Descargar la aplicación
91.66% Patah Paling Parah / Chapter 33: Teman Baru

Capítulo 33: Teman Baru

Sore ini dibantu teman-teman yang lain membersihkan wisma yang sepertinya cukup lama tidak dipakai.

Biasanya di sini, setiap enam bulan sekali ganti siswa. Di mana siswa berasal dari berbagai kabupaten kota yang harus melewati tahap seleksi terlebih dahulu. Ndari, kebetulan kemarin lagi beruntung karena posisinya menggantikan orang yang tak bisa ikut, sebab orang tuanya sakit dan tak enak meninggalkan.

Tanpa jasa teman yang mengundurkan diri, tak mungkin Ndari bisa sampai di sini. Meskipun baru kenal namun mereka tidak canggung dan bebas mengekspresikan diri masing-masing.

"O ya, tadi ibu pengasuh datang dan menyuruh aku agar memberitahukan kalian. Kalo kita, wajib sholat berjamaah, tu di Mushola."

"Oke."

"Ibu pengasuh itu siapa?" tanya Risma.

"Ibu pengasuh itu yang bertanggung jawab dengan kita. Setiap wisma akan ada satu pengasuh yang mengawasi dan bertanggung jawab!" terang Maria memberikan penjelasan.

"Oke, ada lagi yang ditanyakan? Kalo enggak ada kalian boleh istirahat dan selamat menikmati hehe."

Ya, memang begilah Maria. Dia asik dan hambel pada siapa saja. Asik deh, pokonya kalo ngobrol sama dia. Bahkan, saat diajak ngobrol apapun dia selalu nyambung.

Empat belas anggota wisma kami belum terkumpul semua. Sebab masih ada beberapa orang yang memang dari jauh masih dalma perjalanan. Seperti Anita, dia tiba saat hendak azan magrib.

"Siapa namamu, di sini masih ada satu kasur yang belum ditempati dan di situ masih kosong. Mau di mana?" ucap Ndari mencoba menawarkan.

Anita gadis yang jauh lebih pendek dan kecil darinya. Membuat Ndari merasa orang itu seperti adeknya hehe. Setelah cukup lama celingukan alhasil dia memutuskan untuk satu kamar bersama kami.

"Aku gabung di sini ya," ucapnya.

"Oke," sahut Ndari bareng dengan Risma.

"Kalian satu kabupaten?" tanya Anita.

Kami mengelengkan dan satu per satu memperkenalkan diri masing-masing. Kami juga membantu Anita agar cepat selasai menyusun sprei, sarung bantal, dan lain-lain. Sebab sebentar lagi sholat.

Pak ustadz mengatakan jika kegiatan sholat ini nanti akan diakan absen setiap harinya. Tentu hal itu akan mempengaruhi penilaian di akhir. Untuk penilaian tidak hanya diambil dari ketrampilan tetapi juga sopan santun, penilaian sholat, juga perilaku.

Sholat isya dilanjutkan dengan membaca Yasin, Waqiah, dan tabarok. Ndari yang memang jarang mengajiu setika merasa lidahnya kelu dan belum terbiasa.

Setelah selesai berbacaan gak kama kemj melaksanakan isya sekaligus dengan witir. Peraturan harus sudah tidur di atas jam 10. Jujur sebenarnya ini awal yang baru bagi Ndari. Iya gelisah dan tak dapat tidur tenang. Bahkan, ia tak dapat tidur karena suara pesawat yang mendarat.

"Menakutkan," gumam Ndari yang membuka mata tiba-tiba saat suara pesawat itu menganggu tidurnya.

Lebih sulit lagi jika dituntut harus bangun pagi sebelum azan subuh. Haduh, mana harus ikutan sholat berjamaah. Ya Allah, males banget. Badan rasanya malah sakit semua.

"Ndari ayo bangun, kita mandi duluan. Nanti antri, mana kamar mandinya cuman ada tiga," ujar Risma yang sudah siap dengan handuk di tangan.

Astaga, mandi jam segini tentu tak bisa dibayangkan bagaimana dinginnya air yang nanti bersentuhan dengan tubuhnya. Namun, tak mungkin dari tidak mandi. Baiklah, sepertinya tak boleh manja-manja di sini.

Ndari terkejut kamar kosong sebelahnya sudah terisi. Tak lama mereka keluar dan memperkenalkan diri, dan menceritakan keduanya datang saat semua sudah tertidur karena tengah malam. Jarak tempuh kurang lebih 7 jam.

Setelah selesai sholat kami di suruh kumpul masing-masing membawa peralatan kebersihan dan dibagi satu persatu untuk membersihkan lingkungan panti. Setelah selesai barulah kami mengambil nasi menuju dapur. Ya, jumpa lagi bersama Bunda. Beliau itu, mudah sekali akrab pada para anak-anak baru.

"Ada berapa total siswa di sini ya?" suara Maria memecahkan keheningan.

