dengan tegas menjawab "Saya terima nikahnya anak Bapak yang bernama si A dengan mahar tersebut dibayar tunai."
"bagaimana Bapak Bapak?" ucap penghulu
"SAH...SAH...SAH.." jawab para saksi yang ada disekelilingku
Jujur saja untuk pertama kali ketika ingin bersalaman dengan Aisyah aku begitu gugup, seumur umur tangan wanita yang aku pegang hanya tangan ibu ku selain itu enggak pernah sama sekali memegang tangan wanita,begitu juga Aisyah yang ketika tangan kami bersentuhan lalu ditarik kembali olehnya, sampai sampai Ayahku berkata
"oalah Nak Nak, pegang aja enggak apa apa wong udah halal bagimu kok" pinta Ayah
Akhirnya pelan tapi pasti tangan ku lalu meraih tangan Aisyah kemudian memasangkan cincin seberat 5 gram di jari manisnya, setelah itu Aisyah lalu mencium tangan ku, rasanya itu seperti ada sensasi berbeda ketika Aisyah mencium tangan ku, jantungku yang awalnya berdetak pelan kini semakin kencang.
Setelah selesai acara ijab qabul kemudian dilanjutkan dengan walimahan yang begitu sangat sederhana, hanya mengundang tetangga sebelah rumah Aisyah lalu memesan makanan dari ketringan,jumlah tamu yang ada hanya beberapa puluh orang berbeda dengan pernikahan pada umumnya yang minimal ratusan orang, namun yang terpenting dari itu semua adalah "Puasa Ramadhan ku kini tak sendiri lagi 😆"
Mungkin bagi kebanyakan orang kalau menikah tanpa pacaran akan terasa aneh dan menimbulkan beberapa pertanyaan seperti "bagaimana bisa menikah?, kenal aja belum,bukan kah lebih baik pacaran karna kita bakal bisa saling mengenal satu dengan yang lain?
Pagi harinya aku terbangun dari tidur ku lalu terkejut karna yang ada disebelah ku adalah Aisyah,dengan reflek aku meloncat dari kasur dan terjatuh kelantai "BUUUKK...ARRGG..." tubuhku terhempas mengenai lantai hingga menimbulkan suara bak buah nagka yang terjatuh dari pohonnya
Karna suara kegaduhan yang aku timbulkan berisik akhirnya Aisyah terbangun dengab heran menatapku.
"Mas kok tidurnya dibawah?" tanyanya heran
"Syah kita tadi malam wnggak ngapa ngapain kan?" ucapku sedikit khawatir
"tadi malam?, hmmm...ngapain yah?" ujarnya sembari berpikir
"Syah kok enggak jawab pertanyaan ku?"
"lagian Mas bebe gitu meskipun kita ngapain terus kenapa?, siapabyang berani larang?, Allah aja sudah menghalal kan kita berhubungan, aneh ih Mas Abe"
"oh iya juga yah" sembari cengengesan dan menggaruk kepala
"lagian Mas tadi malam tidur duluan kan, aku bangunin juga gak ada respon sama sekali" ujarnya kesal kepadaku
"hehe...capek masalahnya Syah, yasudah aku wudhu dulu yah mau kemasjid"
"entar pulang dari masjid mau minum teh, kopi atau susu Mas?"
"enggak usah repot repot syah kalau mau bisa bikin sendiri kok akunya"
"iiihhh Mas bebe ini kan aku istrimu mas kenapa mesti bilang repot, udah kewajiban seorang istri kan menyiapkan apa yang suami mau"
"hehe salah lagi yah?, maaf syah aku belum bisa move on dari kejombloan ku makanya susah buat adaptasi" sembari berjalan meninggalkannya kearah kamar mandi
Sepulang ku dari masjid aku lalu duduk didepan teras rumah Aisyah sembari menikmati udara pagi yang menyegarkan saat dihirup, enggak lama muncul lah Aisyah dengan membawa teh hangat beserta roti dan ditaruhnya dihadapanku.
Ku pandangi terus wajah cantiknya yang dulu aku hanya bisa memandang matanya kini wajahnya seutuhnya dapat ku pandang, aku sendiri sedikit minder karna kecantikan Aisyah, diriku heran kenapa Aisyah begitu mau menerima ku padahal aku sendiri enggak terlalu cakep berbanding terbalik dengan Aisyah yang fisiknya begitu sempurna dimata ku.
"Mas kok mandangin aku begitu banget?jatuh cinta yah sama Aisyah 😝"
"hehe...kan yang aku pandang sekarang sudah halal syah"
"tapi kan aku malu mas dipandang terus" sembari menundukan pandangannya
Ingin sekali aku raih tangannya lalu menciumnya sebagai ungkapan betapa beruntungnya diriku mendapatkan istri seperti dirinya namun keberanian itu tiba tiba hilang akibat grogi dan minder.
"Mas jalan sebentar yuk" pinta aisyah
"kemana?"
"kemana aja deh muter muter komplek sembari menikmati udara pagi" ujarnya
"ayuk, sebentar aku habisin tehnya dulu" ujar ku yang bersegera meneguk minuman tersebut sampai habis
Setelah selesai minum akhirnya kami pun berjalan berdua keliling komplek rumah Aisyah,kami berjalan masih agak sedikit berjauhan karna malu, aku mencoba mengumpulkan keberanian memegang tangannya, saat hendak ku pegang namun hanya sebentar aku melepaskannya lagi, Aisyah begitu herab terhadap tingkah ku.
"Mas kok jalannya agak jauhan gitu sih, deket sini dong" rengeknya
"ii..iiyaa syah.." ujar ku tergagap sembari mendekatinya
"maaf syah aku boleh pegang tangan mu" ujar ku sedikit berbisik kepadanya
Aisyah yang melihat keluguan ku lalu tertawa pelan sembari menutupi mulutnya,
"kok ketawa sih?, enggak boleh yah" ucapku sedikit kecewa
Aisyah lalu menganggukan kepala sembari tersenyum kepadaku,lalu dengan perlahan tangan ku menggengam tangan Aisyah, kami berjalan sembari malu malu apalagi diriku yang sedari tadi menunduk tanpa menoleh kearah Aisyah,bathin ku berucap "Ya Allah ternyata apa yang di bilang pacaran setelah menikah itu lebih berkesan ini toh rasanya, malu malu ketika berdekatan, benih cinta yang dulu enggak ada kini tiba tiba telah tertanam dalam hati ku, Syah andai dirimu tau di pagi ini betapa akubsangat bahagia bisa berjalan berdua bersamamu"