Descargar la aplicación
9.57% Dijebak Menikah Tuan Muda / Chapter 45: Apa Yang Dilakukan Gadisku Malam-Malam Begini?

Capítulo 45: Apa Yang Dilakukan Gadisku Malam-Malam Begini?

Uang Luci memang berjumlah tiga ratus juta rupiah lebih.

Total itu di dapat dari keseluruhan uang sisa yang didapat dari Alan, serta uang muka yang diberikan oleh pihak Evan yang berjumlah dua ratus juta rupiah.

Tapi uang dari pihak Evan tersebut diberikan dalam bentuk cek, jadi Luci harus mencairkannya terlebih dahulu kan?

Dan masalahnya sekarang adalah Luci tidak membawa uang cash yang banyak. Semetara gadis itu masih berada pada area perusahaan milik Evan yang bernama Folca Hudan. 'Maksudku tidak apa-apa mereka tidak mau mengantarkanku pulang tapi bisakah setidaknya mereka memberiku uang cash untuk naik bus? Apa uang dua puluh lima ribu saja tidak mereka miliki saat ini?' gerutu Luci di dalam hati.

Dengan langkah yang berat dan juga pikiran yang campur aduk Luci keluar dari gerbang perusahaan Folca Hudan.

Di tangannya beradalah dokumen pengikat yang tadi sudah ditanda tangani oleh Luci.

Dokumen itu asli, dan Luci pun bersyukur. Setidaknya dengan dokumen asli itu, kesempatan Evan untuk memanipulasi Luci jadi semakin sedikit.

Padahal gadis itu tidak tau saja kalau pada dokumen itu salah satu poin sudah diganti oleh Tuan John.

Poin itu berkata bahwa Luci harus menikah dengan Evan secara resmi di masa depan jika hubungan kontrak saja tidak cukup kuat untuk meyakinkan keluarga Evan bahwa CEO itu sungguh-sungguh sudah memiliki kekasih.

"Mungkin nanti aku akan memeriksa dokumen itu lagi, dan kupelajari kembali," gumam Luci. Gadis itu pun berjalan dengan sangat gontai. Baterai ponselnya sudah habis, dan dia tidak memiliki cukup uang untuk menaiki bus hingga ke taman kota.

Dengan uang yang dimilikinya saat ini Luci hanya bisa naik bus hingga ke Museum Central di kota itu. Dan jaraknya dengan taman kota – tempat di mana sepeda Luci tertinggal – masih berjarak sekitar empat kilo meter jauhnya.

"Huff, sepertinya aku harus jalan kaki," bisik gadis itu kembali lalu berjalan dengan lebih segar untuk mencari tempat pemberhentian bus.

Sementara itu di dalam ruangannya, Evan masih mengawasi ke luar jendela.

Ada sebuah titik kecil yang sedang CEO itu amati saat ini. Titik kecil itu bagi orang lain mungkin terlihat tak memiliki arti yakni sebuah titik yang gelap dan tak berbentuk.

Tapi bagi Evan, di mata CEO itu titik tersebut bisa bersinar begitu terang dan cantik, seperti sebuah mutiara alami yang bisa memberikan setitik cahaya di dalam kegelapan lautan yang telah Evan tinggali.

Semakin lama titik itu menjauh, semakin berat hati Evan. Sampai-sampai CEO itu merasakan ada sedikit gumpalan dan rasa sesak di dalam dadanya seolah dia tidak bisa bernapas.

Titik kecil itu adalah Luci yang saat ini sudah menyeberangi jalan untuk pergi menjauh menuju suatu tempat.

Titik kecil itu akan berarti banyak bagi Evan, tapi CEO itu tetap akan menyangkalnya pada banyak kesempatan.

Tuan John pun terlihat mendekat ke belakang punggung Evan. Posture tubuhnya yang patuh dan disiplin itu berdiri seperti sebuah patung yang dibentuk dengan pucat dan tak diliputi roh.

"Temukan joki lain! Temukan siapa pun yang bisa kau temukan!

"Adakan pertemuan dengan mereka! Aku masih tidak yakin dengan gadis itu," perintah Evan dengan mata masih belum mau melepaskan kekosongan malam di mana Luci tadinya berada.

"Baik, tuan. Akan segera saya laksanakan." Tuan John mundur kemudian mulai melakukan tugasnya.

Dalam diam dan kebekuan itu, Evan menarik napas panjangnya dengan berat.

Bahkan debaran di jantungnya masih menggebu apalagi ketika lelaki itu mengingat betapa manis bibir Luci.

Sesuatu pada tubuhnya hampir bangkit kembali, namun sebelum itu terjadi Evan segera meluncur menuju kursi putar miliknya untuk mempelajari indeks pasar saat ini.

"Lupakan dia! Kau akan bisa melupakan dia!" gumam Evan sembari membuka layar monitornya.

***

Luci berjalan dengan pelan. Bus yang dinaikinya tadi sudah berhenti untuk menurunkannya.

Seperti yang Luci duga, gadis itu hanya bisa naik bus sampai Museum Central saja. Dan dia harus berjalan sejauh empat kilo meter jauhnya lagi.

Jika memakai sepeda mungkin Luci bisa melakukannya tanpa susah payah.

Atau jika Luci memiliki sedikit lebih banyak uang mungkin gadis itu bisa menyewa seperda di sekitar sini. Jadi dia tidak perlu berjalan semengenaskan ini.

"Itu akibat kebodohanmu sendiri. Kenapa kau tidak meminta bayaran cash?" racau Luci sembari menendangi kerikil di depannya. Dokumen pengikat itu ia peluk erat-erat di depan dadanya.

Di sekitarnya orang-orang sudah berkumpul untuk bercengkerama di depan bangunan museum. Mereka menghabiskan waktu bersama dengan bahagia.

Saat itu Luci memandang para orang-orang itu, yang berkumpul bersama teman-teman, bersama keluarga, dan bersama kekasih.

Ada kilatan kecemburuan di mata Luci karena dari kesemuanya yakni teman, keluarga, dan kekasih Luci tidak memilikinya sama sekali.

Ah, mungkin sekarang agak berbeda. Luci sudah memiliki Spider, kakak angkatnya. Jadi bukankah Luci sudah memiliki keluarga sekarang?

Selang beberapa detik sebuah mobil berhenti di samping Luci. Gadis itu tadinya sempat berpikir bahwa mobil itu dikendarai oleh seorang lelaki hidung belang.

Tapi ketika menemukan sebuah wajah yang sudah Luci kenal, gadis itu pun merubah raut mukanya yang suram seperti malam tanpa cahaya itu menjadi sebuah ekspresi wajah yang terang benderang.

Mobil itu ternyata milik Tedy, paman tiri Hans.

Meski pun Amy – istri Tedy – tidak menyukai Luci, tapi selama ini Tedy masih baik keapda Luci. Jadi gadis itu bersyukur bisa bertemu dengan Tedy ketika keadaan begitu menyedihkan begini.

"Apa yang dilakukan gadisku malam-malam begini? Sendirian di jalan dan tanpa ada orang yang menemani?" Tedy mengeluarkan kepalanya ke luar jendela mobil lalu terkekeh.

"Masuklah!" lanjut Tedy sembari menganggukkan wajahnya pada kursi kosong yang berada di sampingnya.

Luci pun mengangguk. Dengan gerakan langkah kaki yang cepat gadis itu bergegas untuk menuju kursi kosong yang berada di samping Tedy.

"Kenapa kau bisa sampai di sini? Dan mana Kak Amy?" tanya Luci setelah selesai mengunci sabuk pengaman pada tubuhnya yang dibalut oleh kaos oblong longgar itu. Dokumen pengikat itu dia pangku dengan erat.

"Aku baru saja mengantarkannya ke rumah temannya. Temannya baru saja pulang dari luar negeri. Jadi ini semacam perayaan selamat datang," jawab Tedy dengan tangan mulai mendorong perseneling mobil.

Tedy adalah seorang lelaki berkacamata yang mana memiliki raut wajah yang menyenangakan dan supel.

Dia memiliki berewok di wajahnya yang ramah itu. Berewok berikut rambut Tedy berwarna cokelat, secokelat mata lelaki itu.

Wajah Tedy sangat mulus, semulus pantat bayi.

"Apa yang kau lakukan di sini malam-malam begini? Ini jauh dari flatmu kan?" tanya Tedy dengan memutar setir untuk berbelok ke sebuah tikungan.

"Yeah, aku memiliki misi baru." Luci menjawab sembari mengangkat dokumen itu di udara.

"Benarkah? Wah selamat. Apa kau membutuhkan jasaku lagi?" Tedy terkekeh. Itu hanya lelucon bagi Tedy, tapi tidak bagi Luci.

Sebenarnya orang yang sudah membuat semua penyamaran untuk Luci selama ini adalah Tedy. Tedy itu semacam seniman. Lelaki itu bisa membuat sebuah topeng sintetis yang sangat nyata dan bagus.

Sebenarnya Tedy bisa bekerja di sebuah perusahaan besar, tapi karena Tedy ingin menghabiskan lebih banyak waktu dengan Amy, lelaki itu lebih memilih untuk membuka toko kecil-kecilan di rumahnya. Jadi ketika ada perayaan halloween atau ada yang memesan topeng, barulah Tedy bekerja.

"Entahlah, kupikir mungkin aku akan membutuhkanmu lagi. Dan aku ingin membicarakan tentang sesuatu padamu." Luci berkata dengan serius.

Tentu itu tentang topeng yang sudah Luci jual kepada Alan.

Selama ini Tedy tidak suka memperjual belikan barang-barangnya kepada sembarang orang.

Tedy harus yakin apakah orang itu cukup baik, yang nantinya tidak akan menyalah gunakan topeng yang dibuatnya dengan begitu nyata itu.

Jika Tedy tau kalau Luci sudah menjual topeng miliknya, apakah Tedy akan marah kepada Luci?

***


Load failed, please RETRY

Regalos

Regalo -- Regalo recibido

    Estado de energía semanal

    Rank -- Ranking de Poder
    Stone -- Piedra de Poder

    Desbloqueo caps por lotes

    Tabla de contenidos

    Opciones de visualización

    Fondo

    Fuente

    Tamaño

    Gestión de comentarios de capítulos

    Escribe una reseña Estado de lectura: C45
    No se puede publicar. Por favor, inténtelo de nuevo
    • Calidad de escritura
    • Estabilidad de las actualizaciones
    • Desarrollo de la Historia
    • Diseño de Personajes
    • Antecedentes del mundo

    La puntuación total 0.0

    ¡Reseña publicada con éxito! Leer más reseñas
    Votar con Piedra de Poder
    Rank NO.-- Clasificación PS
    Stone -- Piedra de Poder
    Denunciar contenido inapropiado
    sugerencia de error

    Reportar abuso

    Comentarios de párrafo

    Iniciar sesión