Anak itu memang lebih banyak bicara ketimbang anak-anak lain. Dia selalu aktif bertanya dan membuat suasana cair. Wajahnya yang ramah dan ceria membuat siapapun saja yang kenal akan merasa nyaman.

Saat kami makan tiba-tiba ibu pengasuh datang, beliau berbadan besar dan tinggi. Namun, wajahnya teguh. Murah senyum dan ramah. Sama seperti Maria. Atau mungkin hanya saja ibu itu lebih pendiam sepertinya. Sebut saja namanya Naning atau Bu Naning kami memanggilnya.

"Ibu ada apa Bu?" tanya Maria langsung menyambut kedatangannya.

"Ohh, kalian lagi sarapan?"

"Iya, kami sarapan. Ayo sini Bu, ikut makan."

"Hehe iya iya, sudah-sudah, barusan ibu sarapan. O ya, kenapa kalian enggak kumpul?"

"Emang kumpul dimana, Bu?" sahut yang lain.

Bu Naning langsung menjelaskan peraturan makan yakni berkumpul jadi satu di satu tempat. Misal kumpul mengelilingi di tengah dan harus seperti itu. Ndari tersenyum, sudah harus makan teratur belum lagi barengan, hadeh mau makan aja banyak peraturan.

Setelah selesai makan, Bu Nanging juga menjelaskan banyak hal. Memberikan pengarahan dan jika ada apa-apa disuruh melapor. Tak hanya itu, beliau juga menyuruh kami membuat struktur penanggung jawab, juga jadwal kebersihan, dan piket nasi.

Akhirnya mereka setuju Marialah yang dijadikan ketua. Menurut Ndari anak itu memang pantas dan bisa mengayomi sepertinya.

Hari senin kami semua kegiatan pembelajaran baru akan dimulai. Ternyata tinggal di panti sangat melelahkan. Rasanya seperti tak sanggup tetapi tak mungkin Ndari kembali. Dia sudah menyatakan sanggup dan tanda tangan akan mengikuti pembelajaran selama enam bulan.

'Ah, sial. Kalo sepi kayak gini kok jadi keingat sama Ayah ya,' ucap Ndari dalam batin.

Mana HP disita enggak bisa menghubungi, aduh! Namun, Maria membawa kabar mengatakan jika ada yang ingin menghubungi orang tua karena rindu atau misal ada kepentingan lain, bisa melalui Bu Nanging.

"Ndari, kalo kamu mau telepon orang tuamu bisa lewat Bu pengasuh," ujar Maria.

"Oke."

"Ayo, kamu mau telepon orang tuamu?" ajak Maria.

Ndari diam untuk sejenak, memikirkan apa dia memang perlu menghubungi ayah? Namun, setelah ditimbang-timbang seperti tidak usah. Sebab sampai sekarang ayah juga tak memperdulikan. Pasti ayah tidak tahu jika dirinya tidak lagi di sana.

Baiklah, sepertinya tak perlu. Ndari mengelengkan kepala, menolak ajakan Maria.

"Ya sudah kalo begitu, aku mau ke Bu Nanging dulu," ucapnya bersama dengan teman lain yang hendak menelpon orang tua mereka.

Ndari masuk ke dalam kamar di sana ada Anita yang diam. Entah kenapa dia tidak begitu banyak bicara.

"Anita, kamu kok diam aja sih. Memang tipekal pendiam?" Akhirnya Ndari mengomentari.

Tentu saja ia tidak akan tahan jika teman sekamar pendiam begitu, tentu akan lebih enak jika berteman dengan orang yang nyambung diajak ngobrol tentang apa saja.

"Iya, kayaknya Anita ini pendiam. Di rumah kamu juga pendiam ya?" Risma ikut mendekat.

"Hehe, enggak juga sih. Mungkin memang belum ada yang mau diceritain. Lagian kita juga masih sama-sama baru." Jawaban perempuan lugu itu terdengar sopan.

Ndari dan Risma mengangguk-anggukan kepala.


Load failed, please RETRY

Estado de energía semanal

Rank -- Ranking de Poder
Stone -- Piedra de Poder

Desbloqueo caps por lotes

Tabla de contenidos

Opciones de visualización

Fondo

Fuente

Tamaño

Gestión de comentarios de capítulos

Escribe una reseña Estado de lectura: C33
No se puede publicar. Por favor, inténtelo de nuevo
  • Calidad de escritura
  • Estabilidad de las actualizaciones
  • Desarrollo de la Historia
  • Diseño de Personajes
  • Antecedentes del mundo

La puntuación total 0.0

¡Reseña publicada con éxito! Leer más reseñas
Votar con Piedra de Poder
Rank NO.-- Clasificación PS
Stone -- Piedra de Poder
Denunciar contenido inapropiado
sugerencia de error

Reportar abuso

Comentarios de párrafo

Iniciar sesión