"Kamu dekat dengannya."
Selena perlu waktu untuk mengerti 'nya' yang dimaksud oleh Lucas. Selain Andre yang ada bersamanya sekarang, pasti pria itu kan yang Lucas maksud?
"Maksud kakak, Andre?" Meski begitu Selena bertanya lagi untuk memastikan bahwa yang dimaksud Lucas memanglah pria itu.
Lucas tidak menjawab ataupun mengangguk. Akan tetapi Selena bisa melihat tanda mengiyakan yang datang dari tatapan Lucas.
"Dia temanku. Teman sejak kecil. Apakah ada masalah?" Selena tidak tahu kenapa dia perlu untuk menekankan kata teman antara hubungannya bersama dengan Andre pada Lucas. Dia hanya mengikuti kata hatinya yang berbisik bahwa dia perlu melakukan itu. Jika tidak, pria di depannya ini pasti akan salah paham terhadapnya nanti. Tapi meskipun Lucas bisa salah memahami kedekatannya dengan Andre, apa urusannya kalau begitu?
"Berhati-hatilah." Setelah berucap singkat, Lucas pergi dari sana meninggalkan Selena yang tertegun.
"Apa?" Apa maksudnya itu. Untuk apa aku harus berhati-hati? Kepada siapa tepatnya Lucas menyuruhku untuk berhati-hati?
Tak terhitung banyaknya pertanyaan yang membingungkan Selena sekarang. Perkataan Lucas yang tidak jelas itu benar-benar membawa getaran asing pada perasaannya saat ini, ketakutan.
Selena ingin mengejar Lucas untuk bertanya lebih lanjut apa maksud dari perkataannya, namun langkahnya kalah jauh jika dibandingkan dengan kaki panjang Lucas. Tepat saat dia mendorong pintu masuk restoran, Lucas sudah kembali duduk di tempatnya.
Selena baru menyadarinya, bahwa tempat mereka ternyata tidak terlalu jauh. Apakah pria itu sudah sejak tadi berada disana? Apakah pria itu diam-diam mengawasinya makan bersama Andre?
Selena menepis pikiran ngawurnya yang berpikir jika keberadaannya dapat memasuki mata Lucas yang dia ketahui terkenal mengasingkan seorang perempuan. Dan dia adalah wanita. Seseorang yang termasuk di benci Lucas jika memang benar begitu kenyataannya. Jadi tidak ada penjelasan apapun yang dapat menghubungkan Lucas dan dirinya yang hanyalah orang asing saja bagi pria itu.
***
"Ada apa dengan wajahmu?"
Selena tetap linglung di tempatnya duduk sampai teguran dari Andre dia dengar. "Ya?"
Andre meletakkan minumannya yang habis di atas meja, dan melanjutkan bicara, "Setelah kamu datang dari kamar mandi, kamu aneh."
"Apanya yang aneh? Aku merasa baik-baik saja."
Andre mengernyit, mencari kebohongan di wajah Selena yang nampak gugup. Jelas-jelas kalau gadis ini tidak bisa berbohong sama sekali. Apa dia tidak tahu, kalau raut wajahnya itu mudah sekali terbaca.
Andre memutuskan membiarkan Selena saat ini. Pria itu lantas berdiri, "Ayo pergi."
Selena mendongak, "Sudah selesai?"
"Kamu sudah selesai makan kan? Memangnya kamu mau menginap disini?" ucap Andre mengejek.
"Aku kan hanya bertanya."
Selena ikut bangun, mengekori Andre yang berjalan keluar dari restoran. Dibawah tatapan Lucas, keduanya pergi dari tempat tersebut.
"Aku perhatikan kamu terus menatap ke arah gadis itu. Itu Selena kan?" Daniel bertanya di dekat telinga Lucas.
Lucas memundurkan kepalanya ke samping, jengkel dengan kedetakan Daniel tiba-tiba, "Jika iya apa hubungannya denganmu? Urus saja urusanmu sendiri, Niel."
Daniel mengangkat bahunya tak acuh, tangannya terulur menyapu rambutnya ke belakang, "Fine, seperti katamu. Aku tidak akan mencampuri urusanmu lagi
***
Waktu menunjukkan pukul tiga sore hari, ketika Selena dan Andre sampai di rumah. Gadis itu memandang tak berdaya pada bungkusan di tangannya. Bungkusan itu terdapat banyak camilan ringan untuk adik-adiknya. Pemberian Andre. Selalu seperti ini. Pikir Selena tak enak.
"Mau mampir dulu?" ajak Selena pada Andre. Dia pikir, pria itu akan menolak seperti biasa. Tidak tahunya, Andre setuju, dan pria itu langsung masuk ke dalam rumahnya.
Selena membuka mulutnya tercengang, "Ada apa dengan Andre?" Biasanya, Andre tidak akan mau mampir ke rumah jika ada sang ibu di dalam. Dia tidak tahu apa alasan dibalik laki-laki itu begitu enggan bertemu dengan ibunya.
Walaupun begitu, Andre yang tak acuh dengan sikapnya, tetap mendapatkan kepercayaan penuh dari ibunya sendiri. Itulah mengapa, kadang-kadang dia juga merasa iri hati dengan kedekatan Andre dan ibunya.
Lyana duduk santai bersama dengan Gibran saat Andre masuk bersama Selena. Wanita dewasa itu kemudian mendongak, "Sudah pulang?"
Andre menyalami tangan Lyana dengan santun, "Iya Tante." jawabnya singkat lalu mengambil duduk di kursi yang bersebelahan dengan wanita dewasa tersebut.
Selena menggigit bibir bawahnya, gugup. Menunggu sang ibu bertanya kepadanya. Namun meskipun dia sudah berdiri beberapa menit setelahnya, Lyana hanya melirik singkat tanpa mengucapkan sepatah kata.
Andre menaikkan alisnya memandang Selena yang berdiri, "Apa yang kamu lakukan berdiri disana?"
"Pergilah ke dapur, Selena. Biarkan Andre makan terlebih dulu sebelum pulang." Lyana memerintah tanpa mengangkat kepalanya sedikitpun.
"Tidak perlu, Tante. Saya sudah makan barusan bersama Selena sebelum pulang." Hanya Andre saja, mungkin, di dunia ini yang mampu menolak perintah Lyana. Bahkan Rayhan, suaminya sendiri pun tak pernah menolak apapun yang diminta oleh Lyana. Dan Selena juga termasuk orang itu, orang yang tidak dapat menolak suruhan sang ibu ataupun membantah ucapan ibunya sendiri.
Sedangkan pemuda di depan wanita dewasa itu... Sudah berulangkali menolak niat baik Lyana yang sangat langka. Memang benar adanya, orang yang sudah buta hatinya tidak dapat melihat sebuah ketulusan dengan sangat jelas.
Namun meskipun begitu, Lyana tidak menunjukkan ekspresi marah ataupun kesal karena penolakan atas niat baiknya. Justru, wanita dewasa itu mengajak Andre berbincang-bincang, mengabaikan Selena yang berdiri di tempatnya.
"Apakah mamamu berada di rumah, Nak?"
***
Don't forget support for this novel. Please vote, review and comment if you like this story. Thank you, guys